Harga Biodiesel pada Desember 2020 Naik Jadi Rp 9.505 per Liter

Ketentuan Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati jenis Biodiesel ini efektif berlaku mulai tanggal 1 Desember 2020.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Des 2020, 16:07 WIB
Diterbitkan 05 Des 2020, 16:07 WIB
Uji Coba Penggunaan Bahan Bakar B30
Sampel biodiesel B0, B20, B30, dan B100 dipamerkan saat uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM menetapkan besaran Harga Indeks Pasar (HIP) Bahan Bakar Nabati (BBN) Jenis Biodiesel yang dicampurkan ke dalam bahan bakar minyak selama bulan Desember 2020 sebesar Rp 9.505 per liter. Angka itu naik Rp 176 per liter dari bulan November, yaitu Rp 9.329 per liter.

"Besaran ini belum termasuk biaya ongkos angkut di masing-masing titik serah," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Komunikasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Sabtu (5/12/2020).

Selain biaya ongkos yang besaran maksimalnya diatur, sambung Agung, besaran HIP disusun berdasarkan formula dari besaran konversi Crude Palm Oil (CPO) menjadi Biodiesel sebesar USD85 per MT dengan faktor konversi sebesar 870 kg per m3.

"Ini tertuang dalam Kepmen ESDM No. 182 K/10/MEM/2020 yang dikeluarkan pada bulan September lalu," jelasnya.

Khusus untuk rata-rata harga CPO Kharisma Pemasaran Bersama (KPB) selama periode 25 Oktober sampai 24 November 2020 mencapai Rp 9.705 per kg. Untuk konversi nilai kurs menggunakan referensi rata-rata kurs tengah Bank Indonesia pada periode yang sama sebesar Rp 14.357.

Ketentuan HIP BBN jenis Biodiesel ini efektif berlaku mulai tanggal 1 Desember 2020. HIP BBN sendiri ditetapkan setiap bulan dan dilakukan evaluasi paling sedikit 6 bulan sekali oleh Direktur Jenderal EBTKE.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Saksikan video pilihan berikut ini:

Di Tengah Pandemi, Industri Biodiesel Bantu Ekonomi Pulih

Uji Coba Penggunaan Bahan Bakar B30
Sampel biodiesel B0, B20, B30, dan B100 dipamerkan saat uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6/2019). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, industri biodiesel mendukung program energi hijau yang dicanangkan pemerintah melalui pencampuran biodiesel dengan bahan bakar fosil. Komitmen ketahanan energi ini merupakan dukungan bagi pemerintah yang sedang berjibaku menjaga stabilitas ekonomi bangsa.

“Untuk mendukung program B30, saat ini program terbesar di dunia, produsen biodiesel telah merencanakan penambahan kapasitas produksi. Namun, pandemi Covid-19 mengakibatkan rencana penambahan produksi ditunda,” ujar MP Tumanggor, Ketua Umum Asoasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI) dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (30/11/2020).

Tumanggor menjelaskan penambahan kapasitas produksi mundur pelaksanaannya hingga tahun 2021 dan 2022 setelah adanya penyesuaian kondisi pandemi covid-19. Pada 2020, direncanakan ada penambahan kapasitas produksi sebesar 3,6 juta KL menjadi mundur ke tahun 2021 3,4 juta KL.

Menurutnya kelanjutan program B30 di tahun 2020 dapat berjalan optimal dengan dukungan ketersediaan pasokan bahan baku dan kelancaran kegiatan transportasi logistik. Memang ada kendala tapi dapat teratasi dengan baik. Hal ini terlihat dari data APROBI bahwa produksi dari Januari sampai Oktober 2020 sebesar 7,197 juta Kl. Dari jumlah ini, penyaluran domestik sebesar 7,076 juta Kl dan ekspor sebesar 16.331 Kl.

Ketua Harian APROBI Paulus Tjakrawan menyebutkan bahwa implementasi B30 merupakan upaya memenuhi komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi GRK sebesar 26 persen dari BAU (Business As Usual) pada 2020 dan pengurangan emisi 29 persen pada 2030.

“Kontribusi B30 berdampak positif bagi pengurangan emisi gas rumah kaca, tahun ini diproyeksikan 26 juta ton CO2 ekuivalen, atau 68 persen dari target pengurangan emisi di sektor energi dan transportasi tahun 2020. Sedangkan untuk target pengurangan emisi 2030 pada sektor energi program biodiesel saat ini telah berkontribusi 8,82 persen,” imbuh Paulus.

Dari aspek ekonomi, dikatakan Paulus, tenaga kerja sektor hulu yang terserap sebanyak 1,2 juta, penyerapan biodiesel di dalam negeri menjaga keseimbangan suplai dan permintaan kelapa sawit. Selain itu, harga TBS petani juga stabil mengikuti pergerakan harga CPO. “Tanpa didukung program B30, harga TBS petani bisa tertekan di tengah pelemahan ekonomi dunia,” ujarnya.

Selain itu, program hilirisasi sawit juga bergerak untuk meningkatkan nilai tambah. Dijelaskan Paulus, implementasi biodiesel mampu menggerakkan hilirisasi sawit sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo. Kini, Indonesia tidak lagi dikenal sebagai pemain di sektor hulu melainkan sudah membangun kekuatan hilir.

Paulus menyebutkan pencampuran biodiesel dengan solar mendukung ketahanan dan kemandirian energi nasional. Impor solar dapat terus berkurang dibandingkan tahun-tahun sebelum B30 berjalan. Dampak positifnya adalah defisit neraca dagang dapat berkurang. Implementasi B30 membuat Indonesia menghemat devisa dari impor migas hingga USD 5 miliar sekitar Rp 70 triliun (kurs Rp 14.000)

Saat ini, Kementerian ESDM RI berencana untuk dapat meningkatkan lagi pencampuran kadar biodiesel menjadi B40. Kegiatan penelitian uji coba seperti uji kinerja dan uji jalan yang akan di laksanakan pada tahun 2021 mendatang. Biasanya, dari pengalaman lalu pada uji coba sebelumnya yang membutuhkan waktu sampai 7 hingga 9 bulan lamanya. Selain uji kinerja, dikatakan Paulus, pemerintah telah melakukan juga penyesuaian sementara HIP yaitu CPO + 85 Dollar/Ton.

“Dengan harapan bahwa dengan program B40 mendatang dapat makin meningkatkan harga TBS sawit, sehingga hasil yang maksimal dapat dirasakan pula oleh petani sawit di seluruh Indonesia,” tambahnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya