Tolak UMP 2023 Naik Maksimal 10 Persen, Kadin: Yang Gaji Kita Kok

Kenaikan UMP 2023 di luar kemampuan dunia usaha maka ada banyak kekhawatiran yang muncul seperti potensi pemutusan hubungan kerja (PHK).

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Nov 2022, 20:45 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2022, 20:45 WIB
Kisruh "Gejolak dan Masa Depan Rupiah"
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang saat menjadi pembicara dalam diskusi bincang senator 2015 "Gejolak dan Masa Depan Rupiah" di Jakarta, Minggu (29/3/2015). Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah, Sarman Simanjorang mengkritisi penerbitan Peraturan Menteri Nomor 18 Tahun 2022 terkait UMP 2023. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah, Sarman Simanjorang mengkritisi penerbitan Peraturan Menteri Nomor 18 Tahun 2022 terkait UMP 2023. Alasannya, pengusaha bertanggung jawab atas konsekuensi pengupahan berdasarkan aturan tersebut.

"Ini ada apa? Jangan sampai UMP hanya kepentingan buruh, enggak mungkin dong, yang gaji kita kok," ujar Sarman di Menara Kadin, Selasa (29/11).

Dia pun menilai upah minimum sejatinya untuk orang yang belum memiliki pengalaman kerja. Dengan demikian, menurut Sarman jika berdemo soal kenaikan upah sejatinya lebih tepat dilakukan oleh masyarakat yang sedang menganggur.

"Jadi kalau demo itu seharusnya yang pengangguran bukan orang yang sudah kerja. Jangan dibolak-balik," imbuh dia.

Dia menambahkan, jika kenaikan UMP di luar kemampuan dunia usaha maka ada banyak kekhawatiran yang muncul seperti potensi pemutusan hubungan kerja (PHK), penundaan ekspansi bisnis oleh pengusaha, dan penundaan rekrutmen karyawan.

Sebagaimana diketahui, Senin 28 November 2022 seluruh Gubernur atau Penjabat Gubernur mengumumkan sekaligus menetapkan upah minimum 2023. Nilai upah di seluruh provinsi kompak mengalami kenaikan dengan persentase yang bervariasi.

 

Kenaikan Maksimal

banner peta ump 2017
Besaran Kenaikan UMP 2017 yang Berbeda (Liputan6.com/Trie yas)

Sebagaimana diketahui, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum 2023 menyatakan kenaikan maksimal upah pada 2023 yaitu 10 persen.

"Penetapan atas penyesuaian nilai Upah Minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), tidak boleh melebihi 10 persen," demikian bunyi Pasal 7 dari Peraturan Menteri Nomor 18 Tahun 2022, yang dikutip pada Sabtu (19/11).

Peraturan Menteri tersebut ditetapkan oleh Ida Fauziyah pada Rabu 16 November 2022, kemudian diserahkan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk dan diundangkan pada Kamis 17 November 2022.

Selanjutnya, jika pertumbuhan ekonomi bernilai negatif, maka penyesuaian nilai Upah Minimum hanya mempertimbangkan variabel inflasi.

Variable penghitungan upah minimum 2023 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan mencakup pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.

Awas, UMP 2023 Bisa Picu Gelombang PHK

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat menemui demonstran di Balaikota terkait UMP. (Foto: Delvira Hutabarat/Liputan6.com).

Kelompok pengusaha menyatakan keberatannya soal penetapan upah minimum provinsi atau UMP 2023 yang mengacu pada Permenaker 18/2022. Bahkan, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dinilai jadi imbas penetapan UMP yang terlalu tinggi.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang mengungkap ada peluang terjadinya gelombang PHK tersebut. Maka, Sarman menyebut kalau kenaikan upah seharusnya sesuai dengan kemampuan pengusaha sebagai pemberi upah.

"Pertama, pengusaha yang rencananya tahun depan mau merekrut karyawan baru itu bisa tertunda atau bisa dihilangkan nah itu kan kesempatan bagi pengangguran pengangguran kan jadi ruang kerjanya jadi berkurang. Itu satu," kata dia saat ditemui di Menara Kadin Indonesia, Selasa (29/11/2022).

"Yang kedua, bisa saja akan melakukan rasionalisasi yaitu pengurangan karyawan atau bahkan PHK dalam hal ini," sambungnya.

Selain itu, ada dampak lainnya yang bisa terimbas dari kenaikan UMP 2023 saat ini. Sebagai contoh, kenaikan upah DKI Jakarta yang menyentuh 5,6 persen. Sementara, Kadin DKI Jakarta meminta kenaikan upah sebesar 5,11 persen.

Tapi, dari situ, Sarman memandang dampak-dampak lainnya tak dipungkiri bakal dirasakan. Salah satunya soal kemungkinan relokasi pabrik dari besaran UMP yang tinggi ke lokasi yang lebih rendah upahnya.

"Yang ketiga, pemindahan pabrik bisa terjadi itu mencari UMP yang lebih rendah. Katakanlah di Jawa Barat saja jomplang itu antara bekasi tangerang garut misalnya itu jauh umpnya itu juga sesuatu yang kita khawatirkan dalam hal ini," ujarnya.

"Jadi kita sangat berharap supaya angka dari pada kenaikan UMP ini betul betul memang sesuai dengan kemampuan dunia usaha," tambah dia.

Digugat Pengusaha

UMP DKI Jakarta 2023 Naik Jadi Rp4,9 Juta
Aktivitas pekerja lengkap dengan atribut K3 saat menyelesaikan proyek pembangunan halte Transjakarta Dukuh Atas 2, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (29/11/2022). Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 menjadi sebesar Rp4,9 juta atau naik sebesar 5,6 persen dibandingkan UMP DKI 2022. Penetapan UMP DKI 2023 itu diputuskan melalui Keputusan Gubernur Nomor 1153 Tahun 2022. (Liputan6.com/Iqbal S. Nugroho)

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bersama 9 asosiasi pengusaha lainnya resmi menggugat aturan tentang upah minimum 2023 ke Mahkamah Agung. Aturan itu adalah Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang penetapan upah minimum 2023.

Langkah ini diungkap Kuasa Hukum Apindo, Denny Indrayana dari Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm. Gugatan pembatalan Permenaker 18/2022 dilakukan pada Senin, 28 November 2022.

"Permohonan keberatan tersebut telah dibayarkan biaya perkaranya, dan tinggal menunggu proses administrasi di Mahkamah Agung, sebelum disidangkan," ujar Denny dalam keterangannya, Senin (28/11/2022).

Denny menuturkan, pihaknya ditunjuk menjadi kuasa hukum dari 10 asosiasi pengusaha. Yakni, Apindo, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), dan Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI).

Kemudian, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Perhimpuman Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Himpunan Penyewa dan Peritel Indonesia (HIPPINDO), Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), serta Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya