Kartu Prakerja Disebut Buang Anggaran, Ini Pembelaan Pemerintah

Anggaran pelatihan sebesar Rp5,6 triliun untuk praserta Kartu Prakerja tidak secara cuma-cuma digelontorkan.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Apr 2020, 15:15 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2020, 15:15 WIB
THUMBNAIL PRA KERJA
THUMBNAIL PRA KERJA

Liputan6.com, Jakarta - Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja menegaskan bahwa anggaran pelatihan sebesar Rp5,6 triliun untuk praserta kartu prakerja tidak secara cuma-cuma digelontorkan.

Pernyataan ini pun sekigus menjawab adanya anggapan dari berbagai pihak yang menyebut pemerintah hanya membuang-buang uang saja.

Direktur Kemitraan dan Komunikasi PMO Kartu Prakerja, Panji Winanteya Ruky menjelaskan dana sebesar Rp5,6 triliun benar-benar ditujukan untuk memberikan pelatihan yang bersertifikat dan kurikulum yang sesuai. Upaya itu dilakukan agar peserta atau tenaga kerja dapat lebih produktivitas.

"Saya tidak sependapat ini buang uang. Ini juga untuk pelatihan terstruktur. Disediakan lembaga pelatihan," kata dia dalam video conference di Jakarta, Senin (27/4).

Panji memahami memang saat ini kondisinya masyarakat membutuhkan bantuan langsung tunai dari pemerintah bukan sekedar pelatihan. Namun, pemerintah sudah menyediakan berbagai macam bentuk bantuan langsung tunai berupa PKH dan kartu sembako.

Sehingga dalam program kartu prakerja ini pemerintah mendesain sedemikian rupa. Artinya masyarakat tetap bisa mendapatkan insentif, namun harus mengikuti beberapa persyaratan yakni melalui program latihan sebagai bekal di dunia kerja.

"Untuk menambah makan, pendapatan, dia harus lebih produktif. Jadi tidak hanya makanan dan berpikir hari ini, tapi harus dikasih kail yang lebih mahir terampil modern sehingga makannya lebih banyak setelah ekonomi baik. Atau nambah kail baru yang disebut new skill. Mereka bisa belajar profesi baru," jelas dia.

Program Pelatihan

Bukan Gaji Pengangguran, Ini Fungsi Kartu Pra Kerja
Bukan Gaji Pengangguran, Ini Fungsi Kartu Pra Kerja

Lagi pula lanjut dia, masyarakat dapat dengan bebas memilih program pelatihan sesuai dengan keinginannya masing-masing. Dengan demikian persaingan sehat akan terbuka lebar serta pendidikan vokasi akan meningkat.

"Semua balai pelatihan, LKP, semuanya diterima, masyarakat yang akan memilih. Produk baik, pelatihan baik dan harga bagus dipilih," tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya