Beda Strategi OJK Dongkrak Literasi Keuangan di Desa dan Kota

Literasi keuangan masyarakat masih menjadi pekerjaan rumah bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022, tingkat literasi keuangan secara nasional baru 49,68 persen.

oleh Septian Deny diperbarui 22 Jun 2023, 11:00 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2023, 11:00 WIB
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada kesenjangan (gap) pada tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan sebesar 4,04 persen.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada kesenjangan (gap) pada tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan sebesar 4,04 persen. Untuk itu diperlukan upaya untuk menggenjot tingkat inklusi keuangan di wilayah pedesaan.

Liputan6.com, Jakarta Literasi keuangan masyarakat masih menjadi pekerjaan rumah bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022, tingkat literasi keuangan secara nasional baru 49,68 persen. 

Tak hanya itu, berdasarkan strata wilayah, tingkat literasi keuangan di pedesaan dan perkotaan pun masih ada gape yang tinggi. Tingkat literasi keuangan di pedesaan baru mencapai 48,43 persen, sedangkan di perkotaan sudah mencapai 50,52 persen. 

Hal ini menunjukkan strategi yang digunakan untuk meningkatkan literasi keuangan berdasarkan wilayahnya berbeda. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Santosa mengatakan literasi keuangan di pedesaan dibuat lebih sederhana. 

“Kalau di desa enggak usah macam-macam, misalnya gimana cara kelola keuangan yang baik, mengenalkan produk yang tepat,” kata Aman  dalam Kick Off Generic  Model Ekosistem Keuangan Inklusif di Tanah Datar, Sumatera Barat, Rabu (21/6) malam. 

Tak hanya soal pengetahuan umum, literasi keuangan di pedesaan juga memperkenalkan sistem kredit dari perbankan. Salah satunya kredit yang dibiayai oleh Lembaga Keuangan Mikro (LMK) dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Hal ini dilakukan agar masyarakat terbebas dari jebakan maut rentenir. 

“Termasuk skema kredit dari pemda bernama Kredit Melawan Rentenir ini sudah cukup,” kata Aman.

Sasaran utama literasi keuangan di pedesaan yakni mendorong masyarakat menggunakan produk legal dari yang ilegal. Mengajak masyarakat untuk berpikir logis. 

“Di desa itu didorong pakai produk yang legal hindari ilegal, kemudian supaya pikir logis. Jangan mau diimingi tawaran investasi menjanjikan tapi tak masuk akal,” katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Literasi Keuangan

Ilustrasi OJK
Ilustrasi OJK (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Sementara itu, literasi keuangan di perkotaan kata Aman jauh lebih mudah karena masyarakat secara tidak langsung sudah sering mendapatkan informasi. Ini tidak terlepas dari akses informasi dan infrastruktur yang lebih memadai.

“Sehingga orang lebih cepat menerima materi komunikasi yang disebarkan berbagai pihak,” kata Aman.

Adapun materi yang digunakan untuk literasi keuangan di perkotaan menyasar produk keuangan yang berkaitan dengan teknologi. Seperti halnya saham, kripto dan sebagainya, 

“Di kota kita bicara dengan melek keuangan ekonomi cukup maju, kebutuhan produk perbankan makin canggih. Dengan mahasiswa kita kenalkan saham bahkan kenalkan kripto dan sebagainya  supaya hati-hati,” kata Aman. 

 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com


OJK Terbitkan Aturan Soal Pencegahan Pendanaan Senjata Pemusnah Massal

20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal. Aturan ini tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 8 Tahun 2023 (POJK APU PPT dan PPPSPM di SJK).

POJK ini mencabut POJK Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan sebagaimana telah diubah dengan POJK Nomor 23/POJK.01/2019.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menjelaskan, Peraturan OJK Nomor 8 Tahun 2023 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal di Sektor Jasa Keuangan (POJK APU PPT dan PPPSPM di SJK) ini untuk memitigasi risiko tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Selain itu, POJK ini juga untuk memitigasi risiko tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT), dan atau pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal (PPSPM) yang berkembang dan menjadi ancaman serius bagi negara," kata dia dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (16/6/2023).

POJK APU PPT dan PPPSPM di SJK telah selaras dengan prinsip internasional antara lain Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF), peraturan perundang-undangan di Indonesia, serta perkembangan inovasi dan teknologi yang harus diikuti penjagaan aspek keamanan dan kerahasiaan.

POJK APU PPT dan PPPSPM di SJK merupakan bukti komitmen OJK dalam mendukung tujuan Negara Republik Indonesia menjadi anggota penuh FATF, di mana sektor jasa keuangan memiliki ukuran dan materialitas signifikan.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya