Liputan6.com, Jakarta - Badan Kepegawaian Negara (BKN) menggelar sosialisasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1983 pada Kamis 25 Mei 2023. Peraturan Pemerintah ini berisi Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Salah satu isi dari aturan ini adalah PNS pria bisa beristri lebih dari satu tetapi dengan beberapa syarat. Berbeda, bagi PNS wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua, ketiga, atau keempat.
Baca Juga
Analis Hukum ahli Madya Badan Kepegawaian Negara (BKN) Yuyud Yuchi Susanta menjelaskan, dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil menyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan perkawinan pertama, wajib memberitahukannya secara tertulis kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam waktu selambat-lambatnya satu tahun setelah perkawinan itu dilangsungkan.
Advertisement
Dalam ayat (2) dituliskan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi duda atau janda yang melangsungkan perkawinan lagi.
Kemudian dalam Pasal 4, untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat. Artinya, PNS pria diizinkan untuk berpoligami.
"PNS wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat," terang dia di Sosialisasi dan Bimbingan Penyelesaian Permasalahan Kepegawaian, di Kantor Pusat BKN Jakarta, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (31/5/2023)
Untuk PNS pria yang akan beristri lebih dari satu atau poligami dan dalam agamanya membolehkan, wajib memperoleh izin dari Pejabat dan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- Syarat alternatif, yang terdiri dari isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, isteri mendapat cacat badan atau penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, dan / atau isteri tidak dapat melahirkan keturunan setelah menikah sekurang-kurangnya sepuluh tahun yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
- Syarat kumulatif, yaitu ada persetujuan tertulis dari isteri sah PNS yang bersangkutan dibuktikan dengan surat pernyataan bermaterai, PNS pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup, dan ada jaminan tertulis dari PNS pria yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
Selain itu, Yuyud juga menyampaikan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil menyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari Pejabat.
"Hal ini berlaku bagi PNS yang melakukan perceraian, baik sebagai Penggugat maupun Tergugat," tambah dia.Â
Pada kesempatan itu, Yuyud juga menyampaikan terkait larangan hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah bagi PNS.
Aturan Baru, PNS Telat Masuk Kantor Terancam Tak Dapat Tukin
Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) Abdullah Azwar Anas mengungkap aturan pemberian tunjangan kinerja akan diubah. Nantinya, hanya Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS yang berprestasi yang bisa mendapat tukin.
Plt Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara (BKN) Iswinarto Setiaji mengungkap kalau nantinya berdasarkan penilaian kinerja ASN. Salah satunya adalah aspek disiplin.
Misalnya, kata dia, disiplin waktu dari pegawai ASN dalam ketepatan waktu masuk kerja. Aspek disiplin ini bisa berpengaruh langsung pada penilaian kinerja.
"Tukin diberikan berdasarkan capaian kinerja individu dan dapat dikurangi apabila nilai kedisiplinannya kurang, misalnya telat masuk," ujar dia kepada Liputan6.com, Jumat (19/5/2023).
Iswinarto mengatakan, saat ini tukin hanya diberikan kepada ASN di instansi pusat. Bentuknya pun berupa uang tunai atas hasil penilaian dari kelas jabatannya.
Sementara itu, pegawai ASN daerah juga bisa mendapatkan setara tukin. Namun, istilahnya disebut tambahan penghasilan pegawai (TPP).
"Selama ini tunjangan kinerja hanya diberikan untuk instansi Pusat dalam bentuk uang dan berapa prosentasenya berdasarkan capaian reformasi birokrasi, besarannya ditetapkan berdasar kelas jabatan. Adapun daerah menggunakan istilah tambahan penghasilan pegawai (tpp)," tutur Iswinarto Setiaji.
Â
Advertisement
Aspek Penilaian
Diberitakan sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Abdullah Azwar Anas mengungkap aturan mengenai perhitungan tunjangan kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) bakal berubah tahun depan. Nantinya, tukin akan dihitung berdasarkan prestasi atau kinerja dari ASN tersebut.
Hal ini, menurutnya adalah permintaan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Artinya, hanya ASN yang berprestasi yang akan mendapat tukin.
Kepala Biro Data, Komunikasi, dan Informasi Publik Kemenpan RB, Mohammad Averrouce, mengatakan ada sejumlah aspek yang bakal jadi penilaian. Misalnya kinerja dari individu ASN maupun unit kerjanya.
"Penilaian Kinerja PNS dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (19/5/2023).
Aspek disiplin jadi salah satu bagian yang tak terpisahkan dalam penilaian tersebut. Bisa dibilang, ketika pegawai ASN mengikuti standar yang berlaku, bisa berkesempatan mendapat tukin.
"Tukin bagi pegawai di K/L diberikan berdasarkan penilaian kinerja dan penilaian lainnya seperti disiplin. Saat ini Indeks RB di instansi pemerintah masih bervariasi, sehingga menyebabkan adanya perbedaan tunjangan kinerja di masing-masing instansi," bebernya.
Diketahui, Tunjangan Kinerja bagi ASN saat ini baru berlaku bagi Pegawai ASN di lingkungan K/L pemerintah pusat. Pemberian Tunjangan Kinerja (Tukin) tersebut merupakan salah satu bagian dari reformasi birokrasi bagi K/L yang telah melaksanakan agenda reformasi birokrasi.
"Tunjangan kinerja sebagai bentuk reward atas keberhasilan pelaksanaan RB instansi diberikan atas dasar capaian kinerja, sehingga hal ini dapat menjadi stimulus untuk percepatan pelaksanaan RB," terang Averrouce.