Terungkap, Ekonom AS Sendiri Ramal Negaranya Bakal Resesi di Akhir 2023

Laporan NABE menunjukkan, sejumlah besar ekonom di AS melihat ekonomi negara mereka tetap tangguh meskipun suku bunga terus meningkat.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 28 Feb 2023, 12:50 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2023, 12:50 WIB
Ilustrasi resesi ekonomi. Foto: Freepik/wirestock
Ilustrasi resesi ekonomi. Foto: Freepik/wirestock

Liputan6.com, Jakarta Mayoritas ekonom bisnis di Amerika Serikat memperkirakan resesi di negara itu akan dimulai akhir tahun ini daripada yang mereka perkirakan sebelumnya.

Hal itu diungkapkan dalam survei yang dilakukan National Association for Business Economics (NABE) pada bulan Desember 2022.

Mengutip Associated Press, Selasa (28/2/2023) laporan NABE menunjukkan, sejumlah besar ekonom di AS melihat ekonomi negara mereka tetap tangguh meskipun suku bunga terus meningkat.

58 persen dari 48 ekonom yang menanggapi survei NABE melihat kemungkinan resesi tahun ini, tetapi hanya seperempat yang berpikir resesi akan dimulai pada akhir Maret 2023, dan hanya setengah dari proporsi yang berpikir demikian pada bulan Desember.

Survei NABE ini mencakup pendapat dari ekonom dari bisnis, asosiasi perdagangan dan akademisi di AS.

Adapun sepertiga  dari ekonom yang menanggapi survei tersebut yang memperkirakan resesi AS akan dimulai pada kuartal kedua 2023, sedangkan seperlima meramal resesi bakal melanda pada kuartal ketiga.

Penundaan ekspektasi resesi AS dari para ekonom datang mengikuti serangkaian laporan pemerintah yang menunjukkan ekonomi masih kuat bahkan setelah Federal Reserve menaikkan suku bunga delapan kali dalam upaya menekan inflasi. 

Pada Januari 2023, lapangan kerja di AS menambahkan lebih dari setengah juta pekerjaan, dan tingkat pengangguran mencapai 3,4 persen, level terendah sejak 1969.

Selain itu, penjualan di toko ritel dan restoran AS juga melonjak 3 persen di bulan yang sama, menandai kenaikan bulanan paling tajam dalam hampir dua tahun. Itu menunjukkan bahwa konsumen secara keseluruhan, yang mendorong sebagian besar pertumbuhan ekonomi, masih merasa sehat secara finansial dan mau berbelanja.

Resesi Global Ternyata Punya Siklus, Begini Tahapannya

Pecabutan PPKM untuk Genjot Ekonomi 2023
Pekerja kantoran menyebrang menggunakan fasilitas Pelican Crossing di kawasan Jalan Thamrin, Jakarta, Kamis (5/1/2023). Pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dinilai untuk menggenjot ekonomi Indonesia 2023 yang diproyeksi suram akibat resesi global. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Tak hanya AS, Indonesia juga dihadapkan ancaman resesi 2023. Namun, banyak kalangan yang menyatakan bahwa ekonomi Indonesia akan baik-baik saja. Artinya Indonesia jauh dari resesi.

Indonesia juga dihadapkan ancaman resesi 2023. Namun, banyak kalangan yang menyatakan bahwa ekonomi Indonesia akan baik-baik saja. Artinya Indonesia jauh dari resesi.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangaj (OJK) Mahendra Siregar misalnya. Dia optimis ekonomi Indonesia mampu bertahan dari ancaman global tersebut.

"Stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga dan intermediasi tetap tumbuh kuat, sehingga bisa menjaga ekonomi ditengah ketidakpastian global," kata Mahendra seperti ditulis, Selasa (28/2/2023).

Namun demikian, resesi ini menjadi masalah ekonomi dunia yang sebenarnya bisa diantisipasi. Namun ini tergantung masing-masing pemerintah dan kondisi ekonomi masing-masing negara.

Mengenal Siklus Resesi

Pengamat Ekonomi Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita menegaskan, bahkan sebenarnya kondisi resesi global ini memiliki siklus.

Di mana kondisi ekonomi dunia ada masa ketika bisnis tumbuh, lalu berkembang, sampai pada puncaknya, lalu mulai menurun. Di situlah potensi resesi ekonomi terjadi.

"Ekonomi akan mengikuti, setelah ekonomi tumbuh cukup agresif ada masanya overheating, lalu inflasi, lalu suku bunga dinaikkan. Setelah suku bunga naik biasanya inflasinya mereda, tapi growth-nya juga melambat. Di situlah kita menyebutnya resesi," terangnya.

"Jadi, mengapa kita menyebut resesi global, karena negara-negara besar mengambil arah ke sana untuk melawan inflasi," tambah dia

Indonesia Tak akan Masuk Jurang Resesi, Ini Buktinya

Indonesia Diprediksi Mampu Bertahan dari Ancaman Resesi
Warga melintas di Mal Blok M, Jakarta, Senin (24/10/2022). Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda memprediksi Indonesia akan mampu bertahan dalam menghadapi ancaman resesi global yang diperkirakan terjadi pada tahun depan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Perolehan keuntungan dari bank BUMN atau Himpunan Bank Negara (Himbara) tercatat mengalami kenaikan yang cukup signifikan di 2022. Perolehan positif ini disebut-sebut jadi sinyal kalau ekonomi Indonesia sedang dalam posisi yang baik.

Mengingat, adanya sejumlah ancaman resesi dan krisis ekonomi global yang juga berdampak ke Indonesia. Mengaca pada perolehan Himbara, nampaknya resesi bisa ditangkal di Indonesia.

Ekonom dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto mengungkapkan hal demikian. Menurutnya, kinerja perbankan menjadi satu indikator kondisi ekonomi nasional.

"Luar biasa itu memberikan sinyal kuat ke kita bahwa Indonesia tak alami krisis ekonomi atau tak alami resesi ekonomi. Kalau mengalami krisis dan resesi, tidak mungkin tumbuhnya cemerlang," ujar dia dalam FGD bertajuk Penerapan Prinsip Prudential Banking dalam Penyaluran Kredit Bank BUMN, Senin (27/2/2023).

Laba Bank

Pecabutan PPKM untuk Genjot Ekonomi 2023
Sejumlah pekerja beraktivitas di kawasan Jalan Thamrin, Jakarta, Kamis (5/1/2023). Pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dinilai untuk menggenjot ekonomi Indonesia 2023 yang diproyeksi suram akibat resesi global. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Mengacu pada daftar 5 bank dengan laba terbesar yang ditampilkannya, BRI mencatatkan laba konsolidasi 2022 sebesar Rp 51,17 triliun, atau menungkatk 64,71 persen secara tahunan (yoy). Diikuti Bank Mandiri dengan laba konsolidasi 2022 sebesar Rp 41,17 triliun atau meningkat 46,89 persens secara tahunan.

Di posisi keempat, ada BNI dengan perolehan laba konsolidasi 2022 Rp 18,31 triliun atau meningkat 68,02 persen. Dua bank lainnya merupakan BCA yang mencatatkan laba konsolidasi 2022 Rp 40,75 persen atau meningkat 29,62 persen. Serta posisi kelima ada CIMB Niaga.

Jika mengacu pada data itu saja, peningkatan laba terjadi sangat signifikan, berkisar dari 41 persen hingga 68 persen. Khusus untuk BRI, dengan perolehan laba konsolidasi Rp 51,17 triliun, menjadikan BRI memecahkan rekor perolehan laba tertinggi dalam sejarah perbankan Indonesia.

Ryan menegaskan perolehan ini tak akan tercapai jika kondisi ekonomi Indonesia tidak sedang baik-baik saja. Maka, kinerja bank menjadi satu indikator baiknya ekonomi nasional

"Itu gak terjadi kalau kondisi ekonomi kita itu jelek. Kalau ekonomi suatu negara bagus, tumbuh positif, itu akan tercermin dari kinerja perusahaan-perusahaannya," ungkapnya.

 

Infografis Peringatan IMF dan Antisipasi Indonesia Hadapi Resesi Global. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Peringatan IMF dan Antisipasi Indonesia Hadapi Resesi Global. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya