Pedagang Pasar Induk Cipinang Menanti Impor Beras: Kami Tak Butuh Data, yang Penting Fakta

Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang Zulkifli Rasyid telah memprediksi krisis beras bakal terjadi Desember 2022 ini sejak jauh-jauh hari.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 09 Des 2022, 14:40 WIB
Diterbitkan 09 Des 2022, 14:40 WIB
Imbas Kenaikan BBM, Harga Beras Ikut Merangkak Naik
Pekerja memasukkan beras ke dalam karung di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (8/9/2022). Kenaikan harga BBM bersubsidi berdampak pada melonjaknya harga beras di Pasar Induk Cipinang hingga Rp 2.000 - Rp 3.000 per kilogram akibat bertambahnya biaya transportasi. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang Zulkifli Rasyid menunggu realisasi impor beras yang didorong oleh Perum Bulog. Pasalnya, stok harian beras di pasar induk kian menipis dibanding situasi normal.

"Harus (impor beras). Kita jangan terlalu berpegang dengan kata-kata tidak impor. Kita boleh aja impor, di saat kita perlu, di saat kita butuh, genting. Kita tidak boleh impor di saat kita panen dan berlebih," ujar Zulkifli kepada Liputan6.com, Jumat (9/12/2022).

Menurut dia, impor beras saat ini jadi satu solusi yang tidak bisa ditawar lagi. Sebab, harga beras kini semakin melejit dengan pasokan kian langka.

"Jujur aja nih, orang daerah sekarang justru datang ke pasar induk mencari beras murah. Justru terbalik kan. Coba berkunjung ke semua toko, bener enggak beras kosong, coba lihat," ungkapnya.

"Beras medium aja sekarang Rp 10.500 (per kg), itu tidak pernah terjadi di pasar induk. Apalagi di pasar-pasar wilayah," kata Zulkifli.

Zulkifli menegaskan, dirinya telah memprediksi krisis beras bakal terjadi Desember 2022 ini sejak jauh-jauh hari. Ia juga mengaku lelah dengan omong kosong data soal ketersediaan produksi beras yang diklaim beberapa pihak.

"Kami orang pasar ini maaf, kami tidak percaya dengan data. Dan, kami tidak perlu dengan data. Yang kami perlukan adalah fakta yang ada. Umpamanya 300 ribu ton yang ada di gudang (Bulog), itu lah yang bisa kami ambil" tegasnya.

Oleh karenanya, ia menanti realisasi impor beras, yang menurut rencana Perum Bulog akan mulai didatangkan sebanyak 200 ribu ton mulai Desember 2022 ini.

"Itu gunanya adalah untuk mengamankan kenaikan harga beras Desember (2022), Januari-Februari (2023)," pungkas Zulkifli.

Tak Sembarangan, Penuhi 12 Indikator Ini Bila Mau Impor Beras

Imbas Kenaikan BBM, Harga Beras Ikut Merangkak Naik
Pekerja saat bongkar muat karung berisi beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (8/9/2022). Kenaikan harga BBM bersubsidi berdampak pada melonjaknya harga beras di Pasar Induk Cipinang hingga Rp 2.000 - Rp 3.000 per kilogram akibat bertambahnya biaya transportasi. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Ombudsman RI mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan 12 indikator dalam pengambilan keputusan impor beras, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, keputusan impor beras saat ini belum memenuhi 12 indikator tersebut. Namun hanya sebagian yakni antisipasi krisis pangan dan minimnya stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dikelola oleh Perum Bulog.

“Hal ini berpotensi menimbulkan maladministrasi dalam pengambilan keputusan impor beras,” ucap Yeka di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (8/12/2022).

Merujuk pada Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI terkait Tata Kelola Cadangan Beras Pemerintah tahun 2021, terdapat 12 indikator dalam pengambilan keputusan impor beras maupun besaran CBP sesuai UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Indikatornya antara lain, perkembangan luas lahan, perkembangan potensi produksi padi dan beras nasional, proyeksi ketersediaan CBP, ketersediaan stok CBP pada Perum Bulog, ketersediaan stok beras di rumah tangga, penggilingan dan pedagang.

Kemudian, perkembangan konsumsi beras per kapita, perkembangan ekspor dan impor beras, perkembangan harga beras/stabilisasi harga beras, target penyerapan dan penyaluran Perum Bulog atas produksi beras dalam negeri, kalender masa tanam dan masa panen, ancaman produksi pangan, dan keadaan darurat dan krisis pangan.

Yeka juga menyayangkan adanya perbedaan data antara Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Perum Bulog dengan Kementerian Pertanian.

 

Beras Cadangan

Imbas Kenaikan BBM, Harga Beras Ikut Merangkak Naik
Warga saat membeli beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (8/9/2022). Kenaikan harga BBM bersubsidi berdampak pada melonjaknya harga beras di Pasar Induk Cipinang hingga Rp 2.000 - Rp 3.000 per kilogram akibat bertambahnya biaya transportasi. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Badan Pangan Nasional menyatakan CBP yang dikelola oleh Perum Bulog berkurang 50 persen dari batas aman stok beras sebanyak 1,2 juta ton per tahun. Sedangkan Kementerian Pertanian menyatakan stok beras surplus.

“Polemik yang dipicu oleh perbedaan data stok beras antar K/L terkait, sebetulnya merupakan kejadian berulang sebagaimana kegaduhan rencana impor beras untuk keperluan CBP pada awal tahun 2021 lalu," kata dia.

"Data stok beras hanya sebagian kecil dari banyaknya faktor yang penting diperhatikan oleh pemerintah sebelum mengambil keputusan impor beras untuk CBP,” imbuhnya.

Yeka menambahkan, meskipun keputusan impor tidak selalu berdampak buruk, namun pemerintah harus mengedepankan aspek tata kelola yang baik dan tetap perlu mengkaji ulang urgensi impor beras CBP, serta dapat memberikan penjelasan kepada publik atas pertimbangan diambilnya keputusan tersebut.

Penetapan Waktu Impor

Imbas Kenaikan BBM, Harga Beras Ikut Merangkak Naik
Pekerja saat bongkar muat karung berisi beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (8/9/2022). Kenaikan harga BBM bersubsidi berdampak pada melonjaknya harga beras di Pasar Induk Cipinang hingga Rp 2.000 - Rp 3.000 per kilogram akibat bertambahnya biaya transportasi. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemerintah perlu memperhatikan penetapan waktu impor.

“Jangan sampai barang impor tersebut justru tiba di Indonesia pada saat panen raya awal tahun 2023. Sehingga tidak memberikan perlindungan kepada kepentingan dan kesejahteraan petani,” tegas Yeka.

Selanjutnya, Ombudsman meminta pemerintah untuk memperhatikan kondisi disposal stock dalam pelaksanaan pemenuhan stok beras baik menggunakan skema penyerapan dalam negeri maupun impor.

“Kasus pemusnahan disposal stock pada tahun 2019 untuk stok beras tahun 2016 sebanyak 20.000 ton harus menjadi patokan untuk menetapkan hitungan kebutuhan yang presisi agar tidak terjadi inefisiensi sumber daya dan keuangan,” terang Yeka.

  

INFOGRAFIS JOURNAL Negara dengan Konsumsi dan Produksi Beras Jadi Nasi Terbanyak di Dunia
INFOGRAFIS JOURNAL Negara dengan Konsumsi dan Produksi Beras Jadi Nasi Terbanyak di Dunia (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya