Meneropong Calon Ketua OJK Ideal Pengganti Wimboh Santoso

Panitia Seleksi Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan telah mengantongi 155 nama calon komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2022-2027.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Feb 2022, 19:30 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2022, 19:30 WIB
20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Panitia Seleksi Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengantongi 155 nama calon komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2022-2027.

Dari 155 nama yang kini sedang disaring menuju tahap dua, sarat dengan pengalaman yang kuat di bidang keuangan, bisnis, investasi dan birokrasi.

Rektor Universitas Indonesia, Ari Kuncoro menilai Komisioner OJK nantinya mesti memiliki kemampuan memahami dampak dari keputusan yang dibuatnya. Apalagi saat ini, pengaruh teknologi digital, mendominasi di industri keuangan, bisnis dan investasi.

“Ini dunianya sudah sedemikian maju, (komisioner) OJK harus tumbuh juga beyond the curve,” ujar Ari, dalam seminar daring seperti ditulis, Jumat (11/2/2022).

Menurut Ari, penting buat pengambil keputusan untuk menganalisa berdasarkan data analytic yang beragam. Profesor ekonomi Universitas Indonesia itu melihat tipologi yang berkembang saat ini, menuntut pengambilan keputusan yang lebih modern, dengan data.

“Namanya evidence based. Tapi datanya itu diperoleh tak hanya dari FGD (Focus Group Discussion) tapi juga dari data analytic. Jadi perlu manajer yang bisa menentukan, sebetulnya informasi yang relevan itu, apa.”

Ari menuturkan, saat sudah berada pada beberapa tingkat keputusan organisasi, bisa dilihat data analytic sangat berguna, membuat kemampuan connecting the dot, menjadi sangat penting.

“Dan ini dalam OJK itu, mikro sebetulnya. Dia berhubungan langsung dengan perilaku,” kata Ari.

Maka, lanjut Ari, kemampuan memahami perilaku, di lapangan, juga penting bagi seorang pemimpin di OJK. “Katakanlah di situ (OJK) dari akademisi, tapi tidak bisa turun ke lapangan, bisa ada kemungkinan data analytic itu menangkap variabel yang lain. Bisa beda. Karena itu, harus ada teamwork, collegial leadership.”

Soal memahami pihak yang terdampak pada keputusan yang dibuat, juga ditekankan Ketua Presidium Dewan Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia Prihatmo Hari Mulyanto. Menurut Hari, pimpinan OJK berikutnya, mesti memahami masalah yang muncul, baik perubahan digitalisasi keuangan maupun tradisional. Soal keuangan digital, Hari mencontohkan fenomena pinjaman online.

“Ibarat pisau bermata dua. Kebijakan bagus, tapi pengawasan tidak bagus, pelakunya tidak terseleksi, maka akhirnya mencelakakan masyarakat,” kata Hari. Kriteria ini merupakan satu dari lima harapan APRDI, terhadap komisioner OJK 2022-2027.

Selain paham perilaku yang terdampak kebijakan, sosialisasi kebijakan juga mesti lebih komunikatif. “Memanfaatkan jasa profeisonal dengan teknologi komunikasi yang efektif. Peningkatan fokus produk dengan literasi dan inklusif,” ujar Hari.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Paham Industri Keuangan

DPR - OJK Rapat Bareng Bahas Anggaran 2019
Ketua Dewan Komisoner OJK Wimboh Santoso saat mengikuti rapat panja dengan Komisi XI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (11/12). Rapat tersebut membahas rencana anggaran OJK tahun 2019. (Liputan6.com/JohanTallo)

Selanjutnya, harapan pada pengawasan oleh OJK mesti lebih memahami industri keuangan yang sekarang maju pesat. Hari menyarankan, komisioner OJK merupakan kombinasi birokrat dan profesional yang senior.

“Karena kami melihat banyak pelanggaran yang modusnya makin aneh-aneh, pinter. Jadi kalau hanya di birokrat tidak bisa melihat yang terjadi. Kalau profesional bisa mendeteksi di awal. Sehingga pelanggaran bisa diketahui. Dan ada efek jera dengan penegakan hukum.”

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perbanas Eka Sri Dana Afriza, dengan masifnya teknologi informasi di bidang keuangan, maka pemimpin OJK mesti memahami masyarakat yang saat ini akrab dengan hal-hal yang bernuansa digital.

“Namun yang penting diketahui adalah prinsipnya manusia yang menjalankan teknologi,” tutur Dana.

Karena itu, meski ada perbedaan pemimpin tradisional dan pemimpin digital, Dana menilai kombinasi keduanya adalah yang ideal.

“Kami harapkan yang menakhodai OJK harus meniru kepemimpinan Ki Hajar Dewantara, ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Jadi enggak perlu gadget freak. Kalau gadget freak, yang bikin regulasi siapa. Biasa aja ya gapapa, asal timnya kuat. Apalagi OJK, harus punya scope pemahaman, tak hanya digital, tapi juga ada tim yang mendukung di internalnya.”

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya