Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan mengimpor obat penawar untuk pasien gangguan ginjal akut misterius. Impor ini akan dilakukan melalui Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tirmizi menjelaskan, impor obat penawar untuk pasien gangguan ginjal akut misterius ini dari Singapura.
Baca Juga
"Kemarin (yang lewat) RSCM dari Singapura," kata Siti Nadia Tirmizi saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Jumat (21/10/2022).
Advertisement
Meskipun obat ini diimpor melalui RSCM, namun nantinya akan diberikan ke semua pasien di seluruh Indonesia.
Siti menjelaskan, obat penawar atau antidotum ini digunakan untuk menekan fatalitas pasien yang menderita gangguan ginjal akut misterius.
Sayangnya, Nadia belum bisa menyebutkan jumlah obat yang akan diimpor dari Negeri Singa itu. Sebab hingga saat ini pihaknya sedang menghitung jumlah obat penawar yang dibutuhkan.
"Yang lain (jumlah obat dan anggaran) sedang dihitung," kata dia.
Selain dari Singapura, obat penawar ini juga ada di Australia dan beberapa negara lain. Sehingga jika kebutuhannya tidak bisa dipenuhi dari Singapura saja, maka akan diimpor dari negara lain.
"Banyak sumbernya, ada juga dari Australia. Nanti kita lihat kebutuhannya," kata Nadia.
Gangguan Ginjal Akut pada Anak Bikin Orangtua Ketar-Ketir, Ini Saran Psikolog
Baru-baru ini Indonesia dihebohkan dengan kasus gangguan ginjal akut misterius atau Acute Kidney Injury Unknown Origin (AKIUO). Hingga 18 Oktober 2022, angka kasusnya mencapai 206 dan tingkat kematiannya 48 persen.
Penyakit ini kebanyakan menimpa anak usia bawah lima tahun (balita) dan memicu kekhawatiran orangtua. Jika penyakit ini menimpa buah hati, tentu ibu dan ayah pun sedih.
Terkait hal ini, psikolog dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia Annelia Sari Sani mengatakan bahwa dalam menghadapi masalah ini, orangtua harus saling menguatkan.
“Ibu itu enggak perlu menjadi supermom, bapak tidak perlu menjadi superdad. Justru kita perlu berkolaborasi, bergandengan tangan, bersama-sama dengan sesama orangtua, sesama bapak, sesama ibu,” ujar Annelia ketika ditemui di Jakarta Selatan, Kamis (20/10/2022).
Ia juga mengimbau para orangtua untuk tak takut mencari bantuan dan jangan menanggung semua beban sendirian.
“Minta pertolongan ke kakek, nenek, om, tante. Itu tidak menunjukkan bahwa kita itu lemah atau kita orangtua yang gagal, tidak. Jadi, jangan hadapi semua kesulitan ini sendirian.”
Annelia menambahkan, jika kesulitan menemukan akses pada tenaga profesional maka orangtua dapat menggunakan akses-akses atau dukungan sosial terdekat terlebih dahulu. Ini termasuk keluarga, teman, dan tetangga.
“Mungkin ada yang tidak bisa membantu tapi saya cukup yakin yang bisa membantu di lingkungan kita itu sangat banyak. Jangan gengsi, jangan merasa gagal kalau minta bantuan, cari bantuan.”
Advertisement
Kasus hingga 18 Oktober
Dari Januari hingga 18 Oktober 2022, sudah ada 206 anak dari 20 provinsi di Indonesia yang mengalami gangguan ginjal akut progresif atipikal. Ini disampaikan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
Angka kematian pada penyakit ini nyaris setengahnya yakni 48 persen.
"Tingkat kematian terjadi pada 99 anak atau 48 persen," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril dalam jumpa pers daring, pada Rabu, 19 Oktober 2022.
Data yang dimiliki Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa sejak awal tahun 2022 sudah terdapat 1-2 kasus gangguan ginjal akut misterius per bulan. Namun, pada Agustus jumlahnya melonjak hingga puluhan.
Kebanyakan yang terkena gangguan ginjal akut adalah anak di bawah lima tahun. Namun, ada juga yang berusia belasan.
Belum Ditemukan Penyebabnya
Sementara, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia Piprim Basarah Yanuarso mengatakan bahwa penyebab gangguan ginjal akut masih belum ditemukan.
“Kalau bicara masalah penyebab, ini kan masih ada beberapa teori ya. Ada yang MISC, ada juga kecurigaan terhadap obat-obatan yang mengandung etilen glikol ini juga sedang kita periksa,” katanya dalam konferensi pers Selasa 18 Oktober 2022.
Artinya, hingga kini belum konklusif atau belum dapat disimpulkan penyebab tunggal dari gangguan ginjal akut. Belum bisa disebut pula bahwa penyebabnya adalah obat batuk paracetamol sirup, katanya.
“Kita belum berani menyimpulkan ke satu penyebab tunggal, masih investigasi.”
“Akan tetapi memang belajar dari adanya kasus Gambia belajar juga dari kecurigaan etilen glikol yang salah satunya dilaporkan paracetamol sirup, maka sebagai kewaspadaan dini IDAI mengeluarkan rekomendasi tidak menggunakan dulu paracetamol sirup.”
Advertisement