Liputan6.com, Jakarta - Seiring dengan kondisi perekonomian Indonesia khususnya sebagai dampak penyebaran COVID-19, Bank Indonesia menyampaikan perkembangan indikator stabilitas nilai Rupiah secara periodik. Indikator dimaksud adalah nilai tukar dan inflasi yang masih terkendali.
Pada akhir hari Kamis, 23 Juli 2020, Rupiah ditutup pada level Rp 14.550 per dolar AS. Kemudian Yield SBN (Surat Berharga Negara) 10 tahun turun ke level 6,86 persen. DXY[1] tercatat melemah ke level 94,69serta yield UST (US Treasury) Note[2] 10 tahun turun ke level 0,577 persen.
Baca Juga
Sementara pada pagi hari tadi, Jumat (24/7/2020), Rupiah dibuka pada level Rp 14.500 per dolar AS. Kemudian Yield SBN 10 tahun turun di 6,83 persen.
Advertisement
Adapun aliran Modal Asing pada minggu ke-4 Juli 2020, BI mencatat Premi CDS (Credit Default Swaps)[3] Indonesia 5 tahun turun ke 112,9 bps per 23 Juli 2020 dari 124,7 bps per 17 Juli 2020.
“Berdasarkan data transaksi 20-23 Juli 2020, non residen di pasar keuangan domestik beli neto Rp 5,17 triliun, dengan beli neto di pasar SBN sebesar Rp 5,40 triliun dan jual neto di pasar saham sebesar Rp 0,23 triliun,” papar Kepala Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko dalam keterangan resmi.
“Berdasarkan data setelmen selama 2020 (ytd), non residen di pasar keuangan domestik jual neto Rp 143,77 triliun,” sambung dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Inflasi
Selanjutnya, BI mencatat inflasi berada pada level yang rendah dan terkendali. “Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu IV Juli 2020, bulan Juli 2020 diperkirakan mengalami deflasi sebesar 0,03 persen (mtm). Dengan perkembangan tersebut, perkiraan inflasi Juli 2020 secara tahun kalender sebesar 1,06 persen (ytd), dan secara tahunan sebesar 1,61 persen (yoy),” beber Onny.
Penyumbang utama deflasi pada periode laporan antara lain berasal dari bawang merah sebesar -0,10 persen (mtm), daging ayam ras sebesar -0,03 persen (mtm), bawang putih sebesar -0,03 persen (mtm), gula pasir sebesar -0,02 persen (mtm), jeruk sebesar -0,02 (mtm) serta cabai merah, kelapa, daging sapi, dan angkutan udara masing-masing sebesar -0,01 persen (mtm).
“Sementara itu, komoditas utama penyumbang inflasi, yaitu telur ayam ras sebesar 0,05 persen (mtm), emas perhiasan sebesar 0,04 persen (mtm), dan rokok kretek filter sebesar 0,01 persen (mtm),” tambah dia.
Advertisement