Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Rusia menyerang negara tetangganya Ukraina mengundang berbagai respons dari dunia internasional. Kebanyakan, menjatuhkan sanksi yang berimbas pada ekonomi Rusia.
Sebagai contoh, negara Uni Eropa yang ramai-ramai menjatuhkan sanksi, lalu Australia pun ikut memberikan sanksi ekonomi. Bahkan, Singapura menjadi satu negara pertama yang menerapkan sanksi atas tindakan invasi Rusia terhadap Ukraina itu.
Dari sisi ekonomi, kenaikan harga minyak dunia yang sebelumnya sedang terjadi semakin diperparah akibat konflik kedua negara bekas Uni Soviet ini. Selain itu, yang terbaru, harga emas dan paladium terpantau meningkat akibat semakin banyak negara barat yang menjatuhkan sanksi kepada Rusia.
Advertisement
Dengan berbagai dampak ekonomi yang ditimbulkan ke seluruh negara di dunia ini, tentunya menjadi ancaman krisis ekonomi bagi Rusia sebagai imbalan dari tindakan yang dilakukannya. Namun, nampaknya Vladimir Putin tak gentar dengan beragam sanksi internasional yang dilayangkan terhadap negaranya.
Pelaku pasar khawatir pasokan paladium akan terganggu sehingga menempatkan emas sebagai instumen safe haven sehingga menempatkan harga emas ke posisi kenaikan tertinggi dalam sembilan bulan.
Mengutip CNBC, Selasa (1/3/2022), harga paladium naik 5,1 persen ke level USD 2.488,20, setelah mencapai sempat menyentuh level tertinggi di USD 2.551,50. Harga paladium mencatatkan kenaikan bulanan ketiga berturut-turut.
Nornickel Rusia adalah pemasok paladium terbesar di dunia, yang digunakan oleh pembuat mobil untuk catalytic converter.
“Ketika sanksi meningkat pada Rusia dan ketegangan meningkat, itu menciptakan ancaman kelangkaan (untuk kelompok logam platinum),” kata analis Blue Line Futures Eric Scoles.
Defisit pasokan paladium tentu bisa meningkat jika AS tidak melakukan bisnis dengan produsen utama paladium.
Sedangkan harga emas di pasar spot naik 1,4 persen menjadi USD 1.914 per ounce, setelah naik sebanyak 2,2 persen di awal sesi. Harga emas berjangka AS naik 1,6 persen menjadi USD 1.917,10 per ounce.
Emas, yang sering digunakan sebagai instrumen lindung nilai selama masa ketidakpastian politik dan keuangan, telah naik sekitar 6,5 persen pada Februari, setelah melonjak ke level tertinggi dalam 18 bulan di USD 1.973,96 per ounce pada minggu lalu.
“Ketika ketegangan geopolitik menjadi sangat tinggi, emas masih merupakan aset safe haven utama yang mengungguli mata uang kripto dan bahkan aset lainnya,” kata Analis senior di Kitco Metals Jim Wyckoff.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Rubel Anjlok
Nilai mata uang Rusia, Rubel turun drastis dalam perdagangan menyusul sanksi terkait invasi di Ukraina. Bahkan kini terlihat antrean panjang di ATM perbankan milik Rusia maupun Eropa di Moskow.
Dilansir dari laman CNBC International, Selasa (1/3/2022) antrean panjang mulai terlihat di ATM karena warga Rusia bergegas menarik uang tunai mereka.
Bank Sberbank Europe, yang dikelola Rusia, mengungkapkan telah melihat "penarikan simpanan yang signifikan dalam waktu yang sangat singkat".
Bank sentral Rusia juga mengumumkan akan menaikkan hingga lebih dari dua kali lipat suku bunga utamanya dari 9,5 persen menjadi 20 persen dalam upaya untuk menstabilkan rubel, yang turun 30 persen terhadap dolar.
Selain itu, Bank sentral Rusia juga memperkenalkan beberapa pengendalian modal untuk membatasi berapa banyak uang yang bisa keluar dari negara itu, karena gubernur bank sentral Elvira Nabiullina mengatakan bahwa sanksi telah mencegah penjualan mata uang asing untuk menopang rubel yang anjlok.
"Ini adalah penarikan penuh yang sudah berlangsung," kata pakar ekonomi Rusia sekaligus rekan di Foreign Policy Research Institute, Maximilian Hess, kepada CNBC.
Advertisement
Aset Bank Sentral Rusia Dibekukan
Sebelumnya, pada Minggu, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengumumkan pembekuan aset bank sentral Rusia.
Kami akan melumpuhkan aset bank sentral Rusia," kata Ursula von der Leyen dalam pernyataannya.
"Langkah ini akan membekukan transaksi bank Rusia, dan akan membuat Bank Sentral negara itu tidak bisa melikuidasi asetnya," ujar dia.
Dampak terparah dari pembekuan aset bank sentral Rusia akan paling terasa pada warga Rusia, yang telah melihat nilai tabungan dan gaji mereka turun drastis hanya dalam beberapa hari.
"Saya pikir penargetan cadangan bank sentral adalah berita terpenting di sini," kata Kamakshya Trivedi, co-head of global FX, rates and EM strategy di Goldman Sachs, terkait sanksi ekonomi terhadap Rusia oleh negara Barat.
Sanksi Singapura
Mengutip VOA Indonesia, Selasa (1/3/2022), Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan pada Senin 28 Februari mengatakan negaranya akan memberlakukan "sanksi dan pembatasan yang pantas" pada Rusia. Sanksi tersebut termasuk dalam sektor perbankan dan keuangan serta kontrol ekspor atas barang-barang yang dapat digunakan sebagai senjata dalam menghadapi rakyat Ukraina.
Negara kota kecil itu, pusat keuangan Asia dan pusat pelayaran internasional utama, mematuhi resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Meski demikian Singapura dikenal sebagai negara yang jarang mengeluarkan sanksinya sendiri terhadap negara-negara lain.
"Singapura bermaksud untuk bertindak bersama dengan banyak negara lain yang berpikiran sama untuk menjatuhkan sanksi dan pembatasan yang sesuai terhadap Rusia," kata Vivian Balakrishnan kepada parlemen. Ia menggambarkan invasi Rusia sebagai hal yang tidak dapat diterima dan merupakan pelanggaran berat norma-norma internasional.
Advertisement