Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengungkapkan Provinsi Jawa Barat menjadi provinsi dengan tenaga kerja yang terdampak imbas dari Covid-19 paling banyak. Hal tersebut dikatakan Menaker Ida saat memberikan arahan konkret pemulihan ekonomi nasional di bidang ketenagakerjaan di hadapan Kadisnaker Kab/Kota seluruh Jawa Barat, di Bandung, Jawa Barat.
"Tentu dengan kondisi dan tantangan ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Barat ini perlu untuk segera ditindaklanjuti sesegera mungkin. Agar kita bisa tekan laju dampak Covid-19 ini kedepannya," kata dia dalam pernyataannya, Senin (10/8).
Baca Juga
Menurut data yang dihimpun Kementerian Ketenagakerjaan dengan bantuan dari Disnaker Pemda setempat, hingga 31 Juli 2020, pekerja formal maupun informal yang terdampak Covid-19 di Provinsi Jawa Barat mencapai lebih dari 342.772 orang pekerja.
Advertisement
Sedangkan, secara nasional hingga 31 Juli 2020, total pekerja formal maupun informal yang terdampak Covid-19 mencapai lebih dari 3,5 juta orang. Dari jumlah tersebut, data yang sudah di-cleansing oleh kemnaker dengan BPJS Ketenagakerjaan mencapai 2.146.667 orang (yang terdata by name by address).
"Data yang sudah cleansing tersebut terdiri dari pekerja formal yang dirumahkan mencapai 1.132.117 orang dan pekerja formal yang di-PHK sebanyak 383.645 orang. Sedangkan pekerja sektor informal yang terdampak mencapai 630.905 orang," jelasnya.
Untuk itu, Ida menyebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo terkait mitigasi dampak pandemi di bidang ketenagakerjaan, Pemerintah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional berupaya meringankan beban pekerja ter-PHK melalui berbagai stimulus, termasuk menyalurkan berbagai bantuan sosial bagi para korban PHK, Kartu Prakerja, program padat karya, dan kewirausahaan untuk penyerapan tenaga kerja yang terdampak pandemi.
Sementara itu Kadisnakertrans Provinsi Jawa Barat, Rachmat Taufik Garsadi, mengungkapkan bahwa kondisi ketenagakerjaan yang ada di Jawa Barat saat ini tingkat angka pengangguran terbuka di Jawa Barat masih cukup tinggi. Ditambah lagi, masih tingginya angka disparitas UMK ditingkat Kabupaten/Kota, yang berdampak pada minimnya produktivitas dan daya saing keterampilan yang ada di Jawa Barat.
"Tentu Kami di provinsi meminta bantuan arahan dari pusat dan Bu Menteri agar sarana dan prasarana pelatihan di Jawa Barat dan permasalahan lainnya dapat diatasi dengan baik," ungkap Taufik.
Â
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ekonomi Indonesia Minus 5,32 Persen, BPS Sebut Dampak Corona Luar Biasa Buruk
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 sebesar -5,32 persen. Dengan demikian, secara kumulatif pertumbuhan ekonomi semester I tahun ini tercatat mengalami kontraksi sebesar 1,26 dibandingkan semester I tahun lalu.
"Perekonomian Indonesia pada triwulan II-2020 secara yoy mengalami kontraksi 5,32 persen. Kalau dibandingkan secara Q to Q dengan triwulan I maka pertumbuhan ekonomi sebesar -4,19 persen," ujar Kepala BPS Suhariyanto, Jakarta, Rabu (5/8).
Suhariyanto mengatakan, pandemi Virus Corona membawa dampak yang luar biasa bagi perekonomian. Beberapa negara di dunia mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi.
"Catatan peristiwa mengenai apa yang terjadi di triwulan II-2020, Covid-19 membawa dampak yang luar biasa buruk dan membawa efek domino masalah kesehatan ke masalah ekonomi dan sosial," paparnya.
Negara negara di dunia, kata Suhariyanto, berupaya menyelamatkan pertumbuhan ekonomi dengan mengutamakan kesehatan rakyatnya. Hal tersebut juga dilakukan oleh Indonesia.
"Virus Corona juga enghantam UMKM hingga koorporasi. Banyak kebijkan yang dilakukan oleh berbagai negara semuanya mengutamakan kesehatan," tandasnya.
Advertisement
Pertumbuhan Ekonomi Minus 5,32 Persen di Kuartal II-2020, Indonesia di Ambang Resesi
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II 2020. Di atas prediksi, ekonomi Indonesia mengalami minus 5,32 persen.
Sebelumnya, pemerintah memproyeksi ekonomi Indonesia akan terkontraksi di angka -4,3 persen. Hal ini diungkapkan Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, ekonomi Indonesia juga terkontraksi secara year quartal to quartal (q to q) yang sebelumnya 2,97 persen (kuartal I 2020).
"Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia semester I 2020 dibandingkan semester I 2019 terkontraksi 1,29 persen," ujar Suhariyanto dalam konferensi pers virtual, Rabu (5/8/2020).
Dirinya menjelaskan, pandemi Corona yang melanda Indonesia sejak awal tahun menjadi penyebab utama penurunan ini.
Pandemi Covid-19 telah menciptakan efek domino dari masalah sosial dan ekonomi, dan dampaknya menghantam seluruh lapisan masyarakat mulai dari rumah tangga, UMKM hingga korporasi.
Harga komoditas migas dan hasil tambang di pasar internasional pada kuartal II 2020 secara umum mengalami penurunan baik q to q maupun yoy, sementara harga komoditas makanan seperti gandum, minyak kelapa sawit dan kedelai mengalami penurunan q to q, tetapi meningkat secara yoy.
"Di satu sisi negara mengutamakan kesehatan dengan menerapkan lockdown, PSBB dan lainnya, di sisi lain pemerintah juga berupaya agar tingkat ekonomi berjalan. Dan untuk menyeimbangkannya bukan persoalan gampang. Dan bisa dilihat, banyak negara yang mengalami kontraksi," kata Suhariyanto.Â