Liputan6.com, Jakarta Sesuai Peraturan Menteri Pertanian atau Permentan Nomor 98 Tahun 2013, Perusahaan Perkebunan yang mengajukan IUP-B atau IUP dengan luas 250 (dua ratus lima puluh) hektar atau lebih, berkewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dengan luasan paling kurang 20% (dua puluh perseratus) dari luas areal IUP-B atau IUP. Pendanaannya sendiri bisa berasal dari kredit, bagi hasil maupun bentuk pendanaan lain sesuai kesepakatan.
Selain itu, perusahaan juga wajib bermitra dengan pekebun, karyawan dan masyarakat sekitarnya. Kemitraan melalui pola kerja sama penyediaan sarana produksi, produksi, pengolahan dan pemasaran, transportasi, operasional, kepemilikan saham dan atau jasa pendukung lainnya
Baca Juga
Dikutip dari Media Perkebunan, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Ditjen Perkebunan Kementan Dedi Junaedi mengatakan dalam semua regulasi yang keluar sesudahnya baik Inpres Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit, Inpres Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024 dan Perpres 44 tahun 2020 tentang ISPO, maka fokus utamanya adalah pemberdayaan petani kelapa sawit lewat perbaikan tata kelola.
Advertisement
PSR dengan dana hibah dari BPDPKS, dikatakan oleh Junaedi merupakan pintu masuk perbaikan tata kelola perkebunan sawit rakyat.
Permentan Nomor 15 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Pertanian nomor 07 tahun 2019 tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan kelapa sawit juga akan menguatkan petani kelapa sawit. Di dalamnya termasuk peningkatan SDM, infrastruktur, kelembagaan dan prakondisi menuju ISPO. Tahun ini diharapkan bisa dimanfaatkan petani untuk penataan kelembagaan yang lebih baik lagi.
Lebih lanjut, Junaedi menjelaskan bahwa Kepmentan 883 tahun 2019 sudah menetapkan luas tutupan kelapa sawit. Dari data ini sekarang sedang dirinci lagi berapa luas perusahaan, perkebunan rakyat, juga yang masuk dalam kawasan hutan baik perusahaan maupun rakyat. Pemerintah sedang berusaha menyelesaikan masalah kebun sawit yang masuk dalam kawasan hutan dengan koordinasi Deputi VI Kemenko Perekonomian.
Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) tanpa kebun yang sudah terlanjur berdiri sudah diakomodir lewat Permentan nomor 21 tahun 2017 yaitu harus memperoleh 20% bahan baku dari kebun sendiri baik berupa HGU maupun hak pakai. PKS tanpa kebun yang mengganggu kemitraan yang sudah berjalan bisa dikenakan sanksi.
Beberapa provinsi sudah menerbitkan aturan seperti Kaltara, Kaltim. Peran dinas yang membawahi perkebunan sangat sentral. PKS ini tidak boleh menampung TBS dari petani yang sudah menjalin kemitraan. PKS wajib melakukan kemitraan dengan petani lewat koperasi dan beberapa daerah sudah menerbitkan aturan seperti Pergub Jambi; Perbup Sanggau, Pelalawan, Tanah Laut.
Â
(*)