Liputan6.com, Jakarta Ekonomi Inggris secara tak terduga menyusut pada Agustus 2022. Penurunan ini memperkuat prediksi pada ekonomi Inggris yang diramal bank sentralnya akan jatuh ke dalam resesi.
Dilansir dari BBC, Kamis (13/10/2022), pertumbuhan ekonomi Inggris menurun hingga 0,3 persen, didorong oleh penyusutan aktivitas pabrik dan bisnis, menurut angka resmi.
Advertisement
Harga pangan dan energi di Inggris telah meningkat pada tingkat tercepat selama 40 tahun, memakan anggaran masyarakat, dan melampaui pertumbuhan gaji.
Data terakhir Kantor Statistik Nasional (ONS) Inggris menunjukan, dalam tiga bulan hingga Agustus, PDB juga turun 0,3 persen.
Ini menandai penurunan dari Juli 2022, ketika ekonomi Inggris tumbuh hanya 0,1 persen.
Kepala Ekonom ONS Grant Fitzner mengungkapkan, banyak bisnis di Inggris seperti ritel, penata rambut, dan hotel yang “bernasib relatif buruk" pada bulan Agustus.
"Ekonomi menyusut pada Agustus dengan produksi dan jasa jatuh kembali, dengan sedikit revisi ke bawah untuk pertumbuhan Juli, ekonomi berkontraksi dalam tiga bulan terakhir secara keseluruhan," kata Fitzner.
Nilai Ekonomi
Dia menambahkan, acara olahraga di Inggris juga tidak menghasilkan banyak nilai ekonomi, meski sebelumnya telah dibantu oleh ajang Women's Euro Championship pada Juli 2022.
Sementara itu, Yael Selfin, Kepala Ekonom di KPMG, mengatakan bahwa Inggris sekarang "tertatih-tatih di tepi resesi".
"Tekanan berkelanjutan pada keuangan rumah tangga terus membebani pertumbuhan, dan kemungkinan telah menyebabkan ekonomi Inggris memasuki resesi teknis,” bebenya.
"Penurunan PDB Agustus kemungkinan menandai dimulainya tren penurunan yang akan berlanjut hingga tahun depan," kata Kepala ekonom Inggris di Pantheon Macroeconomics, Samuel Tombs.
Advertisement
Krisis Ekonomi di Inggris, Pengusaha: Ada Saja Bahan Naik dan Tidak Tahu Mengatasinya
Sebelumnya, pengusaha di Inggris mengungkapkan mulai merasakan dampak krisis ekonomi di negara itu.
Penurunan nilai pound sterling memukul banyak bisnis dengan keras karena biaya bahan dan komoditas impor seperti gas alam yang dipatok dalam dolar menjadi mahal.
Karena semakin mahalnya biaya, pengusaha di Inggris kemungkinan akan terpaksa menaikkan harga produk atau jasanya kepada konsumen, ketika inflasi di sana sudah mendekati level tertinggi dalam 40 tahun sebesar 9,9 persen.
Seperti banyak pemilik usaha kecil di Inggris, pengusaha restoran fish and chips Harry Niazi mengharapkan bantuan pemerintah untuk mempertahankan bisnisnya di London, di mana biaya bahan bakar semakin meroket.
"Semua harga dipatok dengan dolar, solar untuk kapal menangkap ikan, truk untuk mengirimkan produk kami. Dampaknya begitu besar," kata Niazi, pemilik restoran Olley’s Fish Experience, dikutip dari Associated Press Jumat (30/9/2022).
"Saya takut menaikkan harga. Kami biasanya kedatangan banyak pelanggan, kami tidak ingin kehilangan mereka, tetapi setiap ada saja bahan yang naik harganya. Saya tidak tahu bagaimana kami akan mengatasinya," ungkapnya.
Harga ikan haddock, juga ikan putih lainnya yang Niazi impor kini dipatok dengan dolar, dan biaya itu telah melonjak sejak Juli 2022, ketika pemerintah Inggris memberlakukan tarif 35 persen pada produk impor makanan laut Rusia sebagai bagian dari sanksi atas konflik di Ukraina.
Biaya Pengiriman Produk ke Inggris Melonjak
Kekhawatiran Niazi tentang penurunan nilai pound sterling juga digaungkan oleh pengusaha di Inggris lainnya, yakni Sanjay Aggarwal, yang merupakan salah satu pendiri perusahaan bahan makanan, Spice Kitchen.
Perusahaan yang berbasis di Liverpool ini menjual produk set hadiah campuran rempah-rempah India yang dikemas dalam kaleng baja dari pabrikan India.
Aggarwal mengatakan dia sudah terpaksa menaikkan harga produknya tahun ini karena kenaikan harga baja.
Biaya pengiriman ke Inggris juga telah melonjak sejak mencapai titik terendah di tengah pandemi Covid-19 Biaya untuk mengirim container dari India ke Inggris telah meningkat empat kali lipat sejak 2020 menjadi sekitar USD 8.000 hingga USD 9.000, katanya.
Pengiriman terbarunya sudah dalam perjalanan tepat waktu untuk musim libur Natal, tetapi Aggarwal susah bersiap menghadapi lonjakan harga ketika dia harus melakukan pemesanan berikutnya.
"Kami terpengaruh karena bisnis kami bermain dalam skala global," ungkap Aggarwal.
"Jadi, setiap pesanan di masa mendatang yang kami lakukan sekarang, akan dikenakan biaya 20 persen lebih mahal," bebernya.
Advertisement