Sejak 2005, Kendaraan Bermotor Tak Cocok Lagi Konsumsi BBM premium

Pemerintah didorong untuk segera menghapus penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan Ron 88 atau sekelas Premium dalam waktu dekat.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Des 2020, 12:15 WIB
Diterbitkan 03 Des 2020, 12:15 WIB
20150930-Pom Bensin-BBM-SPBU-Jakarta
Aktivitas pengisian BBM di SPBU Cikini, Jakarta, Rabu (30/9/2015). Menteri ESDM, Sudirman Said menegaskan, awal Oktober tidak ada penurunan atau kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) baik itu bensin premium maupun solar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ahli Bahan Bakar dan Pembakaran KK- Konversi Energi Institut Teknologi Bandung (ITB), Tri Yuswidjajanto Zaenuri mendorong pemerintah untuk segera menghapus penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan Ron 88 atau sekelas Premium dalam waktu dekat.

Bahkan, kata Tri, Premium seharusnya sudah dihapus sejak 2005 lalu. Menyusul kesepakatan pemerintah untuk mengimplementasikan Euro 2 di tanah air.

"Rencana penghapusan Premium ini harus juga segera dilakukan pemerintah. Dan seharusnya sejak implementasi euro 2 di Indonesia pada 2005 tidak ada lagi kendaraan yang sesuai dengan BBM Premium RON 8," tuturnya dalam webinar bersama YLKI, Kamis (3/12)

Tri mengungkapkan, saat ini teknologi mesin pada seluruh kendaraan telah mengalami tranformasi mengikuti regulasi atas emisi gas buang. Tujuannya agar emisi gas buang yang dihasilkan tidak melewati ambang batas (uji tipe) juga dalam rangka menekan polusi udara untuk kualitas kehidupan yang lebih baik.

"Karena jika tidak mengikuti anjuran pabrik untuk menggunakan bahan bakar dengan oktan tertentu akan berdampak buruk pada mesin. Sehingga, tenaga yang dihasilkan oleh mesin juga dapat berkurang, karena terjadi penumpukan karbon di ruang bakar.

Oleh karena itu, saat ini pengguna kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat dianjurkan untuk tidak sembarangan dalam mengisi BBM. Musababnya, setiap kendaraan memiliki spesifikasi masing-masing sesuai dengan kapasitas kinerja mesinnya.

"Sehingga, keuntungan menggunakan BBM sesuai rekomendasi pabrik dengan nilai RON lebih baik akan baik bagi mesin. Sehingga performa mesin lebih bagus dan pengeluaran perbaikan kendaraan juga akan lebih rendah," terangnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Imbas BBM RON Rendah, DKI Jakarta Gelontorkan Rp 38 T Akibat Polusi Udara

Polusi Udara
Ilustrasi polusi udara (Foto: Autonews)

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK mendukung upaya rencana penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tidak ramah lingkungan di Indonesia. Khususnya BBM jenis Premium dengan nilai RON 88 yang telah membawa kerugian terhadap kesehatan masyarakat.

Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Dasrul Chaniago mencatat total biaya untuk kesehatan di wilayah DKI Jakarta saja telah mencapai Rp38,5 triliun pada 2010. Biaya besar ini mayoritas digunakan untuk pengobatan terkait penyakit pernapasan akibat polusi udara yang di sumbang emisi gas buang kendaraan.

"Biaya kesehatan penduduk Jakarta pada tahun 2010 mencapai Rp38,5 triliun. Diantaranya untuk ISPA, Pneumonia, dan penyempitan saluran pernapasan/paru kronis akibat polusi udara yang sebagainya besar disumbang gas buang kendaraan dari penggunaan BBM yang tidak ramah lingkungan seperti Premium," ujar dia dalam webinar bersama YLKI, Kamis (3/12)

Dasrul menjelaskan, sumbangsih gas buang kendaraan terhadap polusi di wilayah ibu kota sendiri mencapai 70 persen." "Kenapa begini?, karena semua tau hingga saat ini bbm fosil yang mengandung kandungan tidak ramah lingkungan masih mendominasi," paparnya.

Menurutnya, hal ini terhambat dari lakunya penjualan dari jenis BB yang memiliki nilai RON rendah. "Seperti Pertalite itu mencapai 55 persen atau paling besar yang digunakan masyarakat. Lalu, Premium hanya 28 persen, sedangkan Pertamax Turbo itu hanya 0,6 persen dari rata-rata nasional," paparnya.

Untuk itu, pihaknya berharap upaya penghapusan BBM tidak ramah lingkungan yang selama ini gaungkan dapat segera terealisasi. Alhasil dapat menekan tingkat polusi udara yang saat ini dianggap telah mengancam kesehatan masyarakat. "Juga menurunkan emisi di bawah batas ambang yang berlaku," imbuh dia.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya