Liputan6.com, Jakarta Pemerintah disarankan mengambil kebijakan terbaru seputar Bahan Bakar Minyak (BBM), seiring dengan rencana penerapan penghapusan jenus RON 88 atau Premium.
Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan, pemerintah berkomitmen mengurangi emisi CO2 sebesar 29 persen pada 2030 sesuai dengan Nationally Determined Contribution (NDC) yang ditandatangani di Paris pada 2015 dan sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 20 Tahun 2017, memang sudah seharusnya BBM jenis premium ini hapuskan.
"Apalagi konsumsi secara nasional BBM RON 88 sudah sangat sedikit hanya 7 persen dari total konsumsi BBM nasional," kata Mamit, di Jakarta, Senin (24/1/2022).
Advertisement
Mamit menambahkan, jika pemerintah menghapus premium, maka status BBM RON 90 atau Pertalite diubah statusnya menjadi BBM Penugasan, sehingga ada kompensasi untuk penyaluran BBM jenis tersebut.
Menurut Mamit, dalam Peraturan Presiden No 117 Tahun 2021 terutama dalam Pasal 3 Ayat (2) dimana mengatur jenis BBM Penugasan jenis Bensin (Gasoline) RON minimum 88 untuk didistribusikan di wilayah penugasan. Dengan demikian, sangat memungkinkan RON 90 menjadi BBM Penugasan dan Pertamina mendapatkan kompensasi.
"Memang dalam Perpres tersebut dalam Pasal 21B Ayat (1) sedikit mengatur soal pembagian dimana BBM RON 88 merupakan 50 persen dari volume jenis bensin (gasoline) RON 90 yang disediakan dan distribusikan oleh Badan Usaha penerima penugasan, hanya saja detail pelaksanaanya sampai saat ini belum jelas,” tutur Mamit.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Harga Keekonomian
Untuk kebijakan Pertamax dan BBM Umum lainnya, pemerintah perlu memperhatikan harga kekonomiannya seiring dengan kenaikan harga minyak dunia yang bahkan mencapai level tertinggi sejak Oktober 2014 dimana untuk jenis Brent di level US$ 88.70 per barel dan WTI di level US$ 85.86 per barel.
Kondisi ini memicu harga acuan BBM di pasar internasional atau MOPS, sehingga Pertamina harus menanggung selisih harga jenis BBM umum.
"Seiring dengan membaiknya ekonomi global dimana hal ini membuat permintaan akan komoditas energi mengalami peningkatan yang cukup signifikan, tetapi disisi lain pasokan masih terbatas. Sesuai dengan hukum ekonomi terkait pasokan dan permintaan, maka akan mengerek harga komoditas termasuk harga minyak dunia," ujar Mamit.
Advertisement