Produksi Lokal Naik, Indonesia Berhasil Tekan Impor Baja 34 Persen

Indonesia berhasil menekan impor baja hingga 34 persen dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

oleh Andina Librianty diperbarui 04 Mar 2021, 12:31 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2021, 12:31 WIB
Produk Canai Lantaian dari Besi atau Baja.
Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) melakukan inisiasi penyelidikan perpanjangan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atas impor Produk Canai Lantaian dari Besi atau Baja.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Taufiek Bawazier, mengatakan bahwa 2020 merupakan lembaran baru bagi industri baja nasional. Sebab, Indonesia berhasil menekan impor baja hingga 34 persen dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

"Kita berhasil menekan impor sebesar 34 persen, di mana sebelumnya di tahun 2019, 2018, dan 2017 itu sering diwarnai banjir impor. Karena apa? kami menegakkan kebijakan yang tepat, dengan mengatur supply and demand secara smart, terstruktur dan sesuai dengan kapasitas industri nasional," kata Taufiek dalam keterangannya pada Kamis (4/3/2021).

Ia mengungkapkan, impor baja untuk jenis slab, billet, dan bloom pada 2020 sebanyak 3.461.935 ton, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 4.664.159 ton. Penurunan impor juga terjadi pada jenis baja Hot Rolled Coil per Plate (HRC/P) yang pada 2020 menjadi 1.186.161 ton dari 1.649.937 ton pada tahun sebelumnya.

Sementara itu, impor untuk jenis Cold Rolled Coil per Sheet (CRC/S) turun menjadi 591.638 ton pada 2020 dibandingkan 2019 yang sebesar 918.025 ton. Untuk jenis baja lapis, impornya juga turun menjadi 1.016.049 pada 2020 dari 1.276.605 ton tahun sebelumnya.

"Penurunan impor ini diyakini berkontribusi kepada surplus neraca perdagangan Indonesia, namun surplus perlu dipertahankan ke depan dengan menjaga keseimbangan supply demand baja nasional untuk menarik investasi. Yang harus dipastikan dengan rata-rata peningkatan kebutuhan nasional 5 persen per tahun, pasar mampu memenuhinya dengan prioritas berasal dari industri dalam negeri," jelas Taufiek.

Adapun kemampuan industri baja nasional, tercermin dari kapasitas produksi bahan baku baja nasional (slab, billet, bloom) saat ini sebesar 13.098.000 ton dengan perkiraan produksi 2020 sebesar 11.576.546 ton atau meningkat 30,25 persen dibanding tahun 2019 yang mencapai 8.888.000 ton. Selain itu, utilisasi pada 2020 juga meningkat hingga 88,38 persen dari tahun 2019 sebesar 67,86 persen.

Menurut Taufiek, hampir seluruh negara mengalami penurunan produksi baja selama pandemi 2020. Namun hal tersebut tidak terjadi di beberapa negara, seperti China yang produksinya justru meningkat 5,2 persen.

"Produksi baja di Turki juga meningkat 6 persen, Iran meningkat 13 persen, dan Indonesia meningkat hingga 30,25 persen dibandingkan pada 2019," tuturnya.

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Perangi Impor, Indonesia Perpanjang Penyidikan Safeguards Produk Baja

Baja ringan
Baja ringan.

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) memperpanjang penyelidikan tindakan pengamanan perdagangan (safeguards) terkait lonjakan jumlah impor produk I dan H section dari baja paduan lainnya terhitung mulai 2 Februari 2021.

Upaya tersebut dilakukan setelah mendapat permohonan dari PT Gunung Raja Paksi, Tbk sebagai penghasil produk I dan H section dari baja paduan lainnya pada 7 Januari 2021 lalu.

Ketua KPPI Mardjoko menjelaskan, poduk I dan H section dari baja paduan lainnya terdiri dari dua nomor Harmonized System (HS) 8 digit, yaitu Ex.7228.70.10 dan Ex. 7228.70.90. Uraian dan nomor HS tersebut sesuai dengan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) tahun 2017.

"Dari bukti awal permohonan yang diajukan PT Gunung Raja Paksi, KPPI menemukan adanya lonjakan jumlah impor produk I dan H section dari baja paduan lainnya," kata Ketua KPPI Mardjoko dalam keterangannya, Kamis (4/2/2021).

Mardjoko juga menyebut terdapat indikasi awal mengenai kerugian serius atau ancaman kerugian serius, yang dialami industri dalam negeri sebagai akibat lonjakan impor produk baja tersebut.

"Kerugian serius atau ancaman kerugian serius tersebut terlihat dari beberapa indikator kinerja industri dalam negeri pada 2017—2020," katanya.

Indikator kerugiannya, antara lain penurunan keuntungan secara terus menerus yang diakibatkan dari menurunnya volume produksi dan volume penjualan domestik, menurunnya kapasitas terpakai, berkurangnya jumlah tenaga kerja, serta menurunnya pangsa pasar industri dalam negeri di pasar domestik.

"KPPI mengundang semua pihak yang berkepentingan untuk mendaftar sebagai pihak-pihak yang berkepentingan (interested parties) selambat-lambatnya 15 hari sejak tanggal pengumuman ini," pungkasnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya