Ternyata Benar, Milenial Susah Beli Rumah

Dibutuhkan strategi khusus agar para milenial bisa memiliki rumah atau hunian sendiri. Para pengembangan harus membantu memudahkan milenial mendapatkan rumah.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Jul 2022, 19:00 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2022, 19:00 WIB
Pameran Indonesia Properti Expo 2022
Pengunjung mendapat penjelasan mengenai hunian saat pameran Indonesia Properti Expo di Jakarta Convention Centre, Jakarta, Minggu (15/5/2022). Indonesia Property Expo atau IPEX 2022 dilaksanakan pada 15 hingga 22 Mei mendatang. Pameran tersebut melibatkan 41 developer/pengembang yang terdiri dari 11 pengembang subsidi dan 30 pengembang non subsidi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan fakta menarik sektor properti. Saat ini harga rumah semakin mahal dan tak terjangkau sehingga membuat para milenial tak bisa memiliki rumah sendiri. Maka tak heran jika sebagian besar dari para milenial masih tinggal dengan orang tua atau mertua mereka. 

Kepala Peneliti PT Jones Lang Lasalle (JLL) Indonesia Yunus Karim mengatakan, pernyataan dari Sri Mulyani tidak salah. Menurutnya memang harga properti seperti rumah, apartemen dan lainnya terus meningkat. Hal ini tentu saja memberatkan para milenial

Oleh karena itu, dibutuhkan strategi khusus agar para milenial ini bisa memiliki rumah atau hunian sendiri. "Developer dan pengembang harus bisa melakukan inovasi agar penjualan rumah masih bisa terjangkau generasi milenial," kata Yunus dalam Media Brief Online, Jakarta, Rabu (27/7/2022).

Beberapa strategi yang bisa dilakukan misalnya menyesuaikan luas rumah yang ditawarkan. Ukuran rumah untuk milenial bisa dibuat lebih compact yang menyesuaikan dengan gaya hidup milenial.

"Inovasi membuat size yang lebih compact dengan sasaran generasi milenial dari sisi behavior-nya," kata Yunus.

Selain itu, pengembang bisa memberikan kemudahan proses pembayaran untuk para milenial. Sehingga generasi muda bisa lebih mudah memiliki hunian sendiri.

"Kemudahan cara bayar ini bisa memudahkan pembelian rumah," katanya.

Yunus menambahkan, di tengah ketidakpastian global yang terjadi saat ini penjualan rumah tapak masih resilien. Mengingat rumah merupakan kebutuhan primer masyarakat.

Dari sisi permintaan pun masih sangat sehat. Namun tetap harus memastikan segmentasi permintaan rumah tapak.

"Permintaan rumah tapak akan tetap sehat di sektor rumah tapak," kata dia mengakhiri. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Sri Mulyani Sebut Harga Rumah Makin Mahal, Banyak yang Pilih Tinggal di Mertua

Pameran Indonesia Properti Expo 2022
Pengunjung melihat maket hunian yang dipamerkan dalam pameran Indonesia Properti Expo di Jakarta Convention Centre, Jakarta, Minggu (15/5/2022). Tahun ini, Indonesia Property Expo atau IPEX 2022 menargetkan mayoritas konsumen dari kaum milenial dan first-home buyers dan menghadirkan lebih dari 225 proyek properti dari pengembang pilihan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pandemi telah membuat semua sektor terpuruk, tak terkecuali sektor perumahan. Tanpa disadari, sektor ini mengalami dampak yang besar.

Tercermin dari penurunan pertumbuhan kinerja yang selama 2 tahun berturut-turut menurun. Pada tahun 2019 pertumbuhannya masih 11,84 persen. Kemudian di tahun 2020 menurun jadi hanya 4,34 persen. Kemudian pada tahun 2021 sedikit mengalami perbaikan dengan pertumbuhan 5,74 persen.

"Tak terkecuali sektor perumahan yang kredit grossnya berkurang," kata Sri Mulyani dalam pembukaan Securitization Summit 2022, Jakarta, Rabu (6/7/2022).

Di sisi lain, harga-harga juga makin mahal. Harga tanah sebagai bahan pokoknya selalu naik, terutama di perkotaan. Belum lagi bahan bakunya yang juga ikut naik. Terlebih saat ini di tengah peningkatan inflasi di hampir semua negara.

"Harga rumah ini cenderung naik dan membuat masyarakat akan sulit beli rumah. Ini jadi salah satu implikasi dari situasi dunia dan pengaruhnya ke perumahan," kata dia.

Sebelum terjadi pandemi, sektor perumahan memang menjanjikan dengan kontribusi terhadap PDB hingga 13 persen. Meski begitu, harga rumah masih terlalu tinggi terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sehingga jauh sebelum pandemi sektor ini sudah memiliki masalahnya tersendiri.

"Kita buat skema kredit rumah rakyat bersubsidi, tapi dari sisi suplai dan demainnya ini yang memang bermasalah sejak awal," kata dia.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Bangunan Rumah

Suplai yang dimaksud yakni produksi dan bangunan rumah, sedangkan demand masyarakat yang membutuhkan rumah.

Sri Mulyani mengatakan pasar baru akan tercipta jika keduanya bertemu pada titik yang sama.

Namun sayangnya tingginya kebutuhan rumah tidak diimbangi dengan kemampuan daya beli dan permodalan bagi para produsen perumahan.

Apalagi generasi muda saat ini banyak yang membutuhkan rumah namun tidak memiliki kemampuan untuk membeli karena harganya yang lebih tinggi dari kemampuan.

"Jadi mereka cukup tinggal di mertua atau sewa. Kalau mertuanya punya rumah juga, kalau enggak punya rumah, masalah lagi. Jadi ini menggulung generasi," kata dia.

 

 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Infografis Serba-serbi Rumah Ramah Lingkungan
Infografis Serba-serbi Rumah Ramah Lingkungan. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya