Investasi Smelter Nikel, CNI Group Kantongi Pendanaan Rp 3,9 Triliun

Pemerintah dan perbankan mendukung penuh investasi pabrik pengolahan (smelter) nikel yang dibangun oleh PT Ceria Nugraha Indotama Group (CNI Group).

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 11 Apr 2022, 12:20 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2022, 12:20 WIB
Proyek Pembangunan Pabrik RKEF dan HPAL yang ditargetkan mulai beroperasi dan rampung pada 2024. Perusahaan terus menggenjot pembangunan infrastruktur strategis di lokasi smelter. (Liputan6.com/dok.CNI)
Proyek Pembangunan Pabrik RKEF dan HPAL yang ditargetkan mulai beroperasi dan rampung pada 2024. Perusahaan terus menggenjot pembangunan infrastruktur strategis di lokasi smelter. (Liputan6.com/dok.CNI)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah dan perbankan mendukung penuh investasi pabrik pengolahan (smelter) nikel yang dibangun oleh PT Ceria Nugraha Indotama Group (CNI Group) melalui anak usahanya, PT Ceria Metalindo Prima (CMP).

Itu diwujudkan melalui pemberian fasilitas pembiayaan term Ioan senilai USD 277,6 juta, atau setara Rp 3,98 triliun (kurs Rp 14.360 per dolar AS), untuk pembangunan Line I fasilitas pengolahan Bijih Nikel Laterit Rectangular Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) 1 x 72 MVA di Blok Lapao-pao, Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Pembiayaan ini dikucurkan oleh sindikasi perbankan yang terdiri dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk, (BJB) dan PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Bank Sulselbar).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, sesuai amanah Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba), pemerintah berkomitmen untuk mendorong dan mempercepat hilirisasi industri nikel di Indonesia agar menghasilkan nilai tambah. Salah satunya melalui pembangunan smelter.

"Selama ini kita selalu kehilangan kesempatan untuk memperoleh nilai tambah dari pengelolaan nikel kita. Ada banyak kendala yang kita hadapi dalam mempercepat hilirisasi, mulai dari teknologi yang masih terbatas dan pendanaan yang tidak tersedia, sehingga kita menjual bahan mentah," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (11/4/2022).

"Namun dengan implementasi UU Minerba, hilirisasi ini telah memberikan perubahan. Dimana nilai tambah dari ekspor nikel sudah mencapai USD 20 miliar, jauh berbeda jika dibandingkan dengan ekspor material mentah," terangnya.

Menurut Arifin, komoditi Nikel memberikan prospek besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain untuk konsumsi di dalam negeri, produk nikel juga sangat penting untuk industri baja.

Di lain pihak, komoditi nikel juga sangat penting dalam mempercepat transisi energi, utamanya dalam mendukung industri baterai dan kendaraan listrik.

"Ini tentu menjadi nilai strategis bagi Indonesia. Karena itu saya meminta CNI Group untuk mengembangkan hilirisasisi berbagai produk lain secara global," imbuhnya.

Arifin menjelaskan, dukungan pendanaan oleh perbankan terhadap proyek smelter CNI Group ini menjadi salah satu inisiatif Kementerian ESDM selama ini untuk membantu proyek-proyek smelter di Indonesia yang mengalami kendala.

Berdasarkan catatan Arifin, jumlah proyek yang menunjukkan kemajuan kurang menggembirakan sempat mencapai 57 proyek pada beberapa waktu lalu.

"Namun melalui inisiatif yang dilakukan Kementerian ESDM, jumlah proyek smelter yang mandek kini telah berkurang dari semula 57 smelter menjadi 12 smelter yang terdiri dari 8 smelter nikel, 3 smelter bauksit dan 1 smelter mangan," jelasnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Skema Pembiayaan

(Foto: Liputan6.com/Pebrianto Wicaksono)
Smelter Smelting Gresik di Jawa Timur (Foto: Liputan6.com/Pebrianto Wicaksono)

Sementara Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Darmawan Junaidi mengatakan, pihaknya bersama CNI Group merancang skema pembiayaan secara project finance, yang juga merupakan project pembiayaan dimana Bank Mandiri menjadi Structuring dan Coordinating Bank.

