Liputan6.com, Jakarta Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno meminta BUMN dan perusahaan swasta turut serta dalam menghadirkan layanan angkutan perintis di daerah tertinggal, terpencil, terisolir, dan perbatasa (3TP). Khususnya menjalin kerja sama dengan perusahaan lokal daerah.
Djoko memandang, kolaborasi ini bisa menjadi solusi berbagai kendala dalam penyediaan angkutan perintis. Salah satu kendalanya adalah terbatasnya kendaraan yang bisa dioperasikan.
Baca Juga
Djoko memandang ada keterbatasan anggaran untuk mengoperasikan angkutan jalan perintis dengan melibatkan BUMN dan perusahaan swasta dalam hal pengadaan sarana. Kolaborasi harus dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi penyelenggara angkutan perintis. Salah satunya kolaborasi antarperusahaan BUMN.
Advertisement
"Untuk membantu Perum Damri misalnya, perusahaan BUMN lain dapat menyediaan bus di sekitar wilayah perusahaan sebagai program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Selain itu, pemerintah juga dapat bekerja sama dengan perusahaan swasta untuk pengadaan bus sebagai bentuk corporate social responsibilty (CSR)," ujar Djoko dalam keterangannya, Minggu (6/11/2022).
Sementara itu dalam kondisi jalan yang dilewati belum memadai dapat dilakukan dengan pilihan sarana angkutan disesuaikan dengan kondisi jalan. Sarana angkutan dapat mengangkut penumpang dan barang, tidak diharuskan dengan kelengkapan fasilitas berpendingin.
"Sembari menunggu kewajiban pemda untuk memperbaiki jaringan jalan yang rusak. Karena jalan yang rusak itu berada di jalan yang wewenangnya di pemerintah daerah, yakni jalan provinsi dan jalan kabupaten," paparnya.
Menurutnya, wilayah perbatasan yang sudah terbangun Pos Lintas Batas Batas Negara (PLBN) wajib dilengkapi dengan fasilitas layanan angkutan umum yang dimulai dengan angkutan jalan perintis. Kemudian, Pulau-pulau kecil dibantu pengoperasian layanan angkutan umum perintis, seperti Pulau Tanimbar, Kep. Anambas, Pulau Natuna, Pulau Tidore, Pulau Ternate, Pulau Biak, Pulau Natuna, Pulau Nias, Pulau Mentawai, Pulau Sebatik, Pulau Karimun
"Dapat diterapkan sistem kontrak tahun jamak (multi years) agar operator dapat dengan mudah melakukan pengadaan sarana bus baru. Dengan sistem kontrak seperti itu dapat dengan mudah untuk mencari investor melalui pinjaman di perbankan. Kemudian dalam pengoperasian diterapkan dengan skema pembelian layanan (buy the service) dengan sistem pengawasan yang disederhanakan," beber Djoko.
Â
Seluruh Pemangku Kepentingan
Lebih lanjut, Djoko melihat kalau kolaborasi ini perlu dilakukan seluruh pemangku kepentingan. Baik dari pembuat kebijakan, kementerian, hingga pelaksana di lapangan.
"Kolaborasi perlu diselenggarakan semua pemangku kebijakan, baik antar-kementerian maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah harus hadir di tengah kesulitan masyarakat dalam mendapatkan transportasi," kata dia.
"Masyarakat di wilayah pelosok semestinya bisa menikmati layanan angkutan perintis secara gratis," imbuhnya.
Djoko memandang kedepannya pengelolaan layanan perintis juga harus memanfaatkan teknologi digital yang lebih canggih. Harapannya, masyarakat bisa lebih mudah mengakses layanan perintis melalui gawai. Pengawasan terhadap angkutan layanan perintis juga bisa lebih optimal.
Â
Advertisement
Kendala Angkutan Perintis
Dalam keterangan itu, Djoko setidaknya memuat 3 kendala dalam penyediaan angkutan perintis. Mmengingat peran angkutan jalan perintis yang memiliki peran penting dalam konektivitas di daerah.
Pertama, kendala kondisi medan jalan sulit dilalui dan putusnya jembatan yang menghubungi wilayah yang dilayani apabila terjadi cuaca buruk dan bencana alam.
Solusinya, menyelesaiankan masalah pada saat terjadi bencana alam yang mengakibatkan putusnya jalan yang melayani pelayanan Angkutan Jalan Perintis. Yakni akan dilakukan adendum kontrak yang disesuaikan dengan mengubah atau mengurangi sisa kontrak pelayanan.
Kedua, sulitnya mendapat Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di beberapa trayek yang dilayani khususnya di luar Pulau Jawa dan Bali. Solusinya adalah melakukan koordinasi dengan Kementerian ESDM, dan PT Pertamina agar dapat memaksimalkan pendistribusian bahan bakar minyak bersubsidi di seluruh wilayah Indonesia,
Ketiga, kendaraan sudah mencapai umur teknis, sehingga mempengaruhi optimalisasi pelayanan. Solusinya adalah perlu segera dilakukan peremajaan kendaraan perintis untuk tetap dapat melayani kebutuhan masyarakat
Â
Layanan Angkutan Jalan Perintis
Mengacu data Direktorat Angkutan Jalan, Ditjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan saat ini ada 156 trayek yang dilayani angkutan jalan perintis di 2022. Angka ini memuat sebanyak 54 persen atau lebih dari setengahnya dari total trayek yang ada adalah daerah asal-tujuan dan lintasan daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan (3TP).
Djoko menilai, pemberian subsidi angkutan jalan perintis merupakan perwujudan kehadiran pemerintah terhadap konektivitas wilayah terisolir dengan memberikan pelayanan Angkutan Umum yang terjangkau terutama di wilayah 3TP. Di sisi lain, jaringan trayek angkutan jalan perintis tahun 2022 yang dilaksanakan sebanyak 336 trayek dengan 597 kendaraan dan total anggaran Rp 125.159.942.000.
"Pengadaan sarana bus perintis dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan dan dioperasikan oleh Perum Damri melalui mekanisme lelang. Pengadaan sarana terakhir tahun 2016, sehingga sekarang semua armada bus dalam kondisi yang sebenarnya kurang layak beroperasi," ungkapnya.
"Ditambah lagi jaringan jalan yang dilayani bukannya jalan yang mulus. Tidak sedikit menyeberangi sungai dan jalan rusak. Sejumlah jalan rusak itu wewenang dari pemerintah daerah untuk memperbaikinya, yakni jalan provinsi dan jalan kabupaten," tambah Djoko.
Advertisement