Harga Kendaraan Listrik Lebih Mahal Imbas Biaya Bahan Baku Meroket Selama Pandemi Covid-19,

Kenaikkan harga lebih dari dua kali lipat terjadi pada bahan baku untuk kendaraan listrik, selama pandemi Covid-19.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 23 Jun 2022, 10:57 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2022, 10:56 WIB
Mobil Tesla made-in-China akan diekspor ke Eropa
Kendaraan Tesla Model 3 yang diproduksi di China (made in China) di gigafactory Tesla yang terletak di Shanghai, China Timur. Biaya bahan baku untuk kendaraan listrik naik lebih dari dua kali lipat selama pandemi Covid-19. (Xinhua/Ding Ting)

Liputan6.com, Jakarta - Biaya bahan baku untuk kendaraan listrik naik lebih dari dua kali lipat selama pandemi Covid-19. Hal itu diungkapkan dalam sebuah laporan oleh perusahaan penasihat keuangan dan konsultan global asal AS, alixpartners.

Lonjakan biaya bahan baku ini membuat produsen seperti General Motors, Tesla, hingga Lucid dan Rivian terpaksa menaikkan harga kendaraan baru mereka secara signifikan.

Dilansir dari CNBC International, Kamis (23/6/2022) biaya bahan baku rata-rata untuk kendaraan listrik pada Mei 2022 mencapai USD 8.255 (Rp. 122,4 juta) per unit, atau naik 144 persen.

Harga terbaru itu menandai kenaikkan signifikan karena awalnya dirogoh USD 3.381 (Rp. 50,1 juta) per kendaraan pada Maret 2020, ketika wabah Covid-19 mulai menyebar luas di sejumlah negara.

Kenaikan harga ini mencakup bahan-bahan seperti kobalt, nikel, dan lithium, yang semuanya penting untuk produksi baterai untuk mobil listrik dan truk.

Biaya khusus kendaraan listrik telah meningkat menjadi USD 4.500 (Rp. 66,7 juta) dari yang awalnya sekitar USD 2.000 (Rp. 29,6 juta) dalam dua tahun terakhir, menurut AlixPartners.

Ternyata, kenaikkan biaya produksi tidak hanya terjadi pada kendaraan listrik.

AlixPartners mengungkapkan, biaya bahan baku untuk kendaraan tradisional dengan mesin pembakaran internal juga meningkat lebih dari dua kali lipat selama periode yang sama, menjadi USD 3.662 (Rp. 54,3 juta) per kendaraan atau naik 106 persen. 

Naiknya harga yang cukup tinggi ini dipicu oleh kenaikan pada baja dan aluminium.

Lonjakan biaya datang ketika pembuat mobil secara agresif meluncurkan model kendaraan listrik baru selama beberapa tahun ke depan.

AlixPartners memperkirakan jumlah model kendaraan listrik yang tersedia di pasar global akan meningkat dari 80 tahun lalu menjadi lebih dari 200 pada tahun 2024 mendatang.

Akibatnya, AlixPartners memprediksi biaya yang lebih tinggi akan memaksa perlambatan relatif dalam peluncuran kendaraan listrik, karena produsen kembali fokus pada profitabilitas.

 

Ford Motor Tak Lagi Cuan Hingga Tesla dan Lucid Naikknya Harga EV Secara Signifikan

Hyundai Motorstudio, Pameran Berkonsep Clean Mobility Pertama di Indonesia
Pengunjung melihat pameran mobil EV konsep Prophecy di Hyundai Motorstudio Senayan Park Jakarta (10/06/2022). Hyundai Motorstudio yang menempati area seluas lebih dari 450 m2 menghadirkan pengalaman baru untuk pengunjung khususnya bagi generasi milenial dan Z Indonesia. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

CFO Ford Motor John Lawler pekan lalu mengatakan kenaikan biaya komoditas telah mensurutkan keuntungan yang awalnya diharapkan akan diperoleh dari produk mobil Mustang Mach-E listrik.

Meskipun kendaraan itu menguntungkan ketika pertama kali diluncurkan pada akhir 2020, kini keuntungan tak lagi didapatkan.

Sementara itu pembuat mobil menaikkan harga untuk pembeli.

GM juga mengumumkan akan menaikkan harga mobil listrik Hummernya sebesar USD 6.250.

Produsen mobil itu menyalahkan harga yang lebih tinggi untuk suku cadang, teknologi, dan logistik.

Adapun Tesla, Rivian, Lucid, dan lainnya yang sebelumnya sudah mengumumkan kenaikan signifikan dalam biaya awal kendaraan listrik mereka.

Lockdown Covid-19 di China Bikin Kekayaan Bos Baterai Kendaraan Listrik Anjlok

Ilustrasi Miliarder
Ilustrasi Miliarder (pixabay.com)

Pimpinan raksasa baterai China Kontemporer Amperex Technology (CATL), yakni Robin Zeng, mengumpulkan kekayaan USD 45 miliar karena perusahaannya memasok banyak produk ke pasar kendaraan listrik yang sedang booming.

Tetapi dalam sebulan, lonjakan biaya dan lockdown terkait Covid-19 di China telah membuat hampir sepertiga kekayaan miliarder itu menurun.

Dilansir dari Forbes, kekayaan Zeng (53) turun 27 persen atau USD 12,2 miliar - menjadi USD 32,6 miliar. 

Penurunan kekayaan ini terjadi ketika saham CATL yang terdaftar di Shenzhen, di mana Zeng memiliki 24,4 persen saham, anjlok beruntun karena diperas oleh meroketnya biaya bahan baku menyusul lockdown Covid-19 di sejumlah kota di China.

Untuk Ningde, CATL dan perusahaan pembuat baterai di China lainnya, pertanyaan utama saat ini adalah bagaimana mengamankan cukup lithium, yang merupakan elemen penting membuat baterai isi ulang untuk kendaraan listrik.

Indeks harga lithium telah naik 130 persen dalam lima bulan pertama tahun ini, setelah melonjak 280 persen tahun lalu, menurut penyedia data Benchmark Mineral Intelligence.

Yale Zhang, direktur pelaksana konsultan Automotive Foresight yang berbasis di Shanghai, mengatakan perlu waktu dua tahun sebelum pasokan lithium dapat secara bertahap dikejar. 

Menurutnya, meski ada cadangan lithium yang cukup di Bumi (terutama di Australia, Amerika Latin, dan China) membuka tambang baru dan memurnikan ekstrak untuk tingkat yang dapat digunakan akan membutuhkan biaya yang mahal dan memakan waktu.

Zeng, sementara itu, juga tidak dapat menaikkan harga baterai CATL sesuka hati. 

Perusahaan ini adalah produsen baterai terbesar di dunia dengan 35 persen pangsa pasar dalam hal penjualan secara global, dan termasuk pembuat mobil termasuk BMW, Geely dan Tesla di antara pelanggannya, tetapi menghadapi persaingan yang meningkat dari LG Energy Solution di Korea Selatan (16 persen) dan BYD China (11 persen).

Infografis Boleh Lepas Masker Kode Keras Pandemi ke Endemi Covid-19
Infografis Boleh Lepas Masker Kode Keras Pandemi ke Endemi Covid-19 (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya