Tekan Dampak Resesi, Masyarakat Diminta Beraktivitas Secara Normal

Di situasi ekonomi sulit akibat pandemi Covid-19 seperti saat ini masyarakat diimbau tetap tenang.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Okt 2020, 17:20 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2020, 17:20 WIB
FOTO: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Kuartal III 2020 Masih Minus
Pemandangan deretan gedung dan permukiman di Jakarta, Rabu (1/10/2020). Meski membaik, namun pertumbuhan ekonomi kuartal III 2020 masih tetap minus. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Chief Economics Danareksa Research Institute, Moekti Prasetiani Soejachmoen, meminta masyarakat tetap tenang dalam menyikapi potensi resesi secara teknis di tahun ini. Sebab, terjadinya resesi dinilai bukan merupakan akhir segalanya.

"Di kuartal II kita minus sebesar 5,32 persen dan di kuartal III diperkirakan akan minus walaupun tidak sebesar kuartal II, berarti secara teknis masuk resesi. Namun, kita tidak terlalu terpaku pada kata-kata resesi itu sendiri. Karena resesi itu suatu yang bukan segalanya," tegas dia dalam webinar bertajuk "Merajut Asa 2021: Vaksin Bikin Makin Yakin", Kamis (15/10).

Menurutnya, justru di situasi ekonomi sulit akibat pandemi Covid-19 ini masyarakat diimbau tetap tenang. Sehingga dapat melakukan aktivitas ekonomi secara normal.

Diantaranya dengan tetap melakukan aktivitas produksi untuk memenuhi permintaan dari dalam dan luar negeri. Serta tidak menahan kegiatan konsumsi untuk menstimulus faktor permintaan di masa kedaruratan kesehatan ini.

Alhasil, sambung dia, akan mampu mendorong proses percepatan pemulihan ekonomi nasional. Juga mengurangi tingkat kedalaman potensi resesi yang terjadi di Indonesia.

"Jadi, untuk segera keluar dari situasi ini maka kita perlu melakukannya kegiatan ekonomi baik berbelanja maupun produksi. Kalau tidak nanti malah resesi makin dalam karne kita tidak melakukan kegiatan ekonomi," terangnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2020 sebesar 0 persen hingga -2 persen. Apabila nantinya ekonomi tercatat negatif maka secara teknik Indonesia masuk zona resesi. Meski demikian, hal ini bukan sesuatu yang sangat buruk.

"Kalau kita lihat aktivitas masyarakat sama sekali belum normal. Oleh karena itu, kalau secara teknik nanti kuartal III ada di zona negatif maka resesi itu terjadi. Namun itu tidak berarti bahwa kondisinya adalah sangat buruk," ujar Sri Mulyani usai rapat kerja dengan DPR, Jakarta, Senin (7/9).

Sri Mulyani melanjutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih jauh lebih baik dibanding negara-negara lainnya yang mengalami kontraksi ekonomi hingga negatif 20 persen. Bahkan negara-negara tersebut sudah lebih dulu memasuki zona resesi dibandingkan dengan Indonesia.

"Karena kalau kita lihat, kontraksinya lebih kecil dan menunjukkan adanya pemulihan di bidang konsumsi, investasi melalui dukungan dan belanja pemerintah akselerasi cepat. Dan kita juga berharap ekspor sudah mulai baik, kita lihat satu bulan atau beberapa bulan terakhir terjadi kenaikan yang cukup baik," paparnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ekonomi Masih Melambat, Pemerintah Pastikan Indonesia Masuk Jurang Resesi

Target Pertumbuhan Ekonomi
Gedung bertingkat mendominasi kawasan ibu kota Jakarta pada Selasa (30/7/2019). Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama dengan pemerintah menyetujui target pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran angka 5,2% pada 2019 atau melesat dari target awal 5,3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu buka-bukan mengenai kondisi perlambatan ekonomi yang terjadi akibat pandemi Covid-19. Perlambatan ekonomi, menurutnya sudah terjadi pada kuartal I-2020, di mana saat itu pertumbuhan ekonomi RI hanya tumbuh 2,97 persen.

"Tentang perlambatan perekonomian kita itu memang sebenarnya kalau kita lihat dari kuartal I pun sudah mulai terjadi," kata dia dalam diskusi FMB, di Jakarta, Selasa (6/10).

Padahal, pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir berada di kisaran rata-rata 5 persen setiap tahunnya. Namun akibat pandemi Covid-19, seluruh ekonomi dunia termasuk Indonesia mengalami kontraksi cukup dalam.

Dia menyebut ketika perekonomian bergerak di bawah tren, yang sebenarnya sudah mulai terjadi di kuartal pertama, maka Indonesia sudah masuk masa resesi. Namun pemerintah belum yakin. Karena masih menunggu kuartal II dan III berikutnya.

"Namun terbukti kuartal II semakin buruk dalam sekali, kuartal ketiga juga masih di bawah tren nah ini sekarang kita sudah yakin bahwa ini adalah yang kita sebut perlambatan atau beberapa teman menyebutnya resesi," kata dia.

Kendati begitu, hal ini bukan merupakan sesuatu persoalan besar terjadi di Indonesia. Sebab, tahun ini hampir tidak ada perekonomian di dunia yang tidak terkontraksi perekonomiannya. Bahkan pertumbuhan ekonominya tidak negatif itu hampir tidak ada, mayoritas negara-negara di seluruh dunia itu pertumbuhan ekonomi justru negatif.

"Indonesia kalau kita lihat nanti ke dengan apa yang sudah terjadi di kuartal kedua lalu perbaikan di kuartal ketiga harapannya terus nanti menguat di kuartal keempat proyeksi kita untuk 2020 ini kan tidak akan sedalam dibandingkan perekonomian perekonomian yang lain," kata dia.

Seperti diketahui, pemerintah membatasi atau memproyeksikan ekonomi di tahun ini berada dikisaran minus 1,7 persen sampai dengan minus 0,6 persen. Proyeksi tersebut juga tidak berbeda jauh dengan apa yang diramalkan oleh lembaga-lembaga keuangan dunia.

"Dan harus kita lakukan supaya basis kita untuk tumbuh di 2021 itu cukup. Jangan sampai kita terlalu jauh terkoreksinya di 2020 sehingga 2021 kita tidak bisa pulih lebih cepat," tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya