Pemerintah Harus Beri Sanksi Hukum bagi Masyarakat yang Nekat Mudik

Pemerintah tetap harus mewaspadai pemudik awal, baik yang menggunakan angkutan umum maupun angkutan pribadi.

oleh Tira Santia diperbarui 22 Apr 2020, 12:15 WIB
Diterbitkan 22 Apr 2020, 12:15 WIB
20150716-Mudik-Lebaran-Jawa-Tengah1
Kendaraan pemudik saat melintasi jalan tol Pejagan-Pemalang, Banjar Anyar, Brebes, Jawa Tengah, Kamis (16/7/15). Pada H-1 Lebaran atau puncak arus mudik jalur tol Pejagan-Pemalang semakin dipadati kendaraan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Setelah Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan pelarangan mudik 2020 demi menghambat penyebaran virus corona ke daerah-daerah.

Pemerintah tetap harus mewaspadai pemudik awal, baik yang menggunakan angkutan umum maupun angkutan pribadi. Bahkan jika perlu pemerintah bisa menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) harga hingga memberi sanksi hukum bag masyarakat tidak nekat melakukan mudik.

Pengamat Transportasi sekaligus ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, mengatakan sementara batasan jumlah penumpang bagi kendaraan keluar wilayah Jabodetabek belum diterapkan.

"Seperti halnya penerapan PSBB di wilayah Jabodebatek. Larangan itu dapat diterapkan mulai sekarang pada semua kendaraan keluar Jabodetabek, kecuali kendaraan logistik dan kendaraan tertentu yang diijinkan," kata Djoko dalam keterangan tertulisnya kepada Liputan6.com, Rabu (22/4/2020).

Selain itu, menurut Djoko pembatasan larangan mudik tidak hanya dilakukan dari Jakarta ke daerah lain. Akan tetapi berlaku juga di seluruh Indonesia. Kendati begitu asal pemudik terbesar yang termasuk zona merah adalah Jakarta.

Pelarangan mudik dapat diterapkan berdasarkan batasan wilayah aglomerasi, seperti Jabodetebek, Malang Raya, Bandung Raya, Kedungsepur, Gerbangkertasusila, Banjarbakula, Mebidang, Barlingmascakeb. Sekarang ini, mobilitas penduduk sudah menyebar dalam kawasan aglomerasi.

Sementara itu, dia menegaskan kendaraan logistik wajib mendapat pengawalan khusus, karena sudah terjadi perampokan truk bawa barang di jalan raya. Meskipun tidak ada pengawasan terhadap kendaraan barang over dimession over loading (ODOL) oleh aparat penegak hukum.

"Karena keterbatan SDM Perhubungan dan Kepolisian, pemilik barang dan pengusaha truk jangan terlibat ODOL. Pelaku angkutan logistik harus menaati aturan-aturan tentang pemuatan. Harus diberikan sanksi tegas jika masih ada oknum pelaku angkutan logistik yang masih ODOL," ujarnya.

 

Cara Cegah Pemudik

Arus Balik di Stasiun Pasar Senen
Sejumlah pemudik membawa barang bawaan mereka setibanya di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Sabtu (8/6/2019). Volume penumpang arus balik melalui moda transportasi kereta api di stasiun Stasiun Senen mengalami lonjakan pada H+3 Lebaran. (merdeka.com/Imam Buhori)

Selanjutnya ia menyarankan alternatif lain untuk mengurangi mobilitas warga menggunakan kendaraan bermotor, lokasi pembelian bahan bakar minyak (BBM) di SPBU beroperasi dibatasi atau menaikkan tarif BBM.

"Kali ini demi keselamatan kesehatan warga Indonesia, pemerintah harus bertindak tegas. Harus diberikan sanksi hukum bagi yang melanggar mudik tahun ini," ujarnya.

Hal itu sesuai dengan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, menyatakan, bahwa setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dapat dipidana penjara paling lama satu tahun dan/atau pidana paling banyak Rp 100 juta

Jika aturan ketat itu bisa menahan laju pemudik yang belum mudik, pemerintah harus menyiapkan kompensasi.

"Apabila selama ini ada anggaran mudik gratis untuk pekerja sektor informal, anggaran itu kali ini bisa dialokasikan untuk pengadaan sembako guna membantu masyarakat peserta mudik gratis yang tidak bisa pulang," tutupnya

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya