Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) selaku regulator pengendalian transportasi diminta bertanggungjawab insiden penumpukan penumpang di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), pada 14 Mei 2020. Lemahnya pengawasan ditengarai menjadi pemicu terjadinya insiden tersebut.
Ini diungkapkan Pengamat penerbangan sekaligus Anggota Ombudsman RI, Alvin Lie,. "Kemenhub harus introspeksi. Semua terjadi lemahnya pengawasan dari regulator," kata Alvin kepada Merdeka.com, Rabu (20/5/2020).
Keputusan Kemenhub pada 7 Mei 2020 yang mengizinkan kembali beroperasinya seluruh moda transportasi bagi pengguna bukan mudik, seharusnya diikuti dengan proses pengawasan yang ketat.
Advertisement
Mengingat, pelonggaran operasional transportasi di tengah aturan larangan mudik lebaran 2020 berisiko tinggi terjadinya pelanggaran.
Seperti insiden yang melibatkan Batik Air dan AP II, ia menyebut hal ini diakibatkan oleh lemahnya pengawasan Kemenhub dalam mengantisipasi lonjakan jumlah pengguna.
Imbasnya aspek physical distancing yang menjadi kaidah utama operasional transportasi menjadi diabaikan, kendati wabah corona masih berlangsung.
"Dari sini kita lihat. Apakah Permenhub No. 18/2020 dan Permenhub No. 25/2020 dapat berjalan efektif atau tidak?," tegas dia.
Untuk mencegah pelanggaran kembali terulang. Kemenhub selaku regulator harus segera melakukan evaluasi secata menyeluruh terkait mekanisme operasional transportasi umum di tengah aturan larangan mudik lebaran 2020.
Pun dalam proses pemberian sanksi harus diberikan secata terukur dan bersifat memaksa sesuai peraturan yang berlaku. Ini penting dalam rangka menciptakan efek jera agar kebijakan yang dibuat dapat berjalan efektif.
"Beberapa hal terkait sanksi yang diberikan harus mengacu peraturan. Tidak boleh sehingga tidak bersifat subjektif yang menimbulkan masalah baru," imbuh dia.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Langgar Protokol Kesehatan, Rute Batik Air Jakarta-Denpasar Dibekukan
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara memberikan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan operator penerbangan atas Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 18 tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan sanksi tersebut diberikan Ditjen Perhubungan Udara kepada operator angkutan udara dan operator bandar udara, dalam hal ini adalah Batik Air dan Angkasa Pura II.
"Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh inspektur kami, terdapat pelanggaran berkaitan dengan physical distancing yang dilakukan oleh operator angkutan udara dan operator bandar udara," ujarnya dalam keterangan pers, Rabu (20/5/2020).
Adapun, Batik Air dianggap melanggar ketentuan yang tertera pada pasal 14 poin b mengenai pembatasan jumlah penumpang paling banyak 50 persen dari jumlah kapasitas tempat duduk dengan penerapan jaga jarak fisik (physical distancing).
"Kepada operator angkutan udara yang terbukti melanggar, kami memberikan sanksi berupa pembekuan izin di rute-rute penerbangan yang melanggar tersebut," ungkap Adita.
Berdasarkan hasil investigasi dari Inspektur Penerbangan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, secara spesifik Batik Air penerbangan Jakarta-Denpasar ID 6506 telah melanggar aturan physical distancing.
"Maka penumpangnya akan di pindahkan ke jam penerbangan yang berbeda dengan diberikan informasi," lanjut Adita.
Dirinya menegaskan, Kemenhub akan menindak tegas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan transportasi udara serta menghimbau kepada para pengguna moda transportasi udara untuk dapat berperan aktif dalam menjaga keselamatan, keamanan dan kenyamanan penerbangan.
"Kami harap seluruh stakeholder penerbangan nasional dapat mematuhi aturan dan regulasi yang berlaku, terlebih lagi kita tengah menghadapi wabah yang terus memakan korban jiwa. Kami tegaskan, tidak ada toleransi sedikit pun terhadap sekecil apapun pelanggaran yang dilakukan terhadap peraturan dan regulasi penerbangan nasional," tegasnya.
Advertisement