Â
Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, memastikan bahwa pemerintah tidak akan mencabut subsidi energi. Pemerintah telah mengalokasikan subsidi dan kompensasi untuk BBM, gas dan listrik Rp 502,4 triliun sepanjang 2022.
Baca Juga
"Jadi kalau ngomong jangan dicabut subsidinya, wong duitnya Rp 500 triliun enggak dicabut," kata Sri Mulyani saat rapat dengan anggota DPD RI Kamis, (25/8/2022).
Advertisement
Pernyataan Sri Mulyani ini menanggapi pertanyaan dari Anggota DPD RI Sanusi Rahaningmas. Ia mengatakan bahwa kenaikan harga Pertamax beberapa waktu lalu telah membuat kepanikan di masyarakat.
Oleh sebab itu Sanusi meminta kepada pemerintah untuk tidak mencabut subsidi BBM sehingga tidak akan menimbulkan kepanikan lagi. "Terkait rencana pemerintah yang akan mencabut subsidi buat BBM, saya harap perlu dipertimbangkan," kata Sanusi.
Sri Mulyani melanjutkan, pemerintah sekarang tengah mencari alternatif lain agar beban subsidi energi yang ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak semakin berat. Mengingat sebelumnya pemerintah telah meminta DPR untuk menambah anggaran kompensasi dan subsidi energi menjadi Rp 502,4 triliun dari semula hanya Rp 158 triliun.
Kala itu, Sri Mulyani mengatakan tambahan subsidi diberikan dengan asumsi harga minyak dunia (ICP) USD 100 per barel. Namun sepanjang Januari sampai Juli, harga minyak dunia rata-rata USD 105 per barel.
"Jadi ada beda USD 5 (per barel)," kata dia.
Walaupun selisihnya hanya USD 5, namun nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah. Hal ini menyebabkan biaya kompensasi dan subsidi energi yang harus dibayarkan pemerintah ke Pertamina jadi makin bengkak.
Â
Konsumsi
Selain harga minyak dunia yang terus meningkat, Sri Mulyani mengatakan pemerintah juga melakukan evaluasi terhadap volume konsumsi BBM bersubsidi. Pada Juni lalu, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama DPR telah menghitung konsumsi kuota BBM yang akan disubsidi.
Kala itu, diputuskan kuota untuk solar sebesar 15,1 juta kilo liter dengan nilai keekonomian Rp 13.950 per liter. Agar harganya tetap Rp 5.150 di tingkat konsumen, maka pemerintah mensubsidi hingga Rp 8.300 per liter.
Begitu juga dengan Pertalite, volume subsidi yang disepakati 23 juta kilo liter dengan subsidi Rp 6,800 per liter. Sehingga harganya di tingkat konsumen Rp 7.650 per liter.
Sri Mulyani mengatakan, jika pemerintah tetap harus membayar subsidi dengan jumlah yang sama, maka anggaran yang telah disediakan APBN hanya bisa bertahan sampai bulan Oktober.
"Lah kalau ngikutin tren ini, bulan Oktober habis Pak kuota itu. Jadi subsidinya bukan dicabut yang Rp 500 triliun itu, (tapi memang) habis," kata dia.
Dia menambahkan konsumsi Solar bersubsidi per Juli 2022 sudah habis, yakni 15 juta kilo liter. Sedangkan untuk Pertalite sampai akhir Juli sudah menghabiskan 16,84 juta kilo liter.
"Artinya tiap bulan 2,4 juta kilo liter habis. Kalau ini diikutin, akhir September habis Pak untuk Pertalite," pungkasnya.
Advertisement
Rencana Kenaikan Harga BBM Bikin Heboh Sorong, Antrean Mobil Capai 1 KM
Sebelumnya, Senator Papua Barat Sanusi Rahaningmas mendapatkan laporan dari Sorong Papua Barat dan beberapa kota lain terkait antrean kendaraan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Terdapat antrean mobil lebih dari 1 kilometer di SPBU Kota Sorong Papua Barat.
"Hari ini antrean mobil khusus di SPBU Sorong 1 kilo sekian meter," kata Sanusi dalam Rapat Kerja dengan Komite IV DPD RI di Kompleks DPD RI, Jakarta, Kamis (25/8/2022).
Tak hanya itu antrean serupa juga terjadi di Manokwari, Papua Barat. "Begitu juga di Manokwari untuk solar," imbuhnya.
Sanusi berharap pemerintah bisa mencabut wacana pencabutan BBM bersubsidi. Dia meminta pemerintah melakukan perhitungan kembali terkait rencana kenaikan harga BBM.
"Terkait rencana pemerintah yang akan mencabut subsidi buat BBBM, saya harap perlu dipertumbangkan" kata dia.
Sebab, menurunya beberapa waktu lalu sudah pernah ada kenaikan harga BBM untuk jenis Pertamax. Kenaikan harga tersebut telah berdampak signifikan di masyarakat.
"Karena dalam kurun waktu beberapa bulan ini kenaikan BBM (Pertamax) cukup signifikan," kata dia.
Reporter:Â Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com