Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia terus berkomitmen mengembangkan industri sagu nasional baik di hulu sampai ke hilir. Bahkan pengembangan sagu nasional tidak menutup kemungkinan ke depan akan dimasukan ke dalam proyek strategis nasional (PSN).
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pemerintah sendiri sebetulnya sudah memasukan program sagu dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJMN) 2020-2024. Artinya, pemerintah sudah atau sejak awal memandang sagu sebagai bagian penting dan strategis bagi ketahanan pangan nasional.
"Hilirisasi produk sagu ini diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat dan juga bangsa. Nilai tambah juga bagi penyerapan tenaga kerja, peningkatan potensi pajak dan pendapatan asli daerah yang pada akhirnya akan tingkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut," kata dia dalam Peluncuran Pekan Sagu Nasional 2020, di Jakarta, Selasa (20/10).
Advertisement
Dia melanjutkan, pemaanfaatan sagu ini juga sejalan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo dalam melakukan pembangunan indonesia melalui wilayah pinggiran. Di mana 50,33 persen total tanaman sagu berada di tanah Papua, Sehingga pemerintah telah jadikan program peningkatan pengelolaan sagu nasional sebagai salah satu program prioritas.
"Banyak yang tidak memahami, mengetahui bahwa pemerintah sudah masukan program sagu dalam rencana pembangunan jangka menengah 2020-2024," katanya.
Dia melanjutkan, sebetulnya nanyak bentuk produk turunan sagu. Seperti glukosa dan dextrin. Glukosa sendiri dihasilkan dari pemanfaatan pati dan dapat dimanfaatkan untuk jadi ethanol sebagai bahan pengganti fossil fuel dan fruktosa yang bisa dipergunakan dalam industri makanan minuman. Selain itu glukosa dapat juga dijadikan asam organik untuk industri kimia dan farmasi, serta sektor energi,
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Industri Farmasi
Kemudian sagu juga dapat dimanfaatkan untuk jadi dextrin yang bisa dimanfaatkan untuk industri kayu, kosmetik, farmasi dan pestisida. "Bisa dibayangkan betapa besarnya potensi ketika kita kembangkan downstream dari produk sagu ini sendiri," jelasnya.
Agus mengatakan, sejauh ini baru ada 5,9 persen lahan sagu yang bisa dimanfaatkan. Sehingga tentu pemerintah melihat sisi positifnya, di mana room to grow masih besar. "Potensi untuk tumbuh masih sangat besar. Oleh sebab itu pemerintah berkomitmen untuk mengawal tumbuhnya industri berbasis sagu maupun sagu sebagia bahan pangan," ungkapnya.
Di sisi lain, penyerapan tenaga kerja juga masih rendah di sektor ini tercatat hanya ada 280 ribu keluaga. Untuk itu, jika pemerintah bisa dorong pemanfaatan lahan sagu yang ada di tanah Papua dari 5 persen rata-rata jadi 15 persen saja, betapa besar penyerapan tenaga kerja yang bisa dimanfaatkan di sana.
Dwi Aditya Putra
Merdeka.com
Advertisement