"Karena itu, kami mengapresiasi atas kerjasama bank bindikasi dengan pihak Ceria Metalindo Prima dan semoga ini berjalan baik dan dapat menjadi katalis pertumbuhan ekonomi, memberikan nilai tambah bagi industri di dalam negeri, serta membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat," paparnya.

Presiden Direktur Utama CNI Group Derian Sakmiwata menyampaikan, pihaknya yang merupakan Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) untuk pertama kalinya mendapat dukungan pendanaan dari perbankan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

"Ini tentu menjadi milestone bagi CNI Group. Ini pertama kali dalam pembiayaan smelter di Indonesia melalui skema transaksi Project Finance bank nasional. Ini membuktikan bahwa industri anak bangsa bisa bangkit dengan dukungan pendanaan dari BUMN dan BUMD," ungkap Derian.

Dengan dukungan pembiayaan sindikasi senilai USD 277,6 juta, kata Derian, memberikan kepastian pencapaian target operasi tahap pertama smelter Bijih Nikel Laterit Rectangular Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) CMP dengan kapasitas 63.000 ton Ferronickel dengan kandungan nikel 22 persen, atau setara dengan 13.900 ton Nickel per tahun dengan total nilai proyek Line I senilai USD 347 juta.

Dalam mengembangkan smelter nikel, saat ini CNI Group menggunakan 2 teknologi, yaitu teknologi Rectangular Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dengan kapasitas 4x72 MVA, terdiri dari 4 Iajur produksi untuk mengolah bijih Nikel Saprolite dan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk mengolah bijih Nikel Limonite (Bijih Nikel kadar lebih rendah).

Rencana ini belum termasuk peluang pengembangan ke depan, mengingat CNI Group memiliki potensi deposit Nickel Laterite lebih dari 500 juta ton berdasarkan survey Geofisika dengan teknologi Geo-Penetrating Radar (GPR).

"Total nilai investasi smelter keseluruhan diperkirakan mencapai USD 2.312 juta yang akan dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu, 3 tahap pengembangan smelter Laterit Rectangular RKEF terdiri dari Tahap 1 (1x72 MVA) senilai USD 347 Juta, Tahap 2 (1x72MVA) senilai USD 250 juta, Tahap 3 (2x72 MVA) senilai USD 515 juta, dan Pembangunan Pabrik HPAL senilai USD 1,200 juta," tuturnya.


PT PP Dapat Kontrak Bangun Smelter Milik CNI Senilai Rp 3,22 Triliun

BUMN PP Raih Kontrak Baru Rp 10,9 Triliun Hingga Agustus
Manajemen PTPP Tbk optimistis kontrak baru Rp 24 triliun dapat tercapai pada akhir 2014.

PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PT PP) akan membangun pabrik peleburan (smelter) feronikel jalur produksi 2 dan jalur produksi 5-6 Block Lapaopao di Provinsi Sulawesi Tenggara. Smelter yang dibangun oleh PT PP ini milik PT Ceria Nugraha Indotama (CNI), Jakarta.

Direktur Utama PT PP Novel Arsyad mengatakan, perseroan sangat menyambut baik kerja sama ini dan mendukung penuh pembangunan smelter Feronikel PT CNI. Ini merupakan kerja sama lanjutan setelah sebelumnya PP PP juga telah mengerjakan pembangunan smelter fase 1.

"Setelah sukses dipercaya mengerjakan Fase 1 untuk Jalur Produksi 1 bersama dengan China ENFI Engineering Corporation (ENFI), Perseroan kembali diberikan kepercayaan oleh CNI selaku owner untuk mengerjakan pembangunan Smelter Feronikel Fase 2 (Jalur Produksi 2) dan Fase 4 (Jalur Produksi 5 dan 6)," ujar dia dalam keterangan tertulis, Minggu (22/11/2020).

Novel mengatakan, proyek tersebut memiliki nilai kontrak sebesar Rp 1,01 Triliun untuk pekerjaan Fase 2 (Jalur Produksi 2) dan Rp 2,21 Triliun untuk pekerjaan Fase 4 (Jalur Produksi 5-6). Sehingga total kontrak yang didapat perseroan capai Rp 3,22 triliun.

Nantinya pembangunan Pabrik Peleburan (Smelter) akan berlokasi di Feronikel berlokasi di Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Perseroan pun berkomitmen menyelesaikan masa pelaksanaan pekerjaan selama 26 bulan untuk pekerjaan Jalur Produksi 2 dan 34 bulan untuk pekerjaan Jalur Produksi 5-6.

Adapun ruang lingkup pekerjaan yang akan dilakukan oleh Perseroan, antara lain: pekerjaan Persiapan, pekerjaan Sipil (pondasi, steel structure, access road inside plant, dan bangunan pendukung), pekerjaan BOP Mechanical (water treatment plant, pompa, dan comprehensive pipelines), serta pekerjaan BOP Electrical (substation 150 kV, transmisi 150 kV, EDG).

"Berbekal pengalaman dan kualitas pekerjaan yang dimiliki oleh Perseroan, kami yakin dapat menyelesaikan perkerjaan pembangunan sesuai dengan waktu yang telah ditargetkan dengan kualitas terbaik," tutupnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com 


Gandeng CNI, WIKA Percepat Pembangunan Proyek Strategis Nasional Smelter Ferronickel

Nikel
Ilustrasi Nikel

PT Wijaya Karya (WIKA) menandatangani kontrak kerjasama dengan PT Ceria Metalindo Indotama (CMI), entitas anak PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) dalam proyek pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian nikel Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) produksi 3 dan 4 (2 x72 MVA).

WIKA telah mendapat kepercayaan sebagai pelaksana proyek tersebut berdasarkan evaluasi administrasi, teknis, harga, kualifikasi dan verifikasi oleh PT CNI. Adapun, nilai kontrak yang diraih dari kesepakatan ini mencapai Rp 2,8 triliun dan USD 180,39 juta.

"WIKA menyambut positif kepercayaan besar yang diberikan oleh PT Ceria Nugraha Indotama. Insha Allah, proyek ini dapat selesai tepat waktu dengan kualitas yang memuaskan dan bisa menjadi titik ungkit kebangkitan industri berbasis mineral di tanah air dan dunia," ujar Direktur Utama WIKA, Agung Budi Waskito dalam sambutannya, Minggu (29/11/2020).

Pabrik Feronikel tersebut akan terdiri dari dua lajur produksi, dimana masing-masing lajur akan ditunjang dengan fasilitas produksi utama yaitu: Rotary Dryer berkapasitas 196 ton/jam (wet base), Rotary Kiln berkapasitas 178 ton/jam (wet base), Electric Furnace berkapasitas 72 MVA serta peralatan penunjang lainnya dengan target penyelesaian proyek pada tahun 2023 dan mampu mencapai kapasitas produksi sebesar 27.800 ton Ni/year (Ferronickel 22 persen Ni).

Selain CMI, entitas anak dari CNI yang juga melakukan tanda tangan kerja sama dengan WIKA adalah PT Ceria Kobalt Indotama (CKI). Kerjasama keduanya berfokus pada sinergi EPC proyek nikel Laterite Hydrometallurgy beserta power plant dengan estimasi nilai kontrak sebesar USD 1,1 miliar.

Proyek pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian kobalt dengan teknologi (HPAL) yang menjadi inti pada kerja sama tersebut diproyeksikan memiliki kapasitas produksi per tahun sebesar 100.000 ton/tahun Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) (40 persen Ni dan 4 persen Co dalam MHP) dan 158.000 ton/tahun konsetrat Chromium.

Fasilitas produksi utama pada pabrik tersebut adalah Ore preparation facility dan Hydrometallurgical plant berkapasitas 3,6 juta ton per tahun (dry base), Limestone treatment plant berkapasitas 770 ribu ton per tahun (wet base).

Kemudian Sulfuric Acid Plant berkapasitas 550 ribu ton per tahun, Residue storage facilites berkapasitas 970 ribu ton tailing serta peralatan penunjang lainnya.

Infografis Heboh Kabar China Klaim Natuna hingga Tuntut Setop Pengeboran Migas. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Heboh Kabar China Klaim Natuna hingga Tuntut Setop Pengeboran Migas. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya