Liputan6.com, Jakarta - Pelanggan listrik ramai-ramai mengeluhkan kenaikan tarif listrik yang dinilai tidak wajar di media sosial. Mereka mengklaim tidak melakukan aktivitas yang boros listrik dan tidak WFH, sehingga harusnya tagihan listrik masih di ambang wajar.
Di sisi lain, PLN menyatakan tidak melakukan penyesuaian tarif listrik sejak beberapa tahun belakangan. Namun demikian, pihaknya tetap saja dikambinghitamkan karena dianggap membuat pelanggan membayar berlipat ganda.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyatakan ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh PLN untuk mengantisipasi kasus serupa.
Advertisement
"Pertama, PLN perlu menyampaikan lagi secara luas bahwa tidak ada kenaikan tarif. Hal yang sama juga perlu dilakukan oleh pemerintah, yaitu Kementerian ESDM," ujar Fabby kepada Liputan6.com, Kamis (7/5/2020).
Baca Juga
Selanjutnya, PLN juga perlu menjelaskan bagaimana data konsumsi listrik diambil dan jadi dasar tagihan listrik pelanggan, mengingat dalam 2 bulan ini tidak ada petugas catat meter yang berkeliling. Penjelasan ini nantinya bisa menjawab keraguan masyarakat.
"Saya kira perlu karena untuk pelanggan pasca bayar yang ditanyakan adalah bagaimana PLN tahu konsumsi listrik mereka padahal tidak ada pencatat meter yang datang. Ini perlu dijelaskan oleh PLN," lanjutnya.
Yang ketiga, PLN perlu memberikan penjelasan dan jaminan rekonsilias data konsumsi listrik setelah dilakukan pencatatan riil, apa yang akan dilakukan setelah rekonsiliasi dilakukan dan bagaimana langkah penyesuaian tagihan untuk pelanggan ke depannya.
"Artinya apabila rekonsiliasi telah dilakukan dan ditemukan konsumen menggunakan energi lebih sedikit atau banyak maka akan disesuaikan di tagihan listrik di bulan-bulan selanjutnya," kata Fabby.
Selain itu, masyarakat diminta juga perlu aktif memeriksa data historis penggunaan listrik dari bulan ke bulan, dari slip tagihan listrik dimana di sana, tercantum jumlah energi yang dikonsumsi pada bulan sebelumnya.
PLN: 2.900 Warga Jakarta Komplain Soal Tagihan Listrik Naik
Sebelumnya, PT PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya (Disjaya) melaporkan, ada sebanyak 2.900 keluhan masyarakat akibat melonjaknya penagihan tarif listrik selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
General Manager PLN Disjaya Ikhsan Asaad mengatakan, dari total pengaduan tersebut, 94 persen diantaranya memang mengacu pada ukuran pemakaian. Sedangkan 6 persen lainnya lantaran ada kesalahan pencatatan administrasi.
"Dari data sampai saat ini jumlah pengaduan 2.900 pelanggan. 2.200 pelanggan sudah diselesaikan, jadi angkanya sesuai pemakaian. Sementara 6 persen harus dikoreksi," jelasnya dalam siaran pers online, pada Rabu 6 Mei 2020.Â
BACA JUGA
Ikhsan menyampaikan, angka 6 persen tersebut disebabkan oleh kesalahan administrasi, seperti rumah yang lama ditinggalkan namun tetap ada tagihan listrik dengan nilai rata-rata tiga bulan terakhir sebelum PSBB.
"Yang 6 persen harus dikoreksi karena pada saat orang datang rumah terkunci. Atau rumah kosong karena dambil data rata-rata tiga bulan," ujar dia
"Dengan komunikasi pelanggan kalau tidak puas kita datangi pelanggan. Supaya pelanggan pahami kondisi ini," dia menambahkan.
Lebih lanjut, Ikhsan pun mengajak semua masyarakat untuk lebih menghemat pemakaian listrik. Sebab menurutnya, konsumsi listrik pasti akan meningkat ketika mayoritas orang saat ini bekerja dari rumah atau work from home (WFH).
"Di saat semua orang kerja dan kegiatan di rumah pasti tagihan naik. Kalau AC, lampu enggak dipakai matikan saja. Itu membantu kita semua supaya tidak mahal bayar listriknya," imbuh Ikhsan.
Advertisement