Menko Airlangga: Indonesia Jadi Negara yang Mampu Jaga Pergerakan Rupiah

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebut nilai tukar Rupiah mencatat penguatan

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Jan 2021, 11:00 WIB
Diterbitkan 26 Jan 2021, 11:00 WIB
Airlangga Hartarto
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebut nilai tukar Rupiah mencatat penguatan tertinggi yakni sebesar 14,03 persen sejak Maret 2020. Sementara posisi rupiah pada Senin kemarin ditutup menguat 14.023 per dolar AS.

"Terkait dengan rupiah, Indonesia adalah salah satu negara mampu menjaga pergerakan nilai tukar dibandingkan dengan negara-negara lain," kata Airlangga dalam diskusi Akselerasi Pemulihan Ekonomi, secara virtual, Selasa (26/1/2021).

Seperti diketahui, nilai tukar atau kurs Rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal pekan ditutup menguat seiring meningkatnya minat investor terhadap aset berisiko.

Rupiah ditutup menguat 12 poin atau 0,09 persen ke posisi 14.023 per dolar AS dari posisi penutupan hari sebelumnya 14.035 per dolar AS.

"Risk appetite meningkat dengan dolar AS melemah di awal minggu. Dolar AS diperkirakan akan melempem minggu ini oleh ekspektasi rilis earning perusahaan-perusahaan besar minggu ini," kata Analis Asia Valbury Futures Lukman Leong di Jakarta, Senin (25/1/2021).

Sejumlah perusahaan teknologi besar akan merilis laporan kinerja pada pekan ini seperti Microsoft, Apple, dan Facebook.

Lukman memprediksi Rupiah pada minggu ini dapat menguat menembus level psikologis 14.000 per dolar AS, namun mata uang Garuda tidak akan menguat terlalu jauh.

"Saya melihat Bank Indonesia akan menjaga Rupiah stabil tidak jauh dari 14.000 per dolar AS, yang di mana merupakan level yang nyaman dan ideal untuk sekarang," katanya.

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Modal Asing Masuk Indonesia, BI Optimistis Rupiah Masih Bisa Menguat

IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, nilai tukar rupiah mengalami penguatan. Tercatat pada 20 Januari 2021, rupiah menguat 0,77 persen secara rerata dan 0,14 persen secara point to point dibandingkan dengan level Desember 2020.

Dia menyebutkan, penguatan ini didukung langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia dan berlanjutnya aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik. Diprediksi, rupiah masih bisa mengalami penguatan ke depan.

"Ke depan, Bank Indonesia memandang penguatan nilai tukar rupiah berpotensi berlanjut seiring levelnya yang secara fundamental masih undervalued," ujar Perry dalam video konferensi Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan BI, Kamis (21/1/2021).

Perry membeberkan, penguatan nilai tukar rupiah juga didorong oleh peningkatan aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik seiring dengan penurunan ketidakpastian pasar keuangan global dan persepsi positif investor terhadap prospek perbaikan perekonomian domestik.

Hal ini didukung oleh defisit transaksi berjalan yang rendah, inflasi yang terjaga, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko Indonesia yang menurun, serta likuiditas global yang besar.

"Ke depan, BI terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar," ujar Perry.

Sementara itu, aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik kembali berlanjut, tecermin dari investasi portofolio yang mencatat net inflow sebesar USD 2,1 miliar pada triwulan IV 2020, lebih besar dibanding triwulan sebelumnya yang mencatat net outflow USD 1,7 miliar.

"Memasuki awal tahun 2021, aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik ini terus berlanjut dan mencapai USD 5,1 miliar per 19 Januari 2021, termasuk penerbitan obligasi global oleh pemerintah," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya