Liputan6.com, Jakarta Harga daging sapi sampai saat ini masih mahal. Berdasarkan data, harga daging sapi mendekati Rp 150.000 per kilogram (Kg), dibanding sebelumnya berada di kisaran Rp 120.000 per kg.
Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan, mendekati lebaran nanti harga daging sapi segar melonjak hingga Rp 180.000 per kg.
Baca Juga
Hal ini dikarenakan sejumlah faktor. Mulai dari pasokan dalam negeri yang tidak mencukupi dan mahalnya harga daging dari negara-negara eksportir.
Advertisement
"Jadi, saya nggak kaget, kalau sekarang harga daging sapi tinggi," katany, Rabu (27/4/2022).
Karena itu, bagi masyarakat yang tidak bisa membeli daging sapi segar, Pemerintah telah menyediakan daging kerbau beku sebagai alternatif.
Di mana, sepanjang tahun ini Perum Bulog mendapat penugasan dari Pemerintah untuk mengimpor daging kerbau beku sebanyak 100.000 ton.
Dilihat dari data yang ada, kata Khudori, kebutuhan daging bulanan rata-rata 8.000 sampai 10.000 ton. Sedangkan stok milik bulog sebanyak 36.000 ton.
"Artinya, stok daging kerbau masih cukup, bahkan tidak hanya untuk lebaran saja, tetapi cukup memenuhi kebutuhan daging hingga Mei dan Juni nanti," bebernya.
Pasokan Daging Kerbau
Ia meyakini, dengan ketersediaan stok yang mencukupi itu, masyarakat bisa merayakan hari Idul Fitri dengan menikmati santapan yang sama nikmatnya. Apalagi, harga daging kerbau beku, lebih murah dan terjangkau yaitu sebesar Rp 80.000, dibanding daging sapi segar.
"Jadi, masih ada pilihan daging kerbau, sebagai alternatif. Pasti, tetap ada konsumennya, ada peminatnya, meskipun nggak sebesar (konsumen) daging sapi," katanya.
Lebih lanjut disampaikannya, keran impor daging kerbau beku mulai dilakukan Pemerintah pada tahun 2017. Dengan pertimbangan, agar harga daging sapi bisa turun ke Rp 80.000, tergantung jenisnya. Harga ini juga mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.7 Tahun 2020.
Karenanya, Pemerintah mencoba mencari alternatif daging yang harganya lebih murah.
"Ketemulah daging kerbau. Yang potensial dari India. Tetapi, sejak tahun 2017 tidak pernah tercapai harga daging sapi segar sesuai acuan itu," ungkapnya.
Â
Advertisement
Sudah Mahal dari Asalnya
Hal ini dikarenakan, harga daging sapi memang sudah mahal dari negara asalnya. Begitu juga, daging dari produksi lokal maupun sapi bakalan, yang dibesarkan dan dipotong di dalam negeri.
Belum lagi, ketika industri penggemukan sapi potong (feedloter) yang tiap tahunnya melakukan pengadaan sapi bakalan, jumlahnya juga terus turun, bahkan sebelum terjadinya pandemi Covid-19.
Menurutnya, dengan kondisi tersebut, pasokan daging diharapkan bisa dipenuhi dari sapi lokal. Di mana, banyak masyarakat yang memelihara 3-4 ekor sapi, meski bukan sebagai pekerjaan utama.
Â
Mobilisasi Sapi
Sayangnya, mereka memperlakukan sapi sebagai harta benda yang likuid. Sehingga, kalau tidak ada keperluan penting dan mendesak, belum tentu mereka mau menjual sapi. Meskipun, jelang lebaran harganya naik.
"Sebenarnya, sapi yang siap potong itu jumlahnya banyak, tapi nggak marketable. Nggak setiap saat bisa masuk ke pasar. Itu saya kira, yang juga membuat stok terbatas dan membuat harganya jadi tinggi," jelasnya.
Selain itu, Pemerintah juga sudah melakukan mobilisasi sapi dari sentra-sentra yang ada di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Khususnya, untuk memenuhi kebutuhan daging di Jabodetabek dan Bandung Raya, yang kebutuhan konsumsinya tinggi.
"Tapi, dari mobilisasi itu, kita lihat kan hasilnya juga nggak banyak. Jadi, klop semuanya, pasokan dalam negeri tidak bisa menutup kebutuhan, lalu harga daging impor tinggi, Sekarang, ikut tinggi harganya," pungkasnya.
Advertisement