Harga Emas Melonjak 2 Persen karena Dolar AS Tergelincir

Harga emas berjangka AS ditutup naik 2 persen ke level USD 1.757 per ounce.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 01 Okt 2021, 07:30 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2021, 07:30 WIB
20151109-Ilustrasi-Logam-Mulia
Ilustrasi Logam Mulia. Harga emas berjangka AS ditutup naik 2 persen ke level USD 1.757 per ounce. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga emas naik lebih dari 2 persen pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta), setelah nilai tukar dolar AS jatuh karena angka mingguan pekerjaan AS yang suram.

Namun, kenaikan ini belum bisa mengimbangi pelemahan yang telah dibukukan sebelumnya karena ekspektasi pengurangan dukungan ekonomi dari Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed).

Jika dihitung secara kuartalan, harga emas mengalami pelemahan di kuartal III 2021.

Mengutip CNBC, Jumat (1/10/2021), harga emas di pasar spot naik 1,7 persen ke level USD 1.755,56 per ounce pada pukul 13.32 ET, setelah di awal sesi naik 2,2 persen ke level tertinggi dalam satu minggu.

Sedangkan harga emas berjangka AS ditutup naik 2 persen ke level USD 1.757 per ounce.

Data pada kamis menunjukkan bahwa jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran meningkat pada pekan lalu. Hal ini dapat meningkatkan kekhawatiran pasar tenaga kerja melemah.

"Ini juga menyebabkan ketidakpastian tentang tapering off the Fed karena mereka ingin pasar tenaga kerja yang kuat sebelum melakukan pengurangan," kata konsultan independen Robin Bhar.

Ia melanjutkan, penundaan rencana tapering ini bisa memberikan dampak positif untuk emas.

Harga emas juga naik karena ada pembelian fisik baru, dengan beberapa investor mencari lindung nilai terhadap ketidakpastian ekonomi.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tapering The Fed

20151109-Ilustrasi-Logam-Mulia
Ilustrasi Logam Mulia (iStockphoto)

Tetapi, kepala analis pasar Exinity Han Tan menjelaskan, tapering ini diperkirakan akan dimulai pada November 2021, dan berpeluang meningkatkan imbal hasil Treasury. Ha ini diperkirakan akan menambah lebih banyak tekanan pada emas.

Pengurangan stimulus bank sentral dan kenaikan suku bunga cenderung mendorong imbal hasil obligasi pemerintah lebih tinggi, meningkatkan biaya peluang memegang emas yang tidak memberikan imbal hasil.

"Dolar AS yang lebih kuat dan hasil yang lebih tinggi adalah kombinasi beracun untuk emas," tulis Commerzbank dalam sebuah catatan.

"Dalam jangka pendek, risiko penurunan harga lebih lanjut mendominasi, artinya angka USD 1.700 bisa segera dicapai," tulis Commerzbank.

"Selama emas tetap berada di bawah tekanan, perak juga kemungkinan akan kesulitan untuk keluar dari pertahanan."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya