Startup Ramai-Ramai PHK Karyawan, Ada Masalah Apa?

Belakangan ini banyak perusahaan rintisan atau startup di Tanah Air yang telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi karyawannya.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Jun 2022, 14:05 WIB
Diterbitkan 21 Jun 2022, 13:00 WIB
Startup
Ilustrasi Startup (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta Belakangan ini banyak perusahaan rintisan atau startup di Tanah Air yang telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi karyawannya.

Setidaknya ada 6 startup yang melakukan PHK. PHK yang terjadi pada startup ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Beberapa startup internasional juga melakukan PHK besar-besaran tahun ini, seperti Netflix dan Robinhood.

“Fenomena yang dihadapi startup saat ini bukanlah semata permasalahan tidak adanya pendanaan, bahkan kondisi ekonomi masyarakat pun terbilang cukup baik dan kondisi pasar semakin pulih. Kendala justru terletak dari penggunaan dana operasional masing-masing startup," kata CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani, Selasa (21/6/2022).

Sejumlah perusahaan teknologi rintisan (startup) Indonesia juga tengah menghadapi permasalahan yang dikenal sebagai fenomena bubble burst.

Mengutip laman Investopedia, fenomena ini merupakan kondisi bisnis yang cepat mengalami kenaikan, tetapi cepat juga mengalami penurunan.

Adanya fenomena pecahnya gelembung tersebut dikarenakan saat ini perusahaan startup sulit untuk mendapatkan pendanaan serta tidak mempunyai aset.

Padahal, untuk meraih pengguna kebanyakan dari startup harus melakukan strategi bakar uang, seperti promosi melalui televisi, baliho, digital, program cashback, hingga diskon besar-besaran.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kebijakan The Fed

Ilustrasi pendanaan startup, funding startup, dolar, uang dolar, uang
Ilustrasi pendanaan startup, funding startup, dolar, uang dolar, uang. Kredit: Gerd Altmann via Pixabay

Ditambah lagi dengan The Fed yang juga melakukan kebijakan menaikkan suku bunga, sehingga investor-investor luar negeri cenderung menarik dana mereka dan memilih untuk menyimpan uang mereka daripada berinvestasi ke industri teknologi di Indonesia.

Hal ini berimbas pada semakin selektifnya investor dalam memberikan pendanaan kepada perusahaan rintisan (startup). Menurut Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Fintech Indonesia (AFTEC) Rudiantara, saat ini banyak modal ventura yang mulai beralih fokus di mana mulai melihat kinerja keuangan perusahaan dibanding melihat traction dari para startup ini.

Traction ialah melihat seperti jumlah pengguna atau pengunduh dan loyalitas pengguna terhadap jasa atau produk startup tersebut. Di mana, terkadang untuk mencapai traction yang bagus, para startup ini melakukan berbagai cara. Salah salah satunya adalah dengan melakukan strategi bakar uang.

Dana yang disuntik besar bahkan hingga triliunan rupiah, namun hasilnya nihil, venture capital (VC) pun enggan menyuntikkan dananya lagi. Alhasil, tsunami besar pemutusan hubungan kerja (PHK) di startup pun mulai menghantui.

 

Gaya Bisnis Startup

Ilustrasi berpikir | Startup Stock Photos dari Pexels
Ilustrasi berpikir | Startup Stock Photos dari Pexels

Gaya bisnis startup yang mengedepankan pertumbuhan dengan arus kas dan/atau profit negatif tidak akan bisa bertahan. Pada akhirnya, bisnis yang sehat harus punya arus kas dan profit yang positif.

“Perusahaan startup disarankan menggunakan protokol finansial internal, sesederhana dimulai dengan evaluasi keuangan dan memperbarui informasi kondisi finansial secara rutin. Dengan menjaga arus informasi keuangan, potensi kesalahan perencanaan dapat diantisipasi jauh hari sebelum keadaan keuangan semakin memburuk,” saran Johanna.

Selain strategi manajemen keuangan yang baik tentu juga diperlukan strategi keseluruhan yang matang agar startup tidak hanya dapat bertahan namun juga tumbuh, pertimbangkan inovasi dari sisi produk dan model bisnis serta di era post-pandemic ini.

"Perhatikan juga situasi dan kebiasaan target market yang mungkin berubah. Mungkin saja ada strategi bisnis yang perlu disesuaikan untuk mengejar pertumbuhan optimal,” ucap Johanna.

Infografis Ketimpangan Ekonomi Global
Hampir 99 persen kekayaan dunia dimiliki, hanya oleh 1 persen kelompok tertentu (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya