Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi Juli 2023 secara bulanan atau month to month (mtm) mencapai 0,21persen. Sehingga inflasi tahunan atau year on year (YoY) dibanding Juli 2022 menjadi 3,08 persen, sementara inflasi tahun kalender atau year to date 1,45 persen.
"Jika dilihat secara series sebagaimana disajikan pada grafik terlihat bahwa inflasi Juli 2023 secara bulan ke bulan lebih tinggi, dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yaitu Juni 2023 yang sebesar 0,14 persen. Namun angka ini lebih rendah dibandingkan inflasi bulan yang sama di tahun lalu yaitu Juli 2022 yang sebesar 0,64 persen," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (1/8/2023).
Baca Juga
Penyumbang utama inflasi terbesar Juli 2023 berasal dari kelompok transportasi dengan inflasi sebesar 0,58 persen dan Andil 0,08 persen.
Advertisement
Sementara, komoditas penyumbang inflasi terbesar month to month diantaranya angkutan udara dengan adil sebesar 0,06 persen, kemudian daging dengan andil sebesar 0,04 persen, cabe merah dengan andil sebesar 0,03 persen.
Kemudian bawang putih dengan andil sebesar 0,02 persen dan beberapa komoditas dengan andil sebesar 0,01 persen seperti biaya sekolah dasar, telur ayam ras, biaya sekolah biaya Sekolah menengah Atas dan biaya sekoah Menengah Pertama, rokok Kretek filter dan kentang.
Sebaran Inflasi
Adapun jika dilihat sebaran inflasi bulanan menurut wilayah. BPS mencatat secara umum dari 90 kota IHK, terdapat 77 kota yang mengalami inflasi.
"Dari 77 kota tersebut sebanyak 46 kota mengalami inflasi diatas inflasi nasional dan 31 kota lainnya di bawah nasional, sedangkan 13 kota lainnya mengalami deflasi," ujarnya.
Lebih lanjut, sebaran inflasi tertinggi dan deflasi terdalam masing-masing menurut pulau, pertama terjadi di pulau Sumatera. Inflasi tertinggi terjadi di kota Gunungsitoli yaitu sebesar 1,30 persen, dan deflasi terdalam di pulau Sumatera ini terjadi di kota Lhokseumawe yaitu sebesar 0,04 persen.
Selanjutnya, di Pulau Jawa inflasi tertinggi terjadi di kota Surakarta,yaitu sebesar 0,31 persen dan deflasi terdalam terjadi di Sumenep yaitu sebesar 0,08 persen.
Di Kepulauan Bali dan Nusa Tenggara, inflasi tertinggi terjadi di Maumere yaitu sebesar 0,65 persen, dan inflasi terendah terjadi di kota Mataram sebesar 0,21 persen.
Di Pulau Kalimantan inflasi tertinggi terjadi di kota Balikpapan sebesar 0,53 persen, dan deflasi terdalam terjadi di Singkawang yaitu 0,07 persen. Dan di pulau Sulawesi, inflasi tertinggi terjadi di Luwuk sebesar 0,73 persen, dan deflasi terdalam terjadi di Kota Parepare sebesar 0,08 persen.
Di kepulauan Mauluku dan Papua, inflasi tertinggi terjadi di Monokwari sebesar 1,43 persen, dan deflasi terdalam terjadi di kota Tual sebesar 0,50 persen.
Harga Barang Tak Kunjung Turun, Sri Mulyani: PR Masih Banyak
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menilai saat ini harga barang di beberapa wilayah Indonesia masih melonjak, sehingga menyebabkan inflasi yang tinggi.
Wilayah tersebut diantaranya, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku, Sulawesi Barat, hingga Papua.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyebut secara total ada 16 Provinsi yang inflasinya berada di atas level nasional. Alhasil, untuk Juni 2023 inflasi nasional berada dikisaran 3,52 persen.
"Kita sekarang masih punya PR antar daerah dinamika harga itu masih cukup tinggi, kita lihat beberapa daerah yang sekarang masih menujukkan peningkatan mohon untuk diperhatikan, Babel (Bangka Belitung), NTT, Kalbar, Sultra, Maluku, Papua Barat, Papua, dan Sulbar," kata Menkeu dalam Penyerahan Insentif Fiskal Kategori Kinerja Pengendalian Inflasi di Daerah, Senin (31/7/2023).
Menurutnya, masih tingginya harga beberapa daerah tidak hanya disebabkan gangguna distribusi, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor El Nino.
El Nino adalah fenomena pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia.
Advertisement
Dampak El Nino
Intinya, El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.
"Tadi faktornya tidak hanya distribusi supply karena adanya produksi yang terganggu karena adanya pasokan. Tapi karena sekarang akan ada masalah iklim yaitu El Nino. Jadi mohon semuanya sangat berhati hati," tegas Menkeu.
Disamping itu, inflasi yang sangat tinggi terutama di kawasan timur seringkali didorong oleh tarif angkutan. Lantara harga komoditas, seperti bahan bakar minyak meningkat, alhasil menyebabkan kenaikan harga pada barang.
"Bahan bakar minyak meningkat avtur, dan ini kemudian diterjemahkan kenaikan. Atau karena mobilitas masyarakat yang sudah mulai pulih menyebabkan kemudian demand meningkat," pungkasnya.