Liputan6.com, Jakarta - Revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tak kunjung diterbitkan, padahal aturan ini jadi kunci penyaluran BBM Subsidi secara tepat sasaran. Pembahasan kriteria kendaraan disebut-sebut jadi biang kerok lambatnya revisi aturan tersebut diterbitkan.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menaksir pembahasan kriteria kendaraan yang berhak mendapat akses membeli Pertalite jadi perbincangan alot. Bahkan, ia menduga banyak kepentingan yang terlibat dari satu aspek ini saja.
Baca Juga
"Ini yang saya heran, kok ya lama banget keluarnya, sepertinya alot terkait dengan kriteria kendaraan yang berhak menerima BBM subsidi. Ini bicara soal efektifitas pembatasan, tarik ulurnya disini, selain itu diperhitungkan juga potensi dampak ekonomi yang dihasilkan," ujarnya kepada Liputan6.com, Selasa (13/9/2022).
Advertisement
"Nah ini yang belum clear, karena saya kira banyak kepentingan yang terlibat," imbuh Mamit.
Untuk diketahui, revisi Perpres 191/2014 rencananya rampung dan terbit pada Agustus 2022. Namun, hingga saat ini, belum ada kabar kapan revisi aturan tersebut diterbitkan.
Revisi yang dilakukan berkaitan dengan kriteria kendaraan yang berhak mendapatkan BBM Subsidi termasuk Solar dan Pertalite. Kemudian, adanya batasan penyaluran, hingga pengawasan hukumnya.
Mamit mengamini, berbagai aspek yang diatur dalam beleid itu nantinya akan juga mencakup sanksi bagi pelanggar. Tujuannya memberikan efek jera bagi konsumen yang tak taat aturan.
Beberapa waktu lalu beredar di media sosial soal kriteria mobil yang tak boleh mengakses Pertalite. Kabar itu menyebut pembatasan dilakukan untuk mobil dengan kapasitas mesin 1.400 CC. Namun, angka ini masih belum pasti, karena revisi Perpres 191/2014 yang tak kunjung terbit.
Mamit mengaku belum menemukan aspek lain yang bisa menjadi potensi molornya Perpres 191/2014 terbit. Padahal, ada cara lebih sederhana dalam melakukan pembatasan akses BBM Subsidi.
"Kayaknya di situ aja (potensi alot), saya belum menemukan aspek lain yang cendrung tarik menarik. Kalau pemerintah mau ketat dan mau lebih mudah saya kira ditambahkan opsi BBM subsidi hanya untuk angkutan umum plat kuning, UMKM, nelayan, petani dan juga roda 2, aman itu sudah kalau menurut saya," bebernya.
Â
Jadi Kunci Pembatasan
Lebih lanjut, Mamit kembali menegaskan kalau Revisi Perpres 191/2014 memiliki peran penting dalam pembatasan BBM Subsidi. Aturan ini akan jadi pedoman petugas di lapangan khususnya SPBU Pertamina.
"Revisi Perpres 191/2014 merupakan kunci dalam pembatasan BBM bersubsidi. Hal ini diperlukan agar teman-teman Pertamina terutama petugas SPBU merasa tenang dalam menjalankan tugas di lapangan," ujarnya.
Ini juga sekaligus merespons kabar adanya uji coba pembatasan pembelian Pertalite yang dilakukan oleh Pertamina di beberapa SPBU. Padahal, pedoman aturannya belum terbit, sehingga ini disinyalir menimbulkan konflik baru di lapangan.
"Terjadinya konflik antara petugas SPBU dengan konsumen terkait uji coba pembatasan Pertalite. Jika pemerintah serius melakukan pembatasan, segera terbitkan revisinya. Kasihan Pertamina dan petugasnya," kata Mamit.
Â
Advertisement
Pendataan
Kemudian, Mamit juga menyoroti, jika benar ada pembatasan pembelian yang dilakukan, artinya Pertamina tak berdasar pada aturan hukum. Karena, sebelum revisi Perpres 191/2014 terbit, ia tak menemukan aturan yang memberikan kewenangan ke Pertamina untuk membatasi.
"Uji coba pembatasan Pertalite oleh pertamina seharusnya tidak bisa dilakukan. Sampai saat ini saya tidak menemukan adanya aturan yang memberikan kewenangan bagi Pertamina dalam membatasi BBM subsidi. Pertamina dalam posisi sebagai badan usaha yang diberikan penugasan oleh pemerintah," terangnya.
Dalam hal ini, ia meminta Pertamina seharusnya dalam posisi melakukan pendataan saja melalui aplikasi MyPertamina. Mereka harus menunggu diterbitkannya terlebih dahulu Perpres 191/2014 yang mengatur mengenai pembatasan Pertalite.
"Jika pun mau, BPH Migas yang bertugas mengawasi penyaluran BBM bersubsidi, menerbitkan SK Kepala BPH (Migas) yang mengatur pembelian Pertalite. Pertanyaannya, maukah BPH Migas? Jangan adu Pertamina dengan konsumen," pungkasnya.
Â
Jenis Mobil Dibatasi
Sebelumnya, beredar kabar kalau mobil dengan 1.400 CC ke atas akan dilarang menggunakan BBM subsidi seperti Pertalite dan Solar. Mobil-mobil ini seperti jenis Xpander, Mobilio, hingga Avanza.
Untuk itu, pemerintah harus merevisi aturan yang ada, yaitu Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014. Aturan itu isinya, memuat sejumlah pembatasan kendaraan yang dilarang mengonsumsi BBM subsidi, yakni Solar dan Pertalite.
Revisi aturan tersebut akan memuat memgenai kriteria kendaraan yang dilarang membeli Pertalite. Hal ini dilakukan untuk menjaga konsumsi Pertalite tak melebihi kuota yang ditetapkan.
Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Erika Retnowati menyampaikan keputusan jenis-jenis pembatasan akan tertuang dalam beleid tersebut. Namun, ia belum memberikan bocoran kriterianya.
"Belum ditetapkan ya, tunggu saja terbitnya revisi Perpres 191/2014," katanya saat dikonfirmasi Liputan6.com, Minggu (4/9/2022).
Sebelumnya, pemerintah memang berencana untuk membatasi mobil yang boleh membeli Pertalite. Pernah beredar kabar pembatasannya mengacu pada besaran CC mobil, yakni 1.500 CC. Namun, beredar juga kabar kalau pembatasan yang dilakukan untuk 1.400 CC ke atas.
Erika tak menampik maupun mengiyakan kabar ini. Namun, ia mengamini sudah ada rencana pembatasan bagi mobil yang boleh membeli Pertalite.
"Rencananya iya (membatasi jenis mobil)," ujarnya.
Advertisement