Layanan BPJS Kesehatan Mengecewakan, Ombudsman RI Minta Pemerintah Tanggung Jawab

Ombudsman RI menemukan adanya pelayanan yang tidak sesuai kepada peserta BPJS Kesehatan

oleh Arief Rahman H diperbarui 28 Feb 2023, 13:00 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2023, 13:00 WIB
Iuran BPJS Kesehatan Naik
Petugas BPJS Kesehatan melayani warga di kawasan Matraman, Jakarta, Rabu (28/8/2019). Menkeu Sri Mulyani mengusulkan iuran peserta kelas I BPJS Kesehatan naik 2 kali lipat yang semula Rp 80.000 jadi Rp 160.000 per bulan untuk JKN kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp110.000 per bulan. (merdeka.com

Liputan6.com, Jakarta Ombudsman RI menemukan adanya pelayanan yang tidak sesuai kepada peserta BPJS Kesehatan. Untuk itu, pemerintah diminta turun tangan untuk membenahi masalah tersebut.

Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mengungkap ada pembatasan pelayanan berbasis kuota yang diterima peserta BPJS Kesehatan. Baik itu dalam jumlah layanan, atau waktu pelayanan yang diberikan.

Dia meminta pemerintah untuk menyusun strategi penanganan di tingkat fasilitas kesehatan tingkat satu hingga klinik penyedia layanan BPJS Kesehatan. Di sisi lain, pemerintah didorong untuk memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat terkait layanan tersebut.

"Kalau pun tidak, Ombudsman melihat bahwa fungsi pemerintah, fungsi BPJS untuk memberikan penjelasan informasi yang terang benderang, informasi yang simetris itu harus dilakukan," kata dia dalam Diskusi Publik Ombudsman RI bertajuk 'Rupa-Rupa Masalah Kuota Layanan BPJS Kesehatan', Selasa (28/2/2023).

Sejauh temuannya, Robert mengaku kalau masyarakat kerap tidak mendapat informasi yang cukup bahkan tidak selaras dengan informasi yang disampaikan mengenai layanan BPJS Kesehatan. Diketahui, ada 400 laporan dengan topik layanan BPJS Kesehatan yang masuk ke Ombudsman RI pada 2022 lalu.

"Sisi lain juga kami melihat bahwa tentu tak bisa negara dalam hal ini Kemenkes hingga di tingkat operasional di lapangan maupun BPJS lepas dari tanggung jawab," ungkapnya.

"Pemerintha harus ambil tanggung jawab termasuk dalam mengatur berbagai standar pelayanan yang ada. Standar pelayanan harus jelas, SOP harus jelas sampai pada hal-hal yang sifatnya operasional sehingga masyarakat kemudian tau akan seperti apa proses layanannya," tambah Robert.

Alur Layanan

Sebut saja, informasi jelas mengenai alur pelayanan bagi peserta BPJS Kesehatan. Mulai dari awal, proses layanan, hingga akhir pelayanan.

Ditambah lagi, informasi mengenai opsi layanan yang bisa didapatkan oleh masyarakat jika tidak mendapatkan layanan di kesempatan pertama.

"Yang kami lihat dari fakta di lapangan, soal standar pelayanan ini memang menjadi pekerjaan serius dari sisis pemerintah. Kemudian juga hak publik keterbukaan transparansi informasi juga perlu dibenahi, dan pada sisi lain adalah soal pengawasan pemerintah, pengawasan BPJS atas praktik layanan yang terjadi di rumah sakit pemerintah dan RS swasta yang buka layanan bagi kepesertaan BPJS Kesehatan," tegas Robert.

 

Praktik Kuota Layanan

Iuran BPJS Kesehatan Naik
Suasana pelayanan BPJS Kesehatan di Jakarta, Rabu (28/8/2019). Sedangkan, peserta kelas mandiri III dinaikkan dari iuran awal sebesar Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan. Hal itu dilakukan agar BPJS Kesehatan tidak mengalami defisit hingga 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Diberitakan sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia menemukan kenyataan kalau ada praktik pembatasan berdasarkan kuota dalam pelayanan bagi peserta BPJS Kesehatan. Padahal, tak ada regulasi resmi yang mengatur mengenai hal tersebut.

Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mengungkap temuan tersebut. Dia merujuk pada laporan masyarakat mengenai layanan bagi peserta BPJS Kesehatan di berbagai rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta.

Dia mencatat, masalah yang melingkupi BPJS Kesehatan kerap berkaitan dengan kepesertaan, pembiayaan, dan pelayanan. Kini fokusnya mengenai pelayanan.

"Kita diskusikan dimensi masalah yang ketiga terkait dengan masalah pelayanan yang baru-baru ini juga Ombudsman baru mendapatkan laporan masyarakat terkait dengan sisi pelayanan khususnya ada semacam, dalam tanda kutip, kuota layanan yang dialami oleh masyarakat," kata dia dalam Diskusi Publik Ombudsman RI bertajuk 'Rupa-Rupa Masalah Kuota Layanan BPJS Kesehatan', Selasa (28/2/2023).

 

Tak Ada Aturan

Iuran Naik, Peserta BPJS Kesehatan Diprediksi Pilih Turun Kelas
Petugas melayani warga yang mengurus iuran BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Senin (4/11/2019). Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia memprediksi akan terjadi migrasi turun kelas pada peserta akibat kenaikan iuran 100 persen pada awal 2020. (merdeka.com/Arie Basuki)

Robert menegaskan kalau tidak ada regulasi mengenai kuota layanan yang diberikan bagi pasien BPJS Kesehatan. Termasuk aturan di peraturan perundang-undangan maupun aturan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan. Nyatanya, praktik itu ditemukan kerap terjadi di lingkaran masyarakat.

"Tapi fakta dan praktik di lapangan kuota itu ada. Kuota, baik terkait dengan sisi waktu layanannya artinya durasi layanan yang dialokasikan maupun juga jenis layanan yang diterima oleh pasien," urainya.

Informasi, Ombudsman mengantongi 400 laporan dari masyarakat mengenai pelayanan BPJS Kesehatan di 2022. Angka ini meningkat dari jumlah aduan pada 2021 dengan 300 aduan dengan topik yang serupa.

 

Persoalan Serius

Pelayanan Faskes Tingkat 1 BPJS Kesehatan
Petugas memeriksa tekanan darah pasien BPJS Kesehatan yang berobat di Faskes Tingkat 1 Klinik Kesehatan Prima Husada di Depok, Jawa Barat, Senin (23/5/20222). Sejumlah terobosan saat ini dilakukan paramedis di Faskes Tingkat 1, diantaranya penilaian peserta program JKN melalui fitur Kessan (Kesan Pesan Peserta Setelah Layanan) dalam aplikasi Mobile JKN. (merdeka.com/Arie Basuki)

Lebih lanjut, Robert menerangkan kalau ini menjadi persoalan serius bagi berbagai pihak. Ini berkaitan dengan kemampuan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, hingga rumah sakit penyedia layanan.

"Ini menjadi persoalan serius, ketika kemudian kita hadapkan dengan tadi, bahwa ini bagian dari hak masyarakat untuk dapat layanan, dan tanggung jawab negara untuk memenuhi, menjamin hak kesehatan masyarakat," kata dia.

"Sementara disisi lain kita menyadari benar menghadapi realitas keterbatasan dalam hal durasi, dalam hal jenis, dalam hal kualitas layanan yang diterima oleh pasien dan khususnya para pasien BPJS Kesehatan," sambung dia.

Dia berharap ada strategi yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini. Baik di tingkat operasional pada fasilitas kesehatan pertama, puskesmas, puskesmas pembantu, hingga klinik penyedia layanan. Utamanya menuju pada akses masyarakat terhadap layanan kesehatan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya