Liputan6.com, Jakarta - Dalam beberapa hari terakhir, Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjadi sorotan publik menyusul beredarnya laporan penyelewengan dana donasi untuk kepentingan pribadi, gaji ratusan juta, hingga pendanaan terorisme oleh organisasi amal tersebut.
Dugaan penyelewengan donasi umat di ACT sempat viral di media sosial, yakni di platform Twitter, setelah diulas majalah nasional, Tempo.
Laporan tersebut lantas menjadi topik yang banyak dibicarakan hingga muncul tagar #JanganPercayaACT yang perbincangannya terus bergulir di linimasa.
Advertisement
Teranyar, Kementerian Sosial (Kemensos) mencabut ijin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Tahun 2022. Pencabutan izin ini terkait adanya dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh pihak Yayasan.
Pencabutan ijin ACT itu dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi (5/7).
Berikut adalah sederet fakta tentang dana sumbangan ACT, dirangkum Liputan6.com, Rabu (6/7/2022):
1. PPATK menduga adanya penyelewengan dana ACT ke teroris
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga mengindikasikan adanya transaksi yang dilakukan oleh ACT yang diduga berkaitan dengan aktivitas terorisme.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, hasil pemeriksaan yang dilakukannya itu telah diserahkan ke sejumlah lembaga aparat penegak hukum seperti Detasemen Khusus (Densus) 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Transaksi mengindikasikan demikian (untuk kegiatan terorisme). Namun perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait," kata Ivan saat dihubungi pada Selasa kemarin (5/7).
Ivan menyebut, berdasarkan temuan pihaknya terkait dengan transaksi. Dana masyarakat yang masuk ke ACT diduga digunakan untuk kepentingan pribadi, bahkan ada dugaan digunakan untuk aktivitas terlarang.
"Indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," sebutnya.
Walaupun perihal temuan itu, PPATK masih masih melakukan proses analisis. Barulah, nantinya hasil itu akan diserahkan ke aparat penegak hukum. "Proses masih kami lakukan hasilnya segera akan kami serahkan kembali ke aparat penegak hukum," ucapnya.
Secara terpisah, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyebut, pihaknya telah melakukan penyelidikan. Akan tetapi, belum adanya laporan yang masuk ke Korps Bhayangakara terkait hal itu.
"Belum ada laporan, masih lidik pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan) dulu," kata Dedi.
2. ACT Bantah Dugaan PPATK Soal Penyelewengan Dana
Sementara itu, pihak ACT membantah dugaan terkait penyelewengan dana dari PPATK tersebut. Mereka membantah adanya aliran dana ke organisasi teroris.
Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Presiden ACT Ibnu Khajar dalam konferensi pers di Kantor ACT, pada Senin, 4 Juli 2022.
"Jadi kalau dialokasikan dana teroris itu dana yang mana? Kami sampaikan ini supaya lebih lugas karena kami tidak pernah berurusan dengan teroris," kata Ibnu Khajar, dikutip Rabu (6/7/2022).
Ibnu mengungkapkan, dia cukup merasa heran atas temuan tersebut. Pasalnya, ACT dalam kegiatan penyaluran bantuan kerap kali mengundang lembaga dan instansi pemerintahan dalam rangka kerjasama.
"Di tiap program kami selalu mengundang entitas seperti gubernur, menteri juga selalu datang. Terakhir itu distribusi bantuan pangan dilakukan di depan Mabes TNI, kami kerja sama dengan Pangdam Jaya," terangnya.
Adapun terkait bantuan yang disalurkan ke sejumlah wilayah konflik semisal di Suriah, Ibnu mengakui bahwa bantuan tersebut disalurkan sebagai bentuk bantuan terhadap korban perang, terlepas dari siapa penerimanya.
"Apakah ACT siapkan bantuan kepada pemerintah yang Syiah atau kepada pemberontak yang ISIS? Kami sampaikan kemanusiaan itu tidak boleh menanyakan tentang siapa yang kami bantu, agamanya apa, enggak penting," ujarnya.
Menurutnya, bantuan yang disalurkan ACT terkhusus ke wilayah-wilayah konflik ditujukan kepada masyarakat sipil yang terkena imbas akibat perang. Maka bantuan itu tidak melihat latar belakang pihak yang menerimanya.
"Jadi yang kami tahu ada orang tua yang sakit, ada anak-anak yang terlantar, korban perang kami terima di pengungsian di Turki, kami berikan bantuan pangan medis, dan kami tidak pernah bertanya mereka Syiah atau ISIS nggak penting buat kami," tegasnya.
Advertisement
3. Polri Masih Selidiki Dugaan Penyelewengan Dana ACT
Sejauh ini, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dit Tipidum) Bareskrim Polri masih menyelidiki terkait hasil penelusuran PPATK terkait dengan lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Dir Tipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian mengatakan, penyelidikan itu dilakukan untuk menggali sejumlah fakta atas kasus tersebut.
"Sampai saat ini masih penyelidikan, penyidik masih berupaya menggali fakta-fakta apakah ada unsur pidana atau tidak," kata Andi Rian saat dihubungi, Rabu (6/7/2022).
Selain itu, jenderal bintang satu ini menjelaskan, kasus ini dilakukan penyelidikan oleh pihaknya karena memang ternyata sudah dilaporkan ke Bareskrim Polri.
"Pelapor PT Hydro, melakukan kerjasama dengan ACT, namun tidak berjalan," ujarnya.
4. Kementerian Sosial cabut izin ACT
Sementara itu, Kementerian Sosial (Kemensos) mencabut ijin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Tahun 2022.
Pencabutan izin ini terkait adanya dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh pihak Yayasan.
Pencabutan ijin ACT itu dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi (5/7).
"Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut”, kata Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi di kantor Kemensos pada Selasa (5/7/2022).
5. Polri Benarkan ACT Pernah Dilaporkan ke Bareskrim Sejak Tahun Lalu
Bareksrim Polri membenarkan adanya informasi, terkait laporan polisi yang mengadukan Aksi Cepat Tanggap (ACT) pada tahun lalu. Diketahui, laporan itu bernomor LP/B/0373/VI/2021/Bareskrim yang masuk pada tanggal 16 Juni 2021.
"Iya (ada laporan tersebut),” kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian saat dikonfirmasi awak media, Selasa (5/7/2022).
Andi menjelaskan, laporan itu masih berstatus penyelidikan dan belum naik sidik. Jenderal bintang satu ini juga memastikan pemeriksaan terus berjalan dengan memanggil sejumlah pihak untuk diperiksa sebagai saksi.
“Sedang dalam penyelidikan untuk memfaktakan unsur pidana. Sudah ada beberapa pihak yang sudah diklarifikasi,” ungkap Andi.
Sebagai informasi, kata Andi, laporan terkait ACT pada tahun lalu perihal adanya dugaan penipuan atau keterangan palsu dalam akta otentik.
Sebelumnya diberitakan, organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT), ramai menjadi bahan perbincangan di jagat media sosial. Para warganet menyoal terkait dugaan penyelewengan dana operasional sampai besarnya gaji, para pejabatnya.
Advertisement
6. Presiden ACT Benarkan Gaji Pimpinan Sempat Sentuh Rp 250 Juta
Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar membenarkan kabar soal pendapatan gaji sempat menyentuh angka Rp 250 juta.
Meski demikian, dia mengklaim itu berlaku saat Januari 2021 dan tak berlaku tetap.
"Jadi kalau pertanyaannya apa sempat diberlakukan? Kami sempat memberlakukan di Januari 2021, tapi tidak berlaku permanen," kata dia saat jumpa pers di kantornya di kawasan Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022).
Menurut Ibnu, pada Desember 2021 ACT pun memutuskan mengurangi gaji akibat kondisi keuangan yang tidak stabil.
"Sampai teman-teman mendengar di bulan Desember 2021, sempat ada kondisi filantropi menurun signifikan sehingga kami meminta kepada karyawan mengurangi gajinya mereka," ungkap dia.
Karena posisi yang tidak stabil tersebut, lanjut Ibnu, pihaknya memotong gaji dari setiap karyawan untuk mengurangi beban biaya operasional yang ada.
"Kami memilih dua hal apakah kami mengurangi karyawan waktu itu atau apakah kami mengurangi beberapa alokasi karyawan? Beberapa karyawan memilih kami sharing aja supaya, kami mengurangi menanggung sehingga beberapa dikurangi (gaji) secara kolektif," ujarnya.