Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa Indonesia terus menjalankan transisi energi. Indonesia telah membicarakan percepatan transisi energi baru dan terbarukan dengan berbagai pihak termasuk dengan Asian Development Bank (ADB).
"Indonesia sebenarnya kini mulai berdiskusi dan juga berinisiatif dengan Asian Development Bank tentang apa yang kami sebut sebagai mekanisme transisi energi," kata Sri Mulyani, Jakarta, Selasa (19/10/2021).
Diskusi yang dilakukan merupakan upaya pemerintah untuk menghentikan penggunaan batu bara. Namun di saat yang bersamaan mencari kepastian pendanaan untuk proses transisi energi.
Advertisement
"Ini adalah bagaimana kita akan menghentikan energi batu bara. Tapi pada saat yang sama, memastikan ada pendanaan yang akan membeli kontrak batu bara di masa depan," kata dia.
Dia melanjutkan, pendanaan baru diperlukan untuk dapat menghasilkan energi yang cukup dalam mengkompensasi batu bara. Sekaligus sebagai kompensasi untuk memenuhi kebutuhan energi yang akan terus tumbuh seiring dengan pemulihan.
Di sisi lain, pemerintah perlu memperhatikan dampak dari transisi energi, seperti tenaga kerja yang terlibat di dalamnya, peningkatan inflasi, hingga daya beli masyarakat. Hal tersebut berpotensi menimbulkan reaksi yang cukup besar terhadap dukungan politik.
“Kita seharusnya tidak hanya merancang transisi ini secara teknis dan teknokratis, tetapi kita juga harus sangat memperhatikan ekonomi politik,” kata Menkeu.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pajak Karbon
Pemerintah terus melakukan diskusi dengan banyak produsen batu bara dan produsen energi batu bara membahas cara transisi harus dirancang. Dalam pertemuan dengan ADB, pemerintah juga menjelaskan mengenai penerapan pajak karbon yang tertuang di dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Aturan pajak karbon bertujuan untuk mendukung penuh komitmen internasional dalam penanganan perubahan iklim.
"Ketika kami berdiskusi dengan pelaku usaha, saya dapat memperkenalkan carbon price, carbon market, dan carbon tax dalam Undang-Undang yang baru disahkan dua minggu lalu. Di masa yang sangat kritis ini, Indonesia mampu mengesahkan Undang-Undang untuk dapat memperkenalkan mekanisme pasar bagaimana mengatasi masalah perubahan iklim ini," tuturnya.
Penerapan pajak karbon mengedepankan prinsip keadilan (just) dan keterjangkauan (affordable) dengan memperhatikan iklim berusaha dan masyarakat kecil. Implementasi pertama kali akan diberlakukan pada sektor PLTU batubara per 1 April 2022 dengan skema cap and tax yang searah dengan implementasi pasar karbon yang mulai berjalan di sektor tersebut.
Penerapan pajak karbon pada sektor lain akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan roadmap. Peta jalan yang dibuat ini nantinya akan memperhatikan perkembangan pasar karbon, pencapaian target dalam Nationally Determined Contribution (NDC), kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi.
"Indonesia mencoba melakukan semua reformasi kita, bahkan dalam kondisi yang sulit ini. Pemerintah Indonesia melakukan reformasi perpajakan. Mudah-mudahan, kita akan memiliki mobilisasi sumber daya domestik yang lebih baik. Kami juga memperbaiki iklim investasi. Kami terus melakukan peningkatan produktivitas dan inovasi," kata dia mengakhiri.
Advertisement