Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi akan segera menerbitkan peraturan presiden (perpres) mengenai integrasi data keuangan. Hal ini bertujuan untuk mengatasi persoalan data penduduk yang sangat saat ini jumlahnya beragam.
"Kami sedang berupaya sekarang dalam tahap selanjutnya, menyusun perpres untuk integrasi data keuangan, dengan memperkenalkan menggunakan common identifier," ujar Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawato dalam webinar Optimalisasi Penerimaan Pajak Melalui Penerapan SIN Pajak Demi Kemandirian Fisklan Indonesia, Jumat (28/5).
Baca Juga
Sri Mulyani menjelaskan saat ini setiap penduduk Indonesia memiliki 40 nomor identitas yang berbeda dan tersebar di berbagai lembaga atau instansi.
Advertisement
Dia mencontohkan permasalahan mengenai nomor identitas yang beragam sempat terjadi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Saat itu, Ditjen Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai menerbitkan nomor identitas yang berbeda bagi wajib pajak. Namu sejak 2019 data tersebut telah terintegrasi.
Pada konteks yang lebih luas, Sri Mulyani menyebut masih banyak identitas WNI dengan nomor yang berbeda-beda, seperti nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor pada paspor.
Untuk itu, pemerintah perlu melakukan penataan atau konsolidasi data agar lebih terintegrasi, yang juga sejalan dengan Perpres Nomor 39/2019 tentang Satu Data Indonesia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bangun Fondasi
Saat ini, Ditjen Pajak juga terus berupaya membangun fondasi integrasi data perpajakan, dengan melakukan pencocokan data NIK dan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Dengan data yang terintegrasi, Sri Mulyani menilai proses analisis akan lebih mudah, baik yang bersifat prediktif maupun preskriptif.
Menurutnya, data yang terintegrasi membutuhkan pengenal umum atau common identifier agar bisa menjadi sumber informasi yang bermanfaat. Sebagai contoh, ketika otoritas harus melakukan identifikasi transaksi, penelusuran aset, konfirmasi transaksi, penggalian potensi, melengkapi basis data, serta membangun profil risiko wajib pajak di Indonesia.
“Data-data ini diolah untuk mendapatkan analisis mengenai business intelligence dalam melakukan seleksi cases atau kasus-kasus, dalam kembangkan risk engine kepatuhan perpajakan, dan tentu di dalam membangun compliance risk management,” pungkasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement