Cadangan Energi Fosil Terbatas, PPSDM KEBTKE Dorong Pengembangan Biohidrokarbon

pemerintah kini aktif mendorong pengembangan BBN biohidrokarbon yang karakteristiknya sama atau bahkan lebih baik daripada BBM berbasis fosil

oleh Gilar Ramdhani diperbarui 04 Nov 2020, 20:07 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2020, 20:07 WIB
Cadangan Energi Fosil Terbatas, PPSDM KEBTKE Dorong Pengembangan Biohidrokarbon
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia ESDM, Prahoro Yulijanto Nurtjahyo.

Liputan6.com, Jakarta Seiring dengan semakin terbatasnya cadangan energi fosil di Indonesia, pemerintah kini aktif mendorong pengembangan BBN biohidrokarbon yang karakteristiknya sama atau bahkan lebih baik daripada senyawa hidrokarbon/BBM berbasis fosil. 

“BBN Biohidrokarbon yang ramah lingkungan dapat langsung digunakan (drop-in) sebagai substitusi BBM fosil tanpa perlu penyesuaian mesin kendaraan. BBN biohidrokarbon dapat dibedakan menjadi green-gasoline, green-diesel, dan bioavtur,” ungkap Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia ESDM, Prahoro Yulijanto Nurtjahyo dalam Webinar bertajuk “Menyongsong Era Biohidrokarbon Di Indonesia” melalui aplikasi Zoom, dan Live streaming Youtube, dan Facebook PPSDM KEBTKE. 

Dalam acara webinar kali ini, turut hadir, Andianto Hidayat, VP Downstream Research Technology Innovation PT. Pertamina, Lies Aisyah Peneliti – PPPTMGB Lemigas Kementerian ESDM, Tatang Hernas Soerawidjaja Ketua Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (IKABI)/ITB.

Lebih lanjut Prahoro menyampaikan bahwa “Kita patut bangga bahwa Indonesia adalah negara pertama yang berhasil mengimplementasikan B30 dengan bahan baku utama bersumber dari kelapa sawit”.

“Besar harapan kami, melalui Webinar kali ini, dapat menambah wawasan kita dalam menyongsong era biohidrokarbon di indonesia,” pungkasnya. 

Tatang Hernas Soerawidjaja, Ketua Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (IKABI)/ITB menyampaikan bahwa Abad ke-20 adalah abad perekonomian hidrokarbon, minyak bumi, alias sumber daya hidrokarbon fosil, adalah penggerak utama pertumbuhan ekonomi dunia

“Energi adalah darah atau oksigennya perekonomian dan minyak bumi adalah sumber daya utama energi di abad ke-20. Berkembang pesatnya pembangunan Indonesia di era Orde Baru (1967 – 1998) juga karena negara kita memanfaatkan minyak bumi sebagai basis pertumbuhan ekonomi. Di masa itu Indonesia adalah negara pengekspor netto minyak bumi,” ujar Tatang.

 

Kekayaan Nabati Indonesia 

Lebih lanjut Tatang mengatakan sejak 2004 Indonesia telah menjadi importir netto minyak bumi dan impornya melaju cepat dari tahun ke tahun.

“Mengapa Tuhan Yang Maha Esa membuat indonesia lebih cepat mengalami kekurangan minyak bumi?, jawaban saya adalah supaya bangsa Indonesia beralih fokus ke kekayaan nabati/hayati yang dianugerahkanNYA kepada kita di tanah air ini dan memanfaatkan sumber daya bahan bakar terbarukan tersebut sebaik-baiknya,” ungkapnya.

Indonesia dianugerahi kekayaan nabati luar biasa yang memungkinkannya menjadi pusat biohidrokarbon dunia dan negara maju di era perekonomian berbasis nabati (bio-based economy).

Semoga naluri/insting berinovasi anak-anak bangsa indonesia memadai untuk memberdayakan kekayaan nabati luar biasa tersebut menjadi penggerak pertumbuhan tangguh dan pesat perekonomian negeri kita.

Lies Aisyah Peneliti - PPPTMGB Lemigas Kementerian ESDM mengungkapkan pengembangan Bahan Bakar Nabati Energi dimaksudkan mengurangi ketergantungan pada impor minyak dan untuk menggantikan bahan bakar minyak jenis solar dan bensin.

“Untuk bahan bakar minyak jenis minyak solar, telah disubstitusi sampai 30% (B30),” kata Lies Aisyah.

 

 

Kebijakan Biohidrokarbon dan Perumusan Standar Mutu

Kebijakan mandatori biodiesel dan pengembangan biohidrokarbon/green fuels mutlak dilakukan untuk mendorong ketahanan energi nasional, penghematan devisa negara dan pengurangan emisi CO2.

Penyusunan arah kebijakan biohidrokarbon dan perumusan standar dan mutu (spesifikasi) green fuel menjadi prioritas utama.

“Produk hasil co-processing RU II Dumai (Co-processing 12,5% sawit untuk menghasilkan minyak solar) serta RU III Plaju (Co-processing 7,5% dan 15% sawit untuk menghasilkan bensin) memiliki karakteristik dan spesifikasi sesuai bahan bakar eksisting dan dapat dikomersialisasikan, ungkapnya.

Sementara itu, Andianto Hidayat, VP Downstream Research Technology Innovation PT. Pertamina  mengatakan bahwa Green Diesel Pertamina/D100, sejak tahun 2010 mulai menjajaki teknologi pengolahan bahan baku nabati dari Palm Oil (CPO, RBDPO, UCO dan sejenisnya) menjadi bahan bakar berkualitas tinggi. RBDPO 100% dengan hidrogen dan katalis khusus menghasilkan produk Green Diesel D100.

"Pertamina perlu dukungan dari pemerintah untuk membangun kilang pengolahan atau refinery untuk memproduksi green diesel," imbuhnya.

Berkaitan dengan hal tersebut, PPSDM KEBTKE berkomitmen dan mendukung pada zona Integritas untuk menuju WBK (Wilayah Bebas Korupsi) dan WBBM (Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani) melalui “GOOD GOVERNANCE AND CLEAN GOVERNMENT”, ragam upaya peningkatan layanan dilaksanakan di semua lini.

 

(*)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya