Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum mencairkan kurang bayar Dana Bagi Hasil (DBH) untuk DKI Jakarta sebesar Rp 5,16 triliun. Alasan penahanan dana tersebut karena menunggu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit yang saat ini masih berlangsung.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak perlu menunggu hasil audit BPK untuk mencairkan DBH. Terlebih lagi DBH tersebut untuk kekurangan pembayaran 2018 dan 2019.
Baca Juga
"Penting untuk ditegaskan di sini tidak relevan menggunakan pemeriksaan BPK sebagai dasar untuk bayar DBH. Tidak ada hubungannya, saya sudah jelaskan, tidak ada hubungan antara pembayaran kewajiban Kemenkeu kepada pemprov DKI atau pemda manapun," ujarnya melalui Video Conference, Jakarta, Senin (11/5).
Advertisement
Agung mengatakan, terkait kurang bayar merupakan kewajiban Kementerian Keuangan, sedangkan tugas BPK adalah mengaudit dan memeriksa Dana Bagi Hasil. "Yang kami lakukan pemeriksaan di sini, dan yang dilakukan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Keuangan adalah pengelolaan keuangan negara. Dasarnya sudah jelas," paparnya.
Untuk pencairan DBH tersebut, BPK sudah berkirim surat dengan Kementerian Keuangan pada 28 April 2020. Dalam surat tersebut BPK menjelaskan tugas pemeriksaan yang dilakukan tidak berkaitan dengan pencairan DBH oleh Kementerian Keuangan.
"Jawaban kami terkait hubungan pemeriksaan yang kami lakukan, tidak ada hubungan pemeriksaan yang kami lakukan dengan kewajiban Kemenkeu kurang bayar DBH kepada pemda. Silakan dibaca pada surat resmi yang kami sampaikan kepada menkeu," jelasnya.
Dia menambahkan, Dana Bagi Hasil akan digunakan untuk penanggulangan dan pencegahan Virus Corona yang terjadi tahun ini. Sehingga tidak ada hubungannya dengan kurang bayar dengan tahun-tahun sebelumnya.
"Untuk dipahami Covid terjadi 2020 sedangkan yang dipersoalkan adalah kurang bayar 2019, belum ada Covid. Jadi tidak ada hubungannya. Silakan saja Kemenkeu untuk membuat keputusan masalah bayar atau tidak bayar di tangan Kemenkeu tidak perlu dihubung-hubungkan dengan pemeriksaan oleh BPK," tandasnya.
Â
Pernyataan Sri Mulyani
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan meminta pemerintah melakukan percepatan pencairan Dana Bagi Hasil (DBH) tertunggak untuk 2019. Hal tersebut pun mendapat respon dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Menteri Sri Mulyani mengatakan, selama ini pencairan DBH dilakukan berdasarkan Undang-Undang APBN yang telah ditetapkan setiap tahunnya. Adapun pencairan dilakukan setiap kuartal dan berdasarkan realisasi penerimaan negara.
Untuk DKI Jakarta sendiri, DBH kurang bayar pada 2019 sebesar Rp5,1 triliun. Namun, pencairan DBH kurang bayar harus menunggu audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang setiap tahunnya jatuh pada Agustus ataupun September.
"Nah, Dana Bagi Hasil 2019 ini biasanya diaudit dulu BPK, sehingga BPK katakan 'oh iya pemerintah kurang sekian' baru kita bayarkan. Ini kan audit biasanya April dan disampaikan ke DPR Juli, jadi biasanya DBH dibayarkan Agustus, September," jelas Menteri Sri Mulyani di Jakarta, Jumat (17/4).
Di tengah pandemi Virus Corona (Covid-19) kebutuhan anggaran daerah menjadi darurat sehingga akan membutuhkan waktu lama jika harus menunggu audit BPK. Maka dari itu, Kemenkeu telah menerbitkan aturan untuk membayar DBH kurang bayar itu 50 persen terlebih dahulu sebelum diaudit.
"Untuk seluruh daerah di Indonesia DBH 2019 akan kita bayarkan 50 persen dulu meski belum dapat auditnya. Ini sudah saya keluarkan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) nya beberapa hari yang lalu sehingga bisa dibayarkan," jelas Menteri Sri Mulyani.
Reporter: Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Sumber: Merdeka.com
Advertisement