Liputan6.com, Jakarta Pengamat Ekonomi Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita memperkirakan, terjadinya resesi global justru akan memberikan keuntungan bagi Indonesia untuk beberapa sisi. Khususnya bagi para pelaku usaha di sektor pariwisata dan tambang.
Ronny menilai, sektor pariwisata bakal diuntungkan dengan pelemahan nilai tukar rupiah. "Ongkos berpariwisata ke Indonesia menjadi murah bagi turis asing karena nilai rupiah murah," ujarnya kepada Liputan6.com, Senin (20/2/2023).
Baca Juga
Sementara untuk sektor tambang, para pelaku industri di bidang tersebut juga akan diberkahi harga komoditas sumber daya alam (SDA) yang alami kenaikan. Terlebih, Indonesia punya kekayaan mineral yang kini banyak diincar untuk komponen kendaraan listrik.
Advertisement
"Sektor tambang, terutama untuk komoditas SDA, akan diuntungkan karena harga komoditas global yang tinggi," imbuh Ronny.
Kendati begitu, Ronny turut memberi catatan pada kedua sektor tersebut. Untuk pariwisata, ia meminta pemerintah bisa lebih atraktif untuk menggaet turis asing ke berbagai destinasi di Tanah Air, bukan hanya Bali.
Menurut dia, promosi wisata ke Indonesia tidak cukup hanya sekadar membuat event berskala internasional semisal MotoGP Mandalika atau F1 Powerboat Danau Toba saja. Tapi, butuh pengembangan ekosistem pariwisata berkelanjutan selepas acara.
"Saya belum melihat progres positif dari event seperti GP Mandalika. Sementara Lombok masih bagus karena ekosistemnya telah terbentuk dan dekat dengan Bali," ungkapnya.
Sedangkan untuk sektor pertambangan, ia juga menyoroti program hilirisasi yang tengah digencarkan pemerintah. Dia mengatakan, hilirisasi secara teknis sering merugikan perusahaan tambang lantaran harga jual di dalam negeri sangat rendah dibanding harga internasional.
"Masalahnya, pengusaha smelternya biasanya PMA (penanaman modal asing), rerata dari China untuk nikel. Jadi yang untung dua kali adalah PMA China karena mereka mendapat bahan baku dengan harga lokal, tapi menjual hasil olahan nikel yang sudah punya nilai tambah dengan harga tinggi," tuturnya.
Awas, Ini Bahayanya Resesi Global 2023 Bila Tak Segera Dijinakkan
Aksi PHK (pemutusan hubungan kerja) massal ramai terendus di tengah potensi resesi global. Adapun isu resesi ekonomi marak dibicarakan seiring pengetatan fiskal yang dilakukan sejumlah bank sentral, khususnya kenaikan suku bunga acuan The Fed Amerika Serikat
Pengamat Ekonomi Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita menilai, Indonesia sejauh ini terhitung aman dari ancaman resesi. Namun, ia tidak memungkiri NKRI bakal ikut terkena dampak pertumbuhan minus ekonomi dunia.
"Soal potensi ekonomi RI ambruk, saya kira belum sejauh itulah ya. Tapi setidaknya akan ada tekanan ekonomi yang lumayan tinggi dari ancaman resesi global dan pengetatan suku bunga The Fed," kata Ronny kepada Liputan6.com, Senin (20/2/2023).
Dari sisi resesi global 2023, ia menambahkan, pasar ekspor nasional akan tertekan. Sehingga berpeluang meningkatkan angka PHK nasional di tahun ini.
Dari sisi kebijakan moneter, pengenaan suku bunga acuan tinggi pun akan menekan investasi. Ujungnya, Ronny mengatakan, itu akan memperkecil kesempatan pembukaan lapangan kerja baru.
"Dengan adanya potensi PHK dan mengecilnya daya serap tenaga kerja akibat likuiditas untuk investasi mengetat, akan memberikan deflasionary pressure kepada ekonomi nasional," terangnya.
Ronny lantas memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia potensi mandeg (stagnasi) atau melambat di tengah kenaikan angka inflasi, alias stagflasi.
"Itu semua berisiko membawa Indonesia ke dalam perangkap sekular stagnasi, bahkan perangkap stagflasi," pungkas Ronny.
Advertisement
Dampak Resesi Global 2023 Mulai Menjalar ke Dunia Usaha, Pengusaha Was-Was
Dampak resesi global yang sudah mulai terasa bagi Indonesia. Meskipun ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2022 berhasil tumbuh 5,31 persen, namun kinerja ekspor yang menjadi penyokong ekonomi tahun lalu mulai melemah.
Hal tersebut juga dirasakan oleh dunia usaha, Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi mengungkapkan, beberapa sektor usaha sudah mulai terasa dampak dari resesi global 2023.
"Iya memang saat ini ada dibeberapa sektor usaha memang terasa ada resesi global. Terutama usaha yang mempunyai keterkaitan dengan sumber daya yang terpengaruh dari eksternal," kata Dian kepada Liputan6.com, Sabtu (18/2/2023).
Ketika beberapa sektor usaha mulai terdampak, menurutnya Pemerintah perlu menjabarkan lebih detail lagi terkait dasar pengaruh yang menjadikan sektor usaha tersebut terpengaruh.
"Kalau sektor usaha tersebut dari karena faktor luar, sebaiknya berdayakan serta gali sumber daya dalam negeri yang harus di optimalkan dan mencari barang substitusinya di dalam negeri," jelasnya.
Sektor Terdampak Resesi GlobalKadin pun menyarankan, Pemerintah harus bisa mengetahui sektor yang terdampak dari resesi global dan cepat membantu memberikan kebijakan dan regulasi yang tepat kepada pengusaha, dengan memberikan apa yang dibutuhkan dari pengusaha yang sektornya terdampak resesi, sehingga akan dapat meminimalisir dampak resesi utamakan sektor yang terdampak yang dibantu
Tak kalah penting, menarik investor ini pun menjadi salah satu tugas pemerintah. Dia berharap jangan sampai masyarakat Indonesia yang berjumlah besar di atas 200 juta jiwa, hanya dijadikan pasar oleh negara lain.
"Tetapi harus dijadikan modal agar investasi luar masuk ke Indonesia mengoptimalkan sumber daya yang ada," pungkasnya.
Dampak Nyata Resesi Global Menyengat Indonesia, Awas PHK Besar-besaran
Dampak resesi global bagi Indonesia akan cukup besar. Misalnya, pasar ekspor akan turun dan bisa menyebabkan PHK besar-besaran.
Hal tersebut diungkapkan Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Ronny P. Sasmita kepada Liputan6.com.
"Soal risiko (resesi global) saya kira cukup besar ya. Pasar ekspor yang turun dan tidak tergantikan akan berujung pada PHK besar-besaran. Ini risiko terpahit," kata Ronny, Sabtu (18/2/2023).
Selain itu, dampak tersebut juga akan menyebabkan tekanan deflasi kepada perekonomian secara keseluruhan. Di satu sisi dan akan menetralisir upaya pemerintah dalam meningkatkan investasi dan lapangan pekerjaan
Lebih lanjut, menurutnya dengan pertumbuhan ekonomi China yang hanya 3 persen dan Amerika 2,1 persen di tahun 2022, tentu tekanan terhadap ekspor nasional akan mulai terasa di tahun ini.
Selain kedua negara itu, Eropa dan Jepang pun tidak menunjukan tanda-tanda membaik. Hanya India yang berhasil tumbuh tinggi, selain Indonesia.
"Artinya, Para importir akan berhitung ulang atas volume impor yang akan mereka datangkan dari Indonesia," ujarnya.
Nasib EksporLantas bagaimana nasib ekspor, apakah masih bisa menguat? Ronny menilai, ekspor Indonesia sangat bergantung kepada kondisi global di satu sisi dan strategi dagang Indonesia di sisi lain.
Melihat performa ekonomi negara-negara besar, maka Indonesia harus mulai memiikirkan tentang bagaimana untuk mengakselerasi diversifikasi tujuan ekspor, terutama ke kawasan-kawasan yang masih potensial seperti Timur Tengah, India, Eurosia, dan intensifikasi dagang dengan negara-negara Asean.
Sementara soal potensi pelemahan investasi tentu ada. Namun, selama pemerintah mampu menjaga trend dan stabilitas pertumbuhan 5 persen ke atas dan menjaga stabilitas moneter.
"(Tapi Pemerintah harus) sembari tetap fokus menjaga daya beli, saya kira Indonesia akan bisa menjadi destinasi yang potensial untuk para investor," pungkasnya.
Advertisement