Tempe dan Tahu Langka, Ternyata Ini Penyebabnya

Masalah utama sulitnya menemukan tempe dan tahu di pasaran karena para pengrajin tahu dan tempe galau naikkan harga.

oleh Tira Santia diperbarui 04 Jan 2021, 10:15 WIB
Diterbitkan 04 Jan 2021, 10:15 WIB
Industri Tahu Rumahan
Pekerja memotong tahu yang baru dicetak, di sebuah industri tahu rumahan di pinggiran Jakarta, Rabu (10/7/2019). Karena populernya, tahu menjadi bagian tak terpisahkan yang ditemui di tempat makan berbagai tingkat sosial di Indonesia, bersama-sama dengan tempe. (AP Photo/Tatan Syuflana)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Didi Sumedi menjelaskan masalah utama sulitnya menemukan tempe dan tahu di pasaran karena para pengrajin tahu dan tempe galau naikkan harga.

“Sebetulnya bukan langka stok kedelainya, sebenarnya stok di Gakoptindo pun ada. Kondisi yang sebenarnya adalah kenaikan harga, sehingga para pengrajin tempe tahu ini jadi ragu harus menaikkan harga, karena ada kenaikan harga kedelai,” kata Didi kepada Liputan6.com, Senin (4/1/2021).

Didi mengatakan saat ini pasokan kedelai masih cukup, para importir selalu menyediakan stok kedelai di gudang importir sekitar 450 ribu ton.

Misalnya jika kebutuhan kedelai untuk para anggota Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) sebesar 150 ribu sampai 160 ribu ton per bulan, maka stok tersebut seharusnya masih cukup untuk memenuhi kebutuhan 3 bulan mendatang.

“Kalau pasokan kedelai masih ada cukup, yang terjadi adalah kenaikkan harga, yang biasanya Rp 7.000 sekarang sampai Rp 9.000 hingga Rp 9.300 yang menjadikan pengrajin tahu tempe galau, karena harus menjual tempe tahunya lebih tinggi,” jelasnya.

Memang hal tersebut disebabkan karena adanya kenaikan harga kedelai internasional, yang biasanya harga kedelai sebesar USD 11,92 per bushels, pada Desember 2020 mengalami kenaikkan hingga 9 persen atau sebesar USD 12,95 per bushels.

Berdasarkan data The Food and Agriculture Organization (FAO), harga rata-rata kedelai pada Desember 2020 tercatat sebesar USD 461 ton, naik 6 persen dibanding bulan sebelumnya yang tercatat USD 435 ton.

Kendati begitu Didi mengungkapkan Kemendag terus memberikan dukungan penuh kepada pengrajin tempe tahu, agar mereka tetap lancar produksinya. Artinya Kemendag ikut menjamin pasokan bahan baku kedelai ini kepada para pengrajin tempe tahu.

“Kita informasikan kepada para importir agar mereka tetap bisa melakukan pelayanan penjualan bahan baku kepada pengrajin dan saya kira mereka sangat berkomitmen tidak ada masalah,” ujarnya.

Adapun Didi berpesan kepada masyarakat untuk tetap membeli tahu dan tempe, karena kandungan protein dan gizinya tinggi. Apalagi dalam masa pandemi covid-19 ini kita membutuhkan imunitas dan kebugaran tubuh yang kuat, terutama tahu dan tempe bisa dibeli dengan harga terjangkau.

“Sebenarnya harga tahu dan tempe masih terjangkau untuk masyarakat dan ini salah satu asupan yang punya protein yang tinggi, maka masyarakat tetaplah membeli tahu dan tempe sekaligus membantu para pengrajin tahu untuk terus berporduksi walaupun ada sedikit kenaikan harga,” pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Harga Tahu dan Tempe di Jabar Naik 30 Persen Mulai 4 Januari 2021

Industri Tahu Rumahan
Pekerja memotong tahu yang baru dicetak, di sebuah industri tahu rumahan di pinggiran Jakarta, Rabu (10/7/2019). Karena populernya, tahu menjadi bagian tak terpisahkan yang ditemui di tempat makan berbagai tingkat sosial di Indonesia, bersama-sama dengan tempe. (AP Photo/Tatan Syuflana)

Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia Jawa Barat (Puskopti Jabar) menyatakan mulai pekan depan tanggal 4 Januari 2021 harga jual tahu dan tempe naik sebesar 20 persen hingga 30 persen. Kenaikan tersebut karena harga bahan baku tahu tempe yaitu kedelai mengalami kenaikan dari awalnya Rp 6.000 - 7.000 per kilogram menjadi Rp 9.400 - 10 ribu per kilogram.

Menurut Ketua Puskopti Jabar Asep Nurdin, untuk kenaikan harga kedelai Rp 9.400-an per kilogram berlaku di perkotaan. Asep mengatakan harga kedelai di daerah mencapai Rp 10 ribu per kilogram.

“Karena kenaikan itulah maka kita berpikir bahwa kita harus naik juga ini. Tempe tahu harus naik harganya tapi kita juga masih mengingat (besaran) harganya, bahwa konsumen tempe tahu itu di (masyarakat) menengah bawah ya. Repot ini antara terus direkayasa terus dengan harga (kedelai) segitu sudah tidak bisa lagi,” ujar Asep seperti ditulis, Minggu (3/1/2021). 

Asep mengaku sebenarnya jika kenaikan harga kedelai masih dianggap normal, masih bisa disiasati dengan menjual tempe tahu kepada konsumen dengan ukuran yang lebih kecil dari biasanya. Siasat lainnya sebut Asep, dapat juga dengan memipihkan ukuran dan mengurangi kadar kedelainya.

Namun dengan harga beli kedelai sekarang, Asep menyebutkan hal itu sudah tidak bisa dilakukan lagi. Akhirnya setelah dilakukan pembicaraan antar produsen tempe tahu pada 28 Desember 2020, disepakati melakukan mogok produksi serentak selama tiga hari.

“Untuk itu kita akan demo selama tiga hari dari tanggal 1 - 3 Januari 2021 dengan tidak memproduksi dan menjual tempe tahu. Ini tidak ada paksaan, hanya bagi produsen dan penjual tempe tahu yang akan mengikuti saja. Tapi yang ikut sekarang mayoritas banyak yang ikut,” kata Asep.

Janji Pemerintah

Industri Tahu Rumahan
Pekerja memproduksi tahu di sebuah industri tahu rumahan di pinggiran Jakarta, Rabu (10/7/2019). Karena populernya, tahu menjadi bagian tak terpisahkan yang ditemui di tempat makan berbagai tingkat sosial di Indonesia, bersama-sama dengan tempe. (AP Photo/Tatan Syuflana)

Asep menjelaskan aksi mogok produksi dan berjualan ini, sekaligus pemberitahuan kepada konsumen soal rencana kenaikan harga jual tempe tahu pada pekan nanti. Jika harga jual tempe tahu ingin kembali stabil ucap Asep, maka pemerintah harus mengucurkan subsidi pembelian impor kedelai dari Amerika Serikat dikisaran Rp 2.000 - Rp 3.000 per kilogram.

Alasannya jelas Asep, jauh hari sebelumnya pemerintah pernah menjanjikan hal itu kepada produsen tempe tahu. Tetapi sampai kini belum ada realisasinya.

“Pemerintah harus serius menangani swasembada kedelai. Itu program adakan dari APBN tapi enggak jalan - jalan ini sama sekali. Agar kita tidak tergantung lagi kepada importir, kita punya kedelai sendiri, kita olah sebagus mungkin,” ucap Asep.

Apabila Indonesia memiliki kedelai sendiri, Asep mengaku tidak masalah harga jual tempe tahu ke konsumen dinaikkan. Karena lanjut Asep, hal itu menguntungkan terhadap petani kedelai dalam negeri.

Puskopti Jabar menyatakan kenaikan harga beli kedelai yang diimpor dari Amerika Serikat, akibat adanya pembelian skala besar oleh Cina. Sehingga dampaknya sampai ke produsen dan penjual tempe tahu di Indonesia. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya