Liputan6.com, Jakarta Dalam 50 tahun sejak awal era orde baru hingga era reformasi sekarang, Indonesia terus mengalami dilema yang sulit terkait peningkatan produksi pangan (beras) untuk mengimbangi pertambahan penduduk yang cukup tinggi.
Apalagi dengan kondisi ketimpangan kepadatan penduduk yaitu Pulau Jawa dihuni lebih 56 % penduduk, padahal luasnya hanya 6 % luas Indonesia, dan produksi beras berbasis usaha tani sawah beririgasi pemilikan kecil dengan petani subsisten miskin (gurem).
Baca Juga
Kondisi tahun 1991 produksi beras Pulau Jawa masih surplus, sehingga dapat dipasarkan ke luar Jawa yang kekurangan beras waktu itu. Sekarang 2020 kemungkinan besar produksi beras P. Jawa sudah defisit akibat pertambahan penduduk yang pesat dan terjadinya pengurangan drastis sawah beririgasi yang subur karena alih fungsi sawah menjadi permukiman, perkotaan, kawasan industri, wisata, dan sarana transportasi.
Advertisement
Dengan tren pertambahan penduduk yang sama dan alih fungsi sawah Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa yang sulit dihambat, bagaimana nanti (2040) kondisi perberasan P. Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya.
Melihat hal itu, Anggota Dewan SDA Ir. M. Napitupulu Dipl HE mengatakan kita melihat walau sejak Pelita 1, 1970 sampai sekarang di luar P. Jawa di seluruh provinsi terus berlangsung pembangunan daerah irigasi (DI) baru pada lahan yang relatif kurang subur (awalnya mendukung program transmigrasi), keluarannya kondisi neraca pangan Indonesia masih banyak yang defisit.
“Kenyataannya Indonesia sebagai negara agraris dan berpenduduk besar, setiap tahun masih mengimpor bahan pangan: gandum > 13 juta ton (3 juta ton untuk pakan ternak), beras 0,5-2 juta ton, jagung, kedele, gula, garam , susu 80 %, buah, hortikultur dll, dengan mengeluarkan devisa $ 10 miliar, yang berarti raibnya peluang penghasilan petani kita sendiri, sungguh memprihatinkan,” ujar Napitupulu.
Ia melanjutkan, bukankah waktu orde baru 1984 kita pernah mencapai swasembada beras. Dalam periode KIB II SBY-Budiono (2009-2014), diprogram surplus beras 2013 namun meleset. Lalu, Periode Kabinet Kerja Joko Widodo-JK (2014-2019) dengan Nawa Cita masih impor beras.
Terlebih, untuk Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Maruf’Amin (2019-2024), akibat pandemi dan ramalan ke depan FAO tentang kondisi sulit pangan global, sekarang sedang menggagas Pengembangan Ketahanan Pangan Nasional Berkelanjutan di eks Pengembangan Lahan Gambut (PLG) di Kalimantan Tengah (Kalteng).
“Hal itu sebagai proyek Strategis Nasional (PSN). Mengawalinya, sebuah diskusi virtual Pembahasan Tinjauan Perspektif Keilmuan dalam rangka penyempurnaan dan penajaman implementasi rekomendasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Cepat dan rencana pemulihan gambut untuk Proyek Strategis Nasional tersebut telah dilakukan oleh Kemen LHK pada 19 Juni 2020,” tutur Napitupulu.
Sementara itu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyampaikan, dalam mendukung ketahanan pangan nasional Kemen PUPR mendapat tugas dari Presiden Joko Widodo untuk melaksanakan program food estate sebagai daerah yang diharapkan menjadi lumbung pangan baru di luar Pulau Jawa.
Nantinya, lokasi lumbung pangan baru ini direncanakan berada di Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalteng, menjadi proyek stregis nasional (PSN) 2020-2024, tahap awalnya memanfaatkan lahan potensial seluas 165.000 ha yang merupakan kawasan tanah alluvial, bukan gambut, pada lahan eks Pengembangan Lahan Gambut (PLG).
Sementara itu Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada saat upacara memperingati Hari Krida Pertanian ke 48 Tahun 2020 menyampaikan, Indonesia terus meningkatkan produksi pangan nasional dengan berbasis pertanian rakyat dan keberpihakan pada petani kecil.
Lebih jauh terkait kendala peningkatan produksi pangan, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil mengatakan setiap tahunnya sebanyak 150.000 ha hingga 200.000 ha lahan sawah berubah menjadi lahan non sawah. Lahan sawah tersebut beralih fungsi menjadi permukiman hingga kawasan industri. Merespon kondisi tersebut disampaikan bahwa Pemerintah akan segera menerbitkan Perpres tentang pencegahan alih fungsi sawah.
(*)