Liputan6.com, Jakarta Susu formula kembali menjadi perbincangan publik. Kali ini Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang akan menyurati Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menyetop iklan susu formula di TV nasional. BPKN menyampaikan hal ini dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR RI pekan lalu.
Pernyataan ini menuai beragam komentar. Direktur Eksekutif Segara Institut Piter Abdullah menilai pernyataan BPKN terlalu berlebihan karena faktanya produsen susu formula sudah tunduk dan patuh terhadap aturan, termasuk tidak mengiklankan produk.
Baca Juga
“Kita harus membedakan antara susu formula yang memang diatur secara terperinci dan detail, dengan produk makanan/nutrisi pendamping ASI (MPASI). Jangan segala sesuatunya dipukul rata karena bisa menciptakan mispersepsi,” katanya.
Advertisement
Regulasi susu formula sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 39/2013. Dua beleid ini bahkan menjelaskan secara terperinci tentang cara dan konten atau materi iklan yang disampaikan.
“Semua sudah ada checklistnya. Koridor hukumnya sudah jelas. Jadi tidak mungkin pelaku industri bertindak di luar koridor yang sudah ditetapkan. Kita mesti jeli dan cermat agar tidak membingungkan konsumen dan juga pelaku usaha,” katanya.
Sebagaimana diketahui, produsen susu formula juga banyak yang memproduksi makanan untuk anak anak dan balita. Ada yang berupa susu pertumbuhan, makanan dan produk nutrisi lainnya. Sedangkan susu formula yang dilarang dikampanyekan atau diiklankan secara terbuka di ruang publik adalah produk untuk bayi usia 0 hingga 12 bulan.
“Keutamaan ASI eksklusif untuk bayi dalam 6 bulan pertama kehidupan, kita sudah sepakat. Tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan. Namun demikian, kita pun jangan bablas untuk melarang hal lain di luar ketentuan. Pelaku bisnis berhak memasarkan produknya sepanjang sesuai dengan regulasi yang berlaku, konsumen juga berhak mendapatkan informasi yang memadai dan industri media juga berhak mendapatkan peluang pemasukan dari iklan,” katanya.
Batasi Iklan
Daripada melakukan pembatasan iklan yang sudah jelas aturannya dan sudah dipatuhi implementasinya, Piter menyarankan para pihak untuk fokus menjalankan dua strategi secara simultan.
Pertama, menggencarkan kampanye eksklusif dengan cara yang lebih simpatik. Kedua, mendorong pemerintah untuk memberlakukan cuti melahirkan selama 6 bulan, bukan hanya 3 bulan.
Piter juga menyarankan untuk menggelar survei bagi para ibu bayi yang sudah kembali bekerja setelah masa cuti melahirkannya selesai.
“Fakta yang selalu dilupakan adalah produktivitas ASI cenderung menurun ketika sang ibu kembali ke kantor dan bergulat kembali dengan tekanan pekerjaan. Kampanye ASI ekslusif itu penting tapi kita jangan berhenti sampai di sini. Kita juga perlu mendorong regulasi yang memungkinkan para ibu pekerja untuk dapat memberikan ASI ekslusif 6 bulan misalnya dengan memperpanjang masa cuti melahirkan,” katanya.
Advertisement
Industri Pengolahan Susu Jadi Andalan Baru Penggerak Ekonomi
Kementerian Perindustrian telah meluncurkan peta jalan Making Indonesia 4.0, dengan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan adalah industri makanan dan minuman (mamin).
Dalam peta jalan tersebut, industri mamin didorong untuk mengurangi impor dan meningkatkan ekspor.
“Making Indonesia 4.0 merupakan sebuah roadmap yang diinisiasi oleh Kemenperin dan diluncurkan secara resmi oleh Bapak Presiden Joko Widodo sejak tahun 2018 lalu, dengan tujuan untuk mengembangkan sektor industri manufaktur di tanah air agar bisa mengadopsi teknologi digital sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan berdaya saing global,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam sembutannya secara virtual pada Bimbingan Teknis Transformasi 4.0 untuk Koperasi dan Tempat Penerimaan Susu (TPS), Selasa (5/4/2022).
Menperin mengemukakan, industri mamin merupakan salah satu motor penggerak utama terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, dengan didukung oleh sumber daya alam yang berlimpah dan permintaan domestik yang terus meningkat.
“Walaupun terdampak pandemi Covid-19, PDB industri mamin masih mampu tumbuh positif sebesar 2,54 persen pada tahun 2021,” ungkapnya.
Bahkan, pada periode yang sama, industri mamin berkontribusi sebesar 38,05 persen terhadap PDB industri pengolahan nonmigas. “Capaian tersebut menjadikan industri mamin sebagai subsektor dengan kontribusi PDB paling besar,” imbuhnya. Pada tahun 2021, nilai pengapalan industri mamin mencapai USD 44,82 miliar atau berkontribusi sebesar 25,3 persen terhadap ekspor industri pengolahan nonmigas. Neraca perdagangan industri mamin pada tahun 2021 surplus sebesar US D31,52 miliar. Sementara itu, di sisi lain, minat investasi di bidang industri mamin di Indonesia juga masih cukup besar, yaitu mencapai Rp58,9 triliun di tahun 2021.
Salah satu sektor penopang kinerja gemilang pada industri mamin adalah industri pengolahan susu, yang juga mendapat prioritas pengembangan sesuai Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035.
“Namun demikian, industri ini masih dihadapkan pada tantangan pemenuhan bahan baku, karena sampai saat ini sekitar 0,87 juta ton atau 21 persen bahan baku merupakan Susu Segar Dalam Negeri (SSDN),” tutur Agus.