Liputan6.com, Jakarta - Uni Eropa dan beberapa negara seperti China dan India kini tengah berhadapan dengan krisis energi. Negara-negara tersebut dinilai terlalu progresif dalam menyambut tren transisi energi batu terbarukan (EBT), yang membuat harga gas alam melambung.
Akibatnya, negara seperti Inggris menarik ucapan ingin menghilangkan penggunaan hasil tambang seperti batu bara, dan mulai kembali memakainya akibat ada kenaikan harga gas alam.
Baca Juga
Situasi ini rupanya turut menguntungkan Indonesia, yang dikenal memiliki sumber daya alam di sektor pertambangan yang besar, seperti batu bara dan sebagainya.
Advertisement
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, ekspor komoditas dari sektor pertambangan pada September 2021 melonjak hingga 183,5 persen secara tahunan (year on year) atau 3,4 persen secara bulanan (month to month) menjadi USD 3,77 miliar.
"Komoditas terbesar adalah batu bara dengan share 70,3 persen, dan pertumbuhannya 168 persen," jelas Kepala BPS Margo Yuwono dalam sesi teleconference, Jumat (15/10/2021).
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pertumbuhan Ekspor
Margo melanjutkan, komoditas tambang lain di luar batu bara yang alami pertumbuhan ekspor tertinggi yakni produk biji tembaga dengan pertumbuhan 166,2 persen, dan lignid yang meroket 904,9 persen.
Selain sektor tambang, ekspor industri pengolahan juga naik 34,9 persen secara tahunan menjadi USD 15,51 miliar. Komoditas dengan kenaikan terbesar antara lain besi dan baja sebesar 87,4 persen, minyak kelapa sawit 58 persen, dan produk kimia dasar organik 91,8 persen.
Advertisement