Krisis Energi Menyusul Pandemi, Indonesia Harus Apa?

Permintaan terhadap pasokan energi terutama di sektor industri, meningkat pesat. Akibatnya, harga komoditas energi kian melonjak.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 14 Okt 2021, 19:25 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2021, 16:40 WIB
Aktivis Lingkungan Geruduk Kedubes Jepang
Aktivitis melakukan aksi di depan Kedubes Jepang di Jakarta, Rabu (26/6/2019). Mereka meminta Jepang menghentikan pendanaan proyek energi kotor batubara yang memicu krisis iklim, pencemaran, kerusakan lingkungan dan penderitaan masyarakat khususnya di Indonesia. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Krisis energi Eropa yang dimulai sejak beberapa bulan terakhir kini mulai melanda negara Asia seperti Cina dan India. Krisis dipicu oleh pemulihan ekonomi akibat menurunnya pandemi Covid-19 di beberapa negara.

Permintaan terhadap pasokan energi terutama di sektor industri, meningkat pesat. Akibatnya, harga komoditas energi kian melonjak.

International Energy Agency (IEA) menyebutkan, harga kebutuhan energi di Jerman dan Spanyol pada September 2021 meningkat tiga sampai empat kali dari rata-rata biaya konsumsi energi pada tahun 2019 dan 2020.

Sementara itu, Central Electricity Authority (CEA) India mencatat, setidaknya 63 dari 135 pembangkit listrik tenaga batu bara di India hanya memiliki pasokan untuk dua hari.

Di Indonesia, konsumsi listrik yang tinggi sepanjang 2021, diprediksikan PT PLN (Persero) meningkat 4,5 hingga 4,75 persen dibandingkan konsumsi listrik tahun lalu.

Gelombang krisis energi yang terjadi di sejumlah negara menjadi peringatan sekaligus pelajaran bagi Indonesia untuk menjaga ketahanan energi.

"Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mewujudkan ketahanan energi nasional adalah dengan membangun aspek geologi. Pengembangan aspek geologi juga berpotensi mendukung setidaknya 8 dari 17 target Sustainable Development Goals (SDGs)," terang Kepala Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eko Budi Lelono dalam keterangan tertulis, Kamis (14/10/2021).

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

PR Indonesia

Aktivis Lingkungan Geruduk Kedubes Jepang
Aktivitis melakukan aksi teatrikal di Kedubes Jepang di Jakarta, Rabu (26/6/2019). Mereka meminta Jepang menghentikan pendanaan proyek energi kotor batubara yang memicu krisis iklim, pencemaran, kerusakan lingkungan dan penderitaan masyarakat khususnya di Indonesia. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Eko Budi juga mengajak serta para akademisi di lingkup energi untuk membangun center of excellence (COE) di bidang geologi.

"Saat ini, informasi kegeologian di Indonesia masih belum terpusat. COE geologi baik yang didirikan oleh Pemerintah seperti Badan Geologi, maupun yang didirikan di level universitas, dapat menjadi rujukan nasional bagi semua stakeholder dalam pengambilan keputusan terkait energi," ujarnya. Di sisi lain, Dewan Energi Nasional (DEN) mengatakan, Indeks Ketahanan Energi Indonesia saat ini masih berada di angka 6,57. Angka ini berada pada rentang kategori tahan.

Namun, Eko Budi mengatakan, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah besar untuk meningkatkan indeks ketahanan energi setiap tahunnya.

"Sejalan dengan visi Badan Geologi, kami juga mengajak masyarakat turut serta memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas, serta memperkuat infrastruktur untuk mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar," tutur dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya