Hore, Tarif Iuran BPJS Kesehatan Tak Naik hingga 2024

Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menjamin tarif iuran kepesertaan tidak akan mengalami kenaikan hingga tahun 2024 mendatang. Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Mar 2023, 13:50 WIB
Diterbitkan 14 Mar 2023, 13:50 WIB
Iuran Naik, Peserta BPJS Kesehatan Diprediksi Pilih Turun Kelas
Petugas melayani warga yang mengurus iuran BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Senin (4/11/2019). Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia memprediksi akan terjadi migrasi turun kelas pada peserta akibat kenaikan iuran 100 persen pada awal 2020. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menjamin tarif iuran kepesertaan tidak akan mengalami kenaikan hingga tahun 2024 mendatang. Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti.

"Kami jamin sampai 2024 tidak ada kenaikan iuran," ujarnya kepada awak media di Balai Sudirman, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (14/4).

Ghufron menyampaikan, keputusa untuk tidak menaikkan iuran BPJS Kesehatan hingga tahun 2024 mempertimbangkan sejumlah faktor. Pertama, permintaan langsung dari Presiden Jokowi menjelang tahun politik.

"Iya itu atas arahan Presiden Jokowi. Karena ini kan mau mendekati taun-taun politik," ucapnya.

Kedua, keputusan untuk mempertahankan tarif iuran kepesertaan mempertimbangkan kondisi keuangan BPJS yang sehat. Hal ini tercermin dari tidak adanya utang BPJS Kesehatan terhadap seluruh rumah sakit di Indonesia.

"Dengan kondisi finansial yang sehat, tidak ada gagal bayar klaim atau utang kepada fasilitas kesehatan. Bahkan, BPJS Kesehatan memberikan uang muka layanan untuk memastikan terjaganya cashflow rumah sakit," ujarnya.

Sebelumnya, BPJS Kesehatan mencatat, jumlah kepesertaan penduduk Indonesia yang sudah dijamin akses layanan kesehatan Program JKN-KIS sebanyak 252,1 juta jiwa per 1 Maret 2023. Angka ini setara lebih dari 90 persen seluruh penduduk Indonesia.

"BPJS Kesehatan bekerja keras melakukan berbagai advokasi kepada Pemerintah Daerah agar seluruh penduduk di masing-masing wilayah dapat diintegrasikan dengan Program JKN-KIS," ujarnya.

Target Kepesertaan BPJS Kesehatan

Pada tahun 2024, BPJS Kesehatan menargetkan jumlah kepesertaan mencapai 98 persen dari total penduduk Indonesia. Target ini sesuai Inpres Nomor 1 tahun 2022, yang merupakan salah satu instruksi Presiden kepada Gubernur dan Bupati/Walikota adalah mendorong target RPJMN.

Oleh karena itu, BPJS Kesehatan mendorong Pemda lain untuk dapat segera mengejar cakupan kepesertaan di daerahnya dan diintegrasikan dengan Program JKN-KIS. Mengingat, salah satu keuntungan Program JKN-KIS adalah memiliki asas portabilitas dan dapat dimanfaatkan meskipun dalam keadaan sehat.

"Masyarakat bisa berobat di seluruh wilayah Indonesia ketika membutuhkan. Perwakilan kantor kami (BPJS Kesehatan) di tiap kabupaten/kota diharapkan mempermudah sinergi dengan Pemda, kami sangat siap berkolaborasi dan bersama mewujudkan UHC di Indonesia," pungkasnya.

Temuan Ombudsman RI: Ada Praktik Pembatasan Kuota Layanan BPJS Kesehatan di Rumah Sakit

Iuran BPJS Kesehatan Naik
Suasana pelayanan BPJS Kesehatan di Jakarta, Rabu (28/8/2019). Sedangkan, peserta kelas mandiri III dinaikkan dari iuran awal sebesar Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan. Hal itu dilakukan agar BPJS Kesehatan tidak mengalami defisit hingga 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Ombudsman RI menemukan kenyataan kalau ada praktik pembatasan berdasarkan kuota dalam pelayanan bagi peserta BPJS Kesehatan. Padahal, tak ada regulasi resmi yang mengatur mengenai hal tersebut.

Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mengungkap temuan tersebut. Dia merujuk pada laporan masyarakat mengenai layanan bagi peserta BPJS Kesehatan di berbagai rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta.

Dia mencatat, masalah yang melingkupi BPJS Kesehatan kerap berkaitan dengan kepesertaan, pembiayaan, dan pelayanan. Kini fokusnya mengenai pelayanan.

"Kita diskusikan dimensi masalah yang ketiga terkait dengan masalah pelayanan yang baru-baru ini juga Ombudsman baru mendapatkan laporan masyarakat terkait dengan sisi pelayanan khususnya ada semacam, dalam tanda kutip, kuota layanan yang dialami oleh masyarakat," kata dia dalam Diskusi Publik Ombudsman RI bertajuk 'Rupa-Rupa Masalah Kuota Layanan BPJS Kesehatan', Selasa (28/2/2023).

Tak Ada AturannyaRobert menegaskan kalau tidak ada regulasi mengenai kuota layanan yang diberikan bagi pasien BPJS Kesehatan. Termasuk aturan di peraturan perundang-undangan maupun aturan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan. Nyatanya, praktik itu ditemukan kerap terjadi di lingkaran masyarakat.

"Tapi fakta dan praktik di lapangan kuota itu ada. Kuota, baik terkait dengan sisi waktu layanannya artinya durasi layanan yang dialokasikan maupun juga jenis layanan yang diterima oleh pasien," urainya.

Informasi, Ombudsman mengantongi 400 laporan dari masyarakat mengenai pelayanan BPJS Kesehatan di 2022. Angka ini meningkat dari jumlah aduan pada 2021 dengan 300 aduan dengan topik yang serupa.

Persoalan Serius

Pelayanan Faskes Tingkat 1 BPJS Kesehatan
Dokter Desman Siahaan memberikan sosialisasi langsung mengenai tata cara rumah sakit rujukan kepada pasien BPJS Kesehatan yang sedang antre berobat di Faskes Tingkat 1 Klinik Kesehatan Prima Husada di Depok, Jawa Barat, Senin (23/5/20222). Sejumlah terobosan saat ini dilakukan paramedis di Faskes Tingkat 1, diantaranya sosialisasi langsung di tempat bagi pasien peserta program JKN mengenai proses rujukan pasien. (merdeka.com/Arie Basuki)

Lebih lanjut, Robert menerangkan kalau ini menjadi persoalan serius bagi berbagai pihak. Ini berkaitan dengan kemampuan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, hingga rumah sakit penyedia layanan.

"Ini menjadi persoalan serius, ketika kemudian kita hadapkan dengan tadi, bahwa ini bagian dari hak masyarakat untuk dapat layanan, dan tanggung jawab negara untuk memenuhi, menjamin hak kesehatan masyarakat," kata dia.

"Sementara disisi lain kita menyadari benar menghadapi realitas keterbatasan dalam hal durasi, dalam hal jenis, dalam hal kualitas layanan yang diterima oleh pasien dan khususnya para pasien BPJS Kesehatan," sambung dia.

Dia berharap ada strategi yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini. Baik di tingkat operasional pada fasilitas kesehatan pertama, puskesmas, puskesmas pembantu, hingga klinik penyedia layanan. Utamanya menuju pada akses masyarakat terhadap layanan kesehatan.

Rawat Inap Dibatasi

Pelayanan Faskes Tingkat 1 BPJS Kesehatan
Dokter Desman Siahaan memberikan sosialisasi langsung mengenai tata cara rumah sakit rujukan kepada pasien BPJS Kesehatan yang sedang antre berobat di Faskes Tingkat 1 Klinik Kesehatan Prima Husada di Depok, Jawa Barat, Senin (23/5/20222). Sejumlah terobosan saat ini dilakukan paramedis di Faskes Tingkat 1, diantaranya sosialisasi langsung di tempat bagi pasien peserta program JKN mengenai proses rujukan pasien. (merdeka.com/Arie Basuki)

Marak beredar informasi di media sosial terkait lama rawat inap pasien BPJS Kesehatan di rumah sakit yang hanya dibatasi tiga hari. Ada warganet yang menyebut rawat inap selama tiga hari untuk penyakit ringan atau tidak kronis, sedangkan ada juga yang sudah dua minggu dirawat tetap berjalan lancar.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti menanggapi, bahwa BPJS Kesehatan tidak membatasi lama atau waktu rawat inap bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"Wah, itu perlu diluruskan, karena menurut aturan dan kebijakan dari BPJS Kesehatan, tidak ada dibatasi perawatan hanya tiga hari," katanya dalam pernyataan yang diterima Health Liputan6.com pada Selasa, 14 Februari 2023.

Tergantung Dokter

Pelayanan Faskes Tingkat 1 BPJS Kesehatan
Petugas memeriksa tekanan darah pasien BPJS Kesehatan yang berobat di Faskes Tingkat 1 Klinik Kesehatan Prima Husada di Depok, Jawa Barat, Senin (23/5/20222). Sejumlah terobosan saat ini dilakukan paramedis di Faskes Tingkat 1, diantaranya penilaian peserta program JKN melalui fitur Kessan (Kesan Pesan Peserta Setelah Layanan) dalam aplikasi Mobile JKN. (merdeka.com/Arie Basuki)

Adapun lamanya pasien menjalani rawat inap tergantung keputusan dokter yang menangani. Keputusan ini juga melihat kondisi pasien, apakah memang sudah boleh pulang dan menjalani rawat jalan.

"Jadi, tergantung kepada dokter yang bertanggungjawab merawat. Kalau sudah layak atau terkendali penyakitnya, nah itu baru boleh dipulangkan," jelas Ghufron.

Apabila ada pasien JKN yang bermasalah soal lama rawat inap atau terkendala layanan, Ghufron meminta agar melaporkan permasalahan terkait isu di atas kepada BPJS Kesehatan. Masyarakat dapat menghubungi petugas BPJS ataupun Care Center di nomor 165.

  

Infografis Iuran BPJS Kesehatan Peserta Mandiri Batal Naik. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Iuran BPJS Kesehatan Peserta Mandiri Batal Naik. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya