Liputan6.com, Jakarta Kasus kekerasan seksual yang dilakukan residen Program Pendidikan Dokter Spesialis atau PPDS Anestesi Unpad sempat menimbulkan berbagai dugaan. Salah satunya tentang jumlah pelaku.
Sempat beredar kabar bahwa pelaku kekerasan seksual pendamping pasien di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung adalah dua residen. Namun, hal ini belum dapat dipastikan oleh berbagai pihak termasuk pihak Universitas Padjadjaran (Unpad).
Baca Juga
Saat tim Health Liputan6.com mengonfirmasi terkait jumlah pelaku, Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad, Dandi Supriadi, menyatakan bahwa pihaknya menanggapi kasus sesuai laporan yang diterima. Yang mana dalam laporan itu hanya ada satu pelaku.
Advertisement
“Khusus untuk pertanyaan kedua (soal jumlah pelaku), izin saya konfirmasi bahwa kami menanggapi kasus sesuai laporan ke kami, yaitu kasus dr. PAP. Mengenai kemungkinan ada pelaku lain, kami tidak berani berkomentar karena itu sudah jadi wilayah konfirmasi kepolisian,” ujar Dandi lewat pesan singkat kepada Health Liputan6.com, Kamis (10/4/2025).
Sementara itu, melalui keterangan video, Rektor Universitas Padjadjaran, Arief S. Kartasasmita, menyampaikan bahwa pihaknya merasa prihatin atas terjadinya kasus ini.
“Dan secara umum Unpad tidak akan mentolerir segala macam bentuk pelanggaran hukum dan pelanggaran norma yang ada di Universitas Padjadjaran. Kita lembaga pendidikan tentu tidak akan memberi ruang sama sekali bagi terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan mahasiswa, baik di tempat praktik maupun di lingkungan Unpad secara umum,” ujar Arief dalam video yang dibagikan kepada Health Liputan6.com.
Sanksi Tegas Unpad bagi Mahasiswa Pelanggar Hukum
Arief menambahkan, Unpad mengambil langkah tegas terhadap yang bersangkutan. Dia menyebut bahwa dokter residen anestesi Unpad yang terlibat akan dikenakan sanksi berat berupa pemutusan studi.
Meskipun proses hukum masih berlangsung, Unpad menilai bahwa bukti-bukti awal sudah cukup menunjukkan adanya dugaan kuat tindakan pidana yang dilakukan oleh dokter Unpad tersebut.
"Sehingga kami akan segera mengeluarkan dan ada aturan internal di Unpad yang menyatakan bahwa setiap mahasiswa, dosen, maupun karyawan yang melakukan tindakan pidana akan kami berikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku," kata Prof. Arief menjawab pertanyaan dari Health Liputan6.com.
Advertisement
Pastikan Pendampingan untuk Korban
Selain memberikan sanksi kepada pelaku, Unpad juga memastikan pendampingan kepada korban. Proses ini dilakukan dengan berkoordinasi bersama RSHS, kepolisian, dan Kementerian Kesehatan.
Pendekatan holistik ini bertujuan untuk menjamin keadilan bagi korban serta memastikan proses hukum berjalan sebagaimana mestinya, termasuk untuk kasus yang melibatkan dokter residen anestesi Unpad di rumah sakit pendidikan.
"Mudah-mudahan dapat terjadi keadilan bagi korban," ujar Rektor Unpad saat menjelaskan langkah lanjutan terhadap dokter Unpad yang sedang menjalani proses hukum.
Upaya Preventif Unpad
Lebih lanjut Prof. Arief menyatakan keprihatinannya dan juga penyesalan untuk korban. "Semoga ini tidak terjadi lagi di masa yang datang pada mahasiswa Unpad," tambahnya.
Sebagai upaya preventif, Unpad akan memperketat pengawasan di seluruh jenjang pendidikan, baik spesialis maupun non-spesialis. Hal ini merupakan respons langsung atas kasus yang menimpa dokter residen FK Unpad, khususnya di program pendidikan kedokteran spesialis yang berlokasi di rumah sakit pendidikan.
Diketahui bahwa pelaku merupakan dokter residen anestesi Unpad dari Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran. Terkait hal ini, Unpad telah melakukan koordinasi intensif dengan Dekan Fakultas Kedokteran Unpad, Direktur Utama RSHS, serta Kementerian Kesehatan untuk memastikan penanganan kasus berjalan secara menyeluruh dan lintas lembaga.
"Jadi, tidak hanya berbicara mengenai masalah pendidikan saja, tetapi secara lengkap adalah bagaimana pengawasan masalah didik dan juga masalah perundungan-perundungan, juga masalah-masalah lain terkait dengan proses pendidikan spesialis, khususnya di rumah sakit pendidikan," ujar Prof. Arief.
Kemudian, Prof. Arief, menambahkan, "Ini akan kami coba lakukan ke depan agar tidak lagi terjadi atau minimal akan diminimalisir sekecil mungkin peluang-peluang yang akan memberikan kesempatan terjadinya pelanggaran-pelanggaran."
Komitmen Unpad sebagai institusi pendidikan tinggi diwujudkan melalui langkah-langkah tegas dan sistematis. Rektor menegaskan bahwa integritas dan profesionalisme dokter Unpad harus dijaga, demi menciptakan lingkungan akademik yang aman, beretika, dan berkeadilan.
Advertisement
Tanggapan Wakil Menteri Kesehatan
Di hari yang sama, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono telah angkat bicara soal kasus kekerasan seksual yang dilakukan PPDS Anestesi Unpad.
“Jadi pemerintah sangat prihatin dengan kejadian itu, kami sudah koordinasi dengan pihak rumah sakit dan lembaga pendidikan," kata Dante usai lakukan Cek Kesehatan Gratis di Puskesmas Kelapa Gading, Jakarta (10/4/2025).
Lebih lanjut, Dante menyebut residen PPDS pelaku kekerasan seksual pun telah dibekukan dari aktivitas pendidikannya.
"Yang bersangkutan sementara dibekukan proses pendidikannya, diberhentikan dari aktivitas pendidikan bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran,” kata Dante usai lakukan Cek Kesehatan Gratis di Puskesmas Kelapa Gading, Jakarta (10/4/2025).
Pihak Dante juga sudah bersurat ke pihak Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) agar surat tanda registrasi (STR) tersangka dicabut.
“Kalau sudah dicabut surat tanda registrasinya kan berarti yang bersangkutan juga tidak punya surat izin praktik. Ini penting, nah nanti karena ini sudah masuk ke ranah kriminal maka kasusnya akan kami serahkan ke Polda Jawa Barat,” jelas Wamenkes Dante.
Secara sistem, sambungnya, Kemenkes memberhentikan sementara proses pendidikan spesialis anestesi di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung yang merupakan tempat kejadian perkara (TKP).
“Secara sistem kami menghentikan sementara pendidikan spesialis anestesi di RSHS selama satu bulan untuk melakukan konsolidasi, untuk melakukan perbaikan, dan pengawasan yang lebih optimal,” pungkasnya.
