Pengusaha Ritel Beri Batas Waktu Pemerintah Bayar Utang Minyak Goreng Rp 344 Miliar Maksimal 3 Bulan

Para pengusaha ritel memberikan batas waktu pembayaran rafaksi minyak goreng kepada pemerintah 2 hingga 3 bulan, terhitung sejak bulan April-Mei.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Mei 2023, 18:16 WIB
Diterbitkan 04 Mei 2023, 18:16 WIB
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, menghadiri undangan resmi dari Kementerian Perdagangan siang ini, Kamis (4/5/2023) untuk membahas perihal pembayaran utang rafaksi minyak goreng.
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, menghadiri undangan resmi dari Kementerian Perdagangan siang ini, Kamis (4/5/2023) untuk membahas perihal pembayaran utang rafaksi minyak goreng.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bertemu dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada hari ini Kamis (4/5/2023) untuk membahas mengenai polemik pembayaran selisih harga (rafaksi) minyak goreng. Ketua Umum DPP Aprindo, Roy Nicholas Mandey meminta kepada Kemendag agar segera membayar rafaksi minyak goreng.

"Kita ingin kepastian kapan dijawabnya, kita ingin kepastian bukan tidak dibayar, tapi kepastian untuk dibayar," kata Roy di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (4/5/2023).

Para pengusaha ritel memberikan batas waktu pembayaran rafaksi minyak goreng kepada pemerintah 2 hingga 3 bulan, terhitung sejak bulan April-Mei. Sebab, Roy enggan permasalahan rafaksi terjadi di masa kontestasi politik yang diprediksi akan sangat riuh.

"Kita berharap 2-3 bulan ini karena sebelum ramai-ramai pesta demokrasi kita berharap itu sudah selesai," ujarnya.

Dia mengatakan, kepastian pembayaran sangat diperlukan oleh pelaku usaha sektor atau industri apapun. Dia menuturkan bahwa Kemendag dipastikan sudah mengetahui duduk perkara adanya rafaksi minyak goreng.

Selama pertemuan itu, Roy juga mengatakan bahwa pihak Kemendag mengakui rafaksi itu harus dibayar sesuai Permendag Nomor 3 Tahun 2022. Masa berlaku Permendag ini yaitu 19-31 Januari 2022. Maka sepanjang periode ini pula muncul nilai rafaksi.

Saat ini, kata Roy, Kemendag masih menunggu legal opinion dari Kejaksaan Agung untuk memastikan landasan hukum pembayaran rafaksi. Jika dalam tenggat 2-3 bulan belum terbayar, Aprindo akan menyiapkan opsi untuk mengurangi pembelian dari produsen.

"Kita sedang mempersiapkan untuk menjalankan opsi-opsi itu sesuai dengan perkembangan yang kita nantikan. Paling tidak hari ini ada perkembangan," ungkapnya.

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

Pemerintah Utang Minyak Goreng Rp 344 Miliar ke Aprindo, Mendag: Yang Bayar BPDPKS

Raker dengan Komisi VI DPR, Mendag Zulkifli Hasan Tunjukkan Minyakita
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menunjukkan minyak goreng curah kemasan sederhana saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Selasa (5/7/2022). Namun, merek dagang yang digunakan hanya Minyakita yang merupakan merek milik pemerintah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, permasalahan utang pemerintah sebesar Rp344 miliar kepada pengusaha ritel modern memasuki babak baru. Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta pengusaha ritel menunggu hasil pertimbangan Kejaksaan Agung untuk aspek legal.

Setelah itu, Kemendag akan memberikan hasil verifikasi kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk membayarkan rafaksi minyak goreng yang diestimasikan sebesar Rp 344 miliar.

Namun, ketika ditanya lebih lanjut terkait rencana pertemuan dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Modern (Aprindo) soal polemik utang.

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) tampak kebingungan dan bertanya kepada jajarannya yang mendampingi Mendag Halalbihalal Kemendag, di Jakarta, Kamis (4/5/2023).

"Pertemuan apa? Siapa yang undang. Utang apa? Coba lihat di APBN, nggak ada (alokasi anggaran Kemendag) untuk bayar utang, oh BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit)," kata Mendag.

Lebih lanjut, Mendag yang akrab disapa Zulhas ini menjelaskan, pembayaran utang akan dilakukan melalui BPDPKS kepada pengusaha ritel modern.

Kendati demikian, Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur permasalahan utang tersebut telah dihapus, sehingga dalam penyelesainnya diperlukan payung hukum.

"Yang bayar itu BPDPKS. Mau bayar, tapi Permendagnya sudah nggak ada, nggak ada payung hukum," katanya.

 

Menunggu Fatwa Hukum

Oleh karena itu, Mendag menegaskan, pihaknya memerlukan fatwa hukum untuk meminimalisir munculnya argumen bahwa Pemerintah tidak mampu melakukan pembayaran selisih bayar atau rafaksi kepada Aprindo.

“Kan BPDPKS yang janji mau bayar, dia mau bayar kalau ada aturannya kan, kalau enggak nanti kan dia masuk penjara. Mau bayar asal ada peraturannya. Perlu faktual hukum. Makanya ini Sekjen ke Kejaksaan Agung," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, mengancam untuk menghentikan penjualan minyak goreng jika utang pembayaran selisih harga (rafaksi) minyak goreng tak kunjung dibayar.

 

Infografis Alasan Larangan Ekspor CPO dan Bahan Baku Minyak Goreng. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Alasan Larangan Ekspor CPO dan Bahan Baku Minyak Goreng. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya