Mahfud MD Kembali Telusuri Dugaan Impor Emas Batangan Ilegal Oknum Bea Cukai Senilai Rp 189 Triliun

Ketua Komite TPPU Mahfud MD akan menelusuri kembali berbagai hal yang perlu ditindaklanjuti, termasuk perkara dugaan pencucian uang dengan modus impor emas batangan ilegal di Bea Cukai.

oleh Arief Rahman H diperbarui 10 Apr 2023, 14:10 WIB
Diterbitkan 10 Apr 2023, 14:10 WIB
Konferensi Pers Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU oleh Menko Polhukam Mahfud MD, Menkeu Sri Mulyani dan Ketua PPATK Ivan Yustiavandana, Senin (10/4/2023).
Konferensi Pers Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU oleh Menko Polhukam Mahfud MD, Menkeu Sri Mulyani dan Ketua PPATK Ivan Yustiavandana, Senin (10/4/2023).

Liputan6.com, Jakarta - Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) bakal menelusuri lebih lanjut transaksi mencurigakan Rp 189 triliun yang diduga terjadi di lingkup Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Meski, perkara ini sudah pernah ditindak lewat jalur hukum.

Ketua Komite TPPU Mahfud MD menyebut pihaknya akan menelusuri kembali berbagai hal yang perlu ditindaklanjuti. Sebelumnya, dia mengungkap perkara ini terkait ada nya pencucian uang dengan modus impor emas batangan ilegal.

Dia menjelaskan, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dengan nilai transaksi agregat Rp 189.273.872.395.172 atau Rp 189 triliun, yang disampaikan oleh Menko Polhukam di Komisi III DPR pada 29 Maret 2023 dan dijelaskan Menteri Keuangan di Komisi XI DPR tanggal 27 Maret 2023.

Pengungkapan dugaan Tindak Pidana Asal (TPA) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sudah dilakukan langkah hukum terhadap TPA dan telah menghasilkan putusan pengadilan hingga Peninjauan Kembali (PK).

"Namun Komite memutuskan untuk tetap melakukan tindak lanjut termasuk hal-hal yang selama ini belum masuk kedalam proses hukum (case building) oleh Kementerian Keuangan," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor PPATK, Jakarta, Senin (10/4/2023).

Perlu diketahui, dugaan ini masuk dalam transaksi mencurigakan dengan nilai agregat Rp 349,8 triliun yang diduga melibatkan pegawai Kementerian Keuangan. Secara khusus, Komite TPPU juga akan membentuk tim guna melakukan penelusuran transaksi mencurigakan tersebut.

Dengan langkah awalnya adalah menyasar kasus dengan nilai terbesar Rp 189 triliun yang disebut Mahfud MD terjadi dengan modus impor emas batangan ilegal.

Bentuk Satgas

Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menegaskan pihaknya akan membentuk tim gabungan atau satgas untuk menelusuri kembali transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan. Sejumlah pihak dari kementerian dan lembaga pun akan ikut terlibat.

Diketahui, dugaan transaksi mencurigakan yang mengarah ke tindak pidana pencucian uang (TPPU) ini muncul sejak beberapa waktu lalu. Mahfud menegaskan Rp 349 triliun adalah angka agregat dari transaksi yang terjadi.

Tim gabungan ini nantinya dibentuk oleh Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU). Didalamnya akan melibatkan Kementerian Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), hingga Kejaksaan Agung.

"Komite akan segera membentuk tim gabungan yang akan melajukan supervisi untuk menindaklanjuti keseluruhan LHA (Laporan Hasil Analisis) LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) dengan nilai agregat sebesar lebih dari Rp 349 triliun dengan melakukan case building. Membangun kasus dari awal," ujarnya Kantor PPATK, Senin (10/4/2023).

Mahfud menerangkan, Tim Gabungan atau Satgas ini akan melibatkan PPATK, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Bareskrim Polri, Pidus Kejaksaan Agung, Bidang Pengawasan OJK, BIN, hingga Kemenko Polhukam.

 

Langkah Awal

Konferensi Pers Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU oleh Menko Polhukam Mahfud MD, Menkeu Sri Mulyani dan Ketua PPATK Ivan Yustiavandana, Senin (10/4/2023).
Konferensi Pers Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU oleh Menko Polhukam Mahfud MD, Menkeu Sri Mulyani dan Ketua PPATK Ivan Yustiavandana, Senin (10/4/2023).

Sebagai langkah awal, kata Mahfud, akan dimulai dengan menelusuri kasus yang paling besar nilainya. Diketahui, yang paling besar dalam Rp 349 triliun adalah transaksi Rp 189 triliun yang menyangkut dugaan impor emas.

"Komite akan melakukan case building dengan memprioritaskan LHP yang berninai paling besar karena telah menjadi perhatian masyarakat yakni akan dimulai dengan LHP senilai lebih dari Rp 189 triliun," ungkapnya.

"Komite dan tim gabungna atau Satgas akan bekerja secara profeisonal, transparan dan akuntabel," pungkasnya.

 

Dugaan Impor Emas Ilegal

Mahfud MD dan Komisi III DPR Bahas Transaksi Mencurigakan Rp 349 Triliun di Kemenkeu
Jika dimungkinkan, Sri Mulyani akan diundang dalam rapat lanjutan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD mengungkap dugaan transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan dengan nilai total Rp 349 triliun. Sebagian diantaranya diduga tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Bahkan, menurut temuan Mahfud, ada transaksi janggal berupa manipulasi keterangan soal impor emas batangan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu. Nilainya mencapai Rp 189 triliun, ini masih jadi bagian dari nilai total Rp 349 triliun yang diungkap Mahfud.

Mahfud memulai cerita dengan menduga ada penutupan akses informasi yang seharusnya diterima Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Ini berkaitan dengan adanya nilai transaksi sebesar Rp 189 triliun.

Menurut Mahfud, yang dijelaskan oleh Sri Mulyani sebelumnya adalah mengacu pada data per 14 Maret 2023, setelah bertemu Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana.

"Sehingga disebut yang terakhir itu, yang semula, ketika ditanya oleh bu Sri Mulyani, 'itu ini apa kok ada uang Rp 189 (triliun)', itu pejabat tingginya yang eselon 1 (menjawab) 'Oh ndak ada bu disini dak pernah ada, ini tahun 2020, ndak pernah ada'," tutr Mahfud MD mengisahkan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI, ditulis Kamis (30/3/2023).

Namun, setelah diteliti, ternyata ada laporan dengan angka yang sesuai sebesar Rp 189 triliun. Ini merupakan laporan dugaan TPPU di lingkup Ditjen Bea Cukai yang kata Mahfud melibatkan 15 entitas.

"Tapi apa laporannya, menjadi Pajak, sehingga kita diteliti, 'oh iya ini perushaaannya banyak hartanya banyak, pajaknya kurang.' Padahal ini Cukai laporannya ini. Apa itu? Emas," ungkap Mahfud.

 

Manipulasi

Mahfud MD dan Komisi III DPR Bahas Transaksi Mencurigakan Rp 349 Triliun di Kemenkeu
Mahfud hadir dalam posisinya sebagai Ketua Komite Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Sri Mulyani sebagai anggota. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Temuan lainnya dikantongi Mahfud MD. Yakni soal manipulasi mengenai impor emas tadi. Menurut temuannya, dalam laporan cukai disebutkan emas mentah.

Padahal, yang diproses adalah emas batangan dengan nilai jauh lebih besar. Setelah ditelusuri, ada pengakuan dari oknum kalau pencetakan emas itu dilakukan di pabrik di Surabaya, yang kemudian tidak ditemukan buktinya.

"Impor emas, batangan yang mahal-mahal itu tapi didalam cukainya itu dibilang emas mentah. Diperiksa, diselidiki dimana 'kamu kan emasnya sudah jadi kok bilangnya emas mentah?' 'Ndak, ini emas mentah tapi dicetak di Surabaya,'. Dicari di Surabaya ndak ada pabriknya. Dan itu nyangkut uang miliaran saudara, ndak diperiksa," ungkapnya.

"Laporan itu diberikan tahun 2017, oleh PPATK bukan tahun 2020, 2017 diberikan tak pakai surat, tapi diserahkan oleh Ketua PPATK langsung kepada Kemenkeu yang diwakili Dirjen Bea Cukai, Irjen Kemenkeu dan 2 orang lainnya, nih serahkan. Kenapa tak pakai surat? Karena ini sensitif, masalah besar," sambung Mahfud menjelaskan.

Infografis Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Kemenkeu Versi Mahfud Md. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Kemenkeu Versi Mahfud Md. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya