Kebutuhan Elpiji 3 Kg Capai 7,50 Juta Metrik Ton di 2021

Kebutuhan rata rata gas elpiji saat ini untuk rumah tangga mencapai 75 persen dari total ketersediaan.

oleh Liputan6.com diperbarui 31 Agu 2020, 20:20 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2020, 20:20 WIB
Subsidi Energi
Pekerja mereproduksi tabung gas elpiji 3 kg di Depot LPG Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (29/1). Pemerintah dan Badan Anggaran DPR menyepakati kenaikan anggaran subsidi energi Rp 4,1 triliun di tahun 2019 menjadi Rp 160 triliun. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) memperkirakan kebutuhan elpiji 3 kilogram (kg) naik menjadi 7,50 juta metrik ton pada 2021. Kenaikan tersebut dengan mempertimbangkan kebutuhan gas yang terus meningkat terutama di masa pandemi Virus Corona.

CEO Commercial & Trading Subholding Pertamina Masud Khamid mengatakan, hingga pertengahan tahun ini realisasi penyaluran elpiji bersubsidi mencapai 4,11 juta metrik ton. Sedangkan hingga akhir tahun, ditaksir penyaluran subsidi dapat mencapai 7,06 juta metrik ton.

"Ini kondisinya. Apalagi selama pandemi ini, konsumsi elpiji bersubsidi semakin naik. Sedangkan elpiji yang non-PSO turun. Hal ini juga dipengaruhi tutupnya beberapa restoran beberapa waktu lalu saat PSBB yang menurunkan konsumsi non PSO," ujarnya dalam rapat kerja dengan DPR, Jakarta, Senin (31/8).

Masud merinci, kebutuhan rata rata gas elpiji saat ini untuk rumah tangga mencapai 75 persen dari total ketersediaan. Sedangkan 20 persennya diserap kelompok UMKM untuk kebutuhan usaha. Kemudian, sisanya sekitar 5 persen diserap oleh para petani.

"Apalagi seperti saat musim kemarau, para petani memilih untuk menggunakan elpiji dibandingkan memakai diesel agar lebih efisien," kata Masud.

Perusahaan pelat merah tersebut mengusulkan adanya langkah substitusi dari penggunaan elpiji subsidi apabila pemerintah tidak ingin APBN terus membengkak karena menutup kebutuhan masyarakat. Apabila tidak ada konversi maka konsumsi elpiji dipastikan terus naik dari tahun ke tahun.

"Kebutuhan rumah tangga 1 hingga 5 itu butuh 15 kg per bulan. Jadi, setahun 180 kg. Kalau kita melakukan konversi 1,1 juta. Jadi 1,1 juta kali 180 kg. 240 metrik ton kebutuhan tambahan di luar bisnis. Jadi hitungan kami dengan situasi ini maka di 7,5 juta metrik ton. Ini di batas bawah kami," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan video pilihan berikut ini:

Kuota Gas Elpiji 3 Kg Kerap Habis Akibat Banyak Dikonsumsi Warga Mampu

Stok LPG
Pekerja mengisi tabung gas kapasitas 3 Kg di SPBE (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji), Srengseng, Jakarta, Jumat (3/5/2019). PT Pertamina (Persero) menjamin pasokan LPG aman terkendali selama periode Ramadan hingga Lebaran dan tidak ada kenaikan harga. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Pemerintah sejatinya menyediakan gas elpiji 3 kilogram (kg) bagi warga tak mampu. Namun disayangkan hingga hari ini masih banyak kelompok masyarakat mampu yang memakainya.

Dampak dari ini, kuota gas elpiji 3 kg kerap habis di tengah jalan hingga akhirnya terjadi kelangkaan. Warga tak mampu pun akhirnya dirugikan.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai, kelangkaan gas elpiji 3 kg menjadi masalah klasik yang selalu timbul setiap tahun. Ini terjadi karena, gas yang seharusnya menjadi hak masyarakat miskin, justru digunakan kelompok masyarakat mampu.

“Masyarakat mampu, masih banyak kedapatan mengunakan elpiji ukuran tiga kilogram. Ini juga terjadi karena disparitas harga dengan elpiji non subsidi yang masih besar,” ujar dia, Rabu (5/7/2020).

Masyarakat mampu pun diminta tidak menggunakan gas elpiji 3 kg, karena merugikan kelompok masyarakat lain dan juga para pedagang kecil yang memang lebih berhak mendapatkannya.

Jika kelompok masyarakat mampu masih bandel menggunakan gas elpiji 3 kg maka bisa dipastikan kuota yang ditetapkan BPH Migas, akan jebol. Pada akhirnya, justru memberatkan Pertamina dan keuangan negara.

“Setiap kali over, maka ini menjadi tanggungan Pertamina. Sementara ketika kuota jebol dan terpaksa ditambah oleh Pertamina, belum tentu juga diganti pemerintah karena masih perlu dihitung selisihnya dan tergantung audit BPK," jelas dia.

Yang pasti, ia berharap masyarakat juga tidak panik, karena Pertamina juga selalu bergerak cepat jika terjadi kelangkaan. Meski begitu, ia mendorong masyarakat beralih ke produk-produk gas lain milik Pertamina terutama non subsidi.

"Pertamina saya kira pasti sigap dengan melakukan operasi pasar untuk daerah yang terjadi kelangkaan sampai kondisi normal kembali," ujar dia.

Dia memperkirakan jika beban supsidi naik terus, akan menyebabkan beban kekuangan negara bisa terganggu. Apalagi, ditambah saat ini 70 persen elpiji masih impor. Jika subsidi terus, maka defisit transaksi berjalan akan semakin tinggi.

“Perlu ada kebijakan dalam mengendalikan elpiji 3 kg dimana salah satunya adalah distribusi tertutup. Ini lebih jelas asalkan datanya beneran tepat sasaran. Jangan sampai ada kesalahan data," ungkap dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